Sunday, October 25, 2015

KUCING PINCANG ITU

By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #43

Tulisan ini membalik kisah seorang mahasiswi yang belakangan menjadi terkenal karena foto di account media sosialnya dengan kucing hutan yang telah mati. Kebetulan saja bersamaan dengan lagi hebohnya kasus Tri Ida Susanti, mahasiswi Jember yang ditangkap polisi gara-gara mem-posting foto tiga ekor Kucing Hutan (Felis bengalensis) dalam kondisi mati. Peran netizen sangat besar dan sangat vital, sehingga kasus tersebut terungkap dan masyarakat mendapat edukasi bahwa satwa jenis tertentu masuk spesies dilindungi.




Sedikit berbeda dengan cerita sedih di atas,  namun masih berkaitan dengan masalah kucing ini, sekitar Bulan Februari 2015 yang lalu, seekor kucing kampung berwarna keemasan tiba- tiba jadi sering bertandang di pintu gubug saya. Saya sendiri tidak tahu siapa pemiliknya. Uda Rakan, anak Saya pernah bertanya tentang, “Nama apa yang harus kita berikan buat kucing ini ya, Abi?” Saya menjawab dengan jawaban seasalnya, “Kita kasih nama Miawati Kuningasari Morningti Sepanjanghari saja, ya”

“Panjang sekali namanya, bi?” sambil kebingungan dengan pandangan sudut mata menerawang menyamping ke atas khas si bocah ini.

“Panggil saja dengan nama depannya, MIAW !” Gampang bukan? Jawab Saya sambil tertawa. Si bocah juga ikut tertawa.

Jadilah si Miaw bagian dari hari- hari kami selanjutnya. Ini karena ternyata si Miaw  mempunyai keterbatasan, kaki kanan depannya mungkin patah, jalannya lambat terpincang- pincang, seolah- olah menahan rasa sakit. Patah kaki kanan depannya tersebut mungkin tergilas roda sepeda motor, atau bisa jadi gilasan roda mobil, dan dengan demikian dia berjalan hanya dengan menggunakan tiga kaki. Kasihan… L

Tidak perlu diberi tahu, tidak perlu diundang, si Miaw akan selalu ada di tiga waktu penting di depan pintu gubug Saya. Dia akan berjalan terpincang- pincang di waktu sarapan pagi, lain waktu dia sudah duduk manis di saat waktu makan siang, dan mata memelasnya sudah terlihat di saat Saya tengah makan malam. Tepat waktu seperti biasanya. Tentunya di tiga waktu makan tersebut Saya selalu menjamu si Miaw semampunya Saya. Ikan, udang, ayam atau tahu tempe yang Saya suguhkan selalu habis dilahapnya, kecuali nasi. Nasi tidak pernah dimakannya. Kucing yang aneh…

Kita tinggalkan sejenak si Miaw dengan ketepatan waktunya yang menakjubkan. Bulan Agustus 2013, Alhamdulillah saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Gunung Semeru di Jawa Timur. Itu adalah saat- saat di mana musim kemarau bertahta dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Jalan setapak yang berdebu dengan rumput kering kerontang. Kawan seperjalanan hanya bisa pasrah dalam selimut sleeping bag yang menghangatkan saat Saya tinggalkan dia terlena di Kalimati. Melintasi lautan verbena brasiliensis berwarna kuning keemasan karena kekeringan. Oro- oro ombo jauh dari harapan Saya, berbeda 180 derajat saat Saya melihat foto- foto berwarna lautan ungu milik sahabat Saya di kamarnya di Pasuruan sana. Nafsu serakah Saya berbisik, “Saya harus datang lagi ke Oro- oro ombo ini suatu hari nanti untuk melihatnya berhiaskan warna ungu. Harus…!”

Bulan Mei 2015. Sebuah diskusi kecil terjadi di dalam kendaraan yang membawa Saya dan beberapa orang sahabat, termasuk di dalamnya beberapa orang admin Grup Pendaki Indonesia, membahas tentang pendakian ke Gunung Lawu dalam rangka operasi bersih gunung tersebut. Saat kendaraan masih melaju di tol lingkar dalam Kota Jakarta, tidak tahu dari mana mulainya, rencana ke Gunung Lawu malah berubah menuju Gunung Semeru.

Jadi, tanpa perencanaan sebelumnya, kendaraan yang kami tumpangi malah “mbablas” ke Jawa Timur. Saya sih, menyalahkan iklan rokok di sebelah kanan jalan tol di Jakarta yang kami lewati sebelumnya sebagai penyebab melesetnya arah navigasi kami sehingga “tersesat” dari tujuan awalnya yang mau ke Gunung Lawu namun “nyasar” ke Gunung Semeru. Saat terjadi diskusi kecil tentang arah perjalanan dan menghasilkan keputusan yang buntu, tiba- tiba saja lampu billboard iklan rokok yang segede bagong di sebelah kanan jalan tol itu berkerlap- kerlip. Kami menoleh ke  arah iklan tersebut, dan gambar Gunung Semeru terpampang jelas di iklan itu sebagai background seorang lelaki macho bintang iklannya yang sedang memegang sebatang rokok di selipan jari- jari tangan kanannya. Menurut Saya ini kode alam… Capsus deh Semeru!

Salah satu pertimbangan lainnya juga, bahwa kegiatan di Gunung Lawu sudah ada beberapa admin Grup Pendaki Indonesia yang mengkoordinirnya, sementara grup juga punya agenda untuk melaksanakan bakti sosial di Gunung Kidul, Yogyakarta. Jadi, setelah turun dari gunung Semeru bisa sekalian melakukan kegiatan bakti sosial tersebut.  Jadi pertimbangannya agar dua kegiatan tersebut dapat diselesaikan oleh dua team yang dipisah.

Setelah melewati dua hari satu malam perjalanan darat yang melelahkan, dihantam hujan deras dari pos satu sampai pos tiga Gunung Semeru, terkapar sambil ngorok di pos tiga semalaman, keesokan harinya Saya sudah berada di Oro- oro ombo yang sedang bersolek dengan warna ungu-nya. Subhanallah, ini betul- betul pemandangan yang spektakuler. Wangi tanah basah, semilir angin dari lembah, senyum tipis dari bibir si bocah. Beberapa pendaki melintas di punggungan bukit sebelah kiri Oro- oro ombo, kilatan blitz kamera kelompok pendaki lainnya bersahutan tidak jauh dari tempat Saya berada, dan teman seperjalanan kali ini sedang terbaring di sana, namun kali ini sedang asik menikmati panorama atau juga sedang melamunkan jodohnya yang saat ini entah berada di mana? Saat itu hari kedua jalur Gunung Semeru dibuka untuk umum.

Bagi sahabat yang  bermukim di tanah Jawa apalagi di daerah Jawa Timur, mungkin hal ini biasa saja. Sahabat bisa seminggu sekali mengunjungi Ranukumbolo atau Oro- oro ombo. Namun bagi Saya yang berada ribuan kilometer di seberang laut sana, bisa datang untuk kedua kalinya ke lokasi ini adalah suatu nikmat yang tiada bandingnya. Dan Saya yakin, bahwa terpenuhinya “nafsu serakah” Saya untuk kembali ke Semeru guna melihat Oro- oro ombo dalam bentuk yang berbeda – saat musim hujan – adalah karena si Miaw yang tepat waktu duduk bersimpuh di depan pintu dengan mata memelasnya.

Kuncinya? Setiap Saya memberikan sebagian rezeki dari piring Saya kepada si Miaw, di dalam hati Saya selalu berdoa, “Ya Allah, dengan sedekah hamba ini kepada makhlukmu, izinkan hamba untuk kembali mengunjungi Oro- oro ombo”

Dan doa tersebut terkabul dalam masa tiga bulan saja. Sederhana bukan?

Aamiin…

Gunakan hati saat mendaki.
Salam satu jiwa.

* * * *  *
Sayangilah makhluk yang ada di Bumi, niscaya yang ada di langit akan menyayangimu (HR. Ath- Thabrani)

Semoga jiwamu tercerahkan.

*B4MS*           


* * * *  *

No comments:

Post a Comment