Thursday, December 3, 2015

MELEBUR BERSAMA PARA PENDAKI

By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #20

Satu malam sebelum memulai perjalanan untuk pendakian, Saya biasanya akan melakukan re-check list kembali semua barang ataupun peralatan yang akan dibawa selama pendakian. Check list tersebut memang sengaja Saya tuliskan di selembar kertas, berurutan mulai dari peralatan pendakian, perlengkapan pribadi, dan semua hal- hal kecil lainnya yang mungkin nantinya Saya takutkan akan terlupakan.



Saya sengaja melakukan “ritual” re-check list tersebut karena Saya menyadari bahwa sebagai insan  , Saya juga tidak luput dari penyakit lupa. Mungkin lupa tersebut timbul karena Saya terlalu bersemangat atau memang pernak- pernik pendakian itu terlalu banyak, sehingga Saya menganggap perlu menyiapkan satu dus besar untuk menempatkan dan menyimpannya setelah Saya menyelesaikan satu perjalanan pendakian.

Di malam yang sama, saat berbaring dan sebelum terlelap, Saya biasanya melakukan satu “ritual” lagi, yakni menanggalkan semua embel- embel yang berhubungan dengan “rasa” yang melekat pada alam bawah sadar Saya.

“Rasa” tersebut bisa berbentuk rasa sombong merasa Saya lebih superior dari semua orang. Ritual ini harus selalu Saya lakukan agar di pagi harinya saat Saya bersiap diri untuk melakukan perjalanan, Saya keluar melewati pintu rumah sebagai seorang pendaki. Betul- betul pyur sebagai seorang pendaki.

Mengapa Saya memilih waktu sebelum tidur untuk menghipnotherapi diri Saya? Menurut salah seorang hipnoterapis, Romy Rafael, waktu yang tepat untuk mempengaruhi alam bawah sadar Anda adalah "Menjelang, dan saat baru saja bangun dari tidur, karena saat kita bangun tidur, alam bawah sadar masih dalam keadaan kosong sehingga informasi akan lebih mudah direkam di otak. Menjelang tidur juga menjadi kondisi terbaik untuk alam bawah sadar dalam merekam sesuatu, karena saat itu biasanya Anda merasa sangat relaks, lanjut Romy”
Contoh sederhana adalah saat kita phobia atau takut pada benda, hewan atau apapun. Pikiran alam bawah sadar dapat membereskan masalah ini. Pembenahan yang dimulai dari alam bawah sadar akan menghasilkan pembenahan pada alam sadar kita pula.  Cara pembenahan tak lain dari sugesti-sugesti positif dan mere-program pikiran alam bawah sadar subyek.

Saya teringat salah satu Hukum Pikiran, yakni jika sering mengatakan anak bodoh maka alam bawah sadar si anak akan memproses kata- kata tersebut sehingga terjadi kebodohan yang sebenarnya pada anak tersebut.
“Bila kau berfikir akan menang, sebenarnya kau sudah menang”, itu yang diajarkan oleh Nyoman Cantiasa yang tertulis di dalam buku Kopassus Untuk Indonesia. Setiap pikiran/ ide mengakibatkan suatu reaksi pada fisik kita. Jadi, berhati- hatilah terhadap apa yang sedang anda pikirkan.

Dalam perjalanan Saya, pendaki sejati banyak sekali Saya jumpai, pendaki asal jadi-pun juga lebih banyak Saya temui. Membedakan mereka sangat mudah kawan, pendaki sejati dan berpengalaman biasanya sikap mereka selalu merendah, tutur bahasanya halus, senang berbagi ilmu dan pengalaman dan keakraban sangat mudah sekali terjalin dengan mereka. Sangat berbeda dengan pendaki asal jadi yang tentu saja mempunyai sifat sebaliknya dan penuh rasa curiga.

Saya yakin andapun pernah menjumpai dua tipe pendaki yang Saya sebutkan di atas. Mulailah mengingat sejenak kawan,,, kapan dan,,,, di mana ??? Mungkin anda ingat saat anda menyapa para pendaki di stasiun kereta atau di terminal bus dan mereka berlagak acuh tak acuh penuh rasa curiga hanya karena anda tidak membawa carrier ?. Atau mungkin anda ingat saat anda membawa carrier sendirian di bandara serta menyapa serombongan pendaki, dan mereka membalas sapaan anda dengan enggannya, seolah- olah mereka menganggap anda ingin bergabung dan merepotkan grup mereka ?. Coba ingat lagi…

Efek ritual menanggalkan embel- embel pada malam sebelum tidur tersebut, tentu saja juga termasuk ritual menanggalkan orientasi Saya terhadap politik, kebangsaan, agama, ras, suku, domisili, gender, bahasa dan segepok orientasi lainnya.  

Hal ini sangat perlu Saya lakukan, mengingat bahwa Saya akan masuk ke dalam satu dunia yang bebas dari segala hiruk pikuk permasalahan tersebut, dan Saya tidak ingin segala orientasi tersebut merusak perjalanan Saya, dan merusak jiwa pendaki Saya. Jadi, jika sudah berada di hutan dan di gunung, pendaki di jalur adalah keluarga Saya, sahabat Saya, saudara Saya. Tanpa memandang kasta mereka, jabatan mereka dan segala orientasi mereka.

Saya akan mengesampingkan kebangsaan para pendaki tersebut walaupun di luar sana pemerintah Negara mereka mungkin sedang protes tentang penamaan kapal perang Indonesia yang tidak sesuai dengan selera mereka. Saya juga akan mengesampingkan tentang pemerintah Negara mereka yang mungkin sedang berusaha mengklaim reog dan tari pendet Indonesia untuk dijadikan budaya asli mereka. Juga Saya akan mengesampingkan sikap Negara mereka yang mungkin di luar sana sedang menghalau para pencari suaka yang tiba dengan perahunya untuk dihalau masuk kembali ke dalam wilayah perairan Indonesia. Bahkan Saya juga akan mengesampingkan tentang ulah pemerintah mereka yang mungkin di luar sana sedang melakukan pengeboman di atas tanah palestina.

Apakah Saya mendukung segala macam ulah pemerintah Negara mereka tersebut? Jawabannya dengan tegas, TIDAK… Jika ditanyakan orientasi politik luar negeri Saya, jelas sekali Saya menentangnya dan membela kedaulatan Negara Saya. Nasionalisme Saya sebagai pendaki tidak perlu dipertanyakan lagi, bahkan sampai pada titik bahwa Saya tidak akan membiarkan bendera Sang Merah Putih menyentuh tanah.

Namun saat para pendaki  ini berada di hutan, di gunung, di alam, di mana hal- hal tersebut mungkin saja juga bertentangan dengan jiwa dan keinginan mereka. Jika Saya berjumpa dengan pendaki asal Israel, apakah Saya akan langsung menghujatnya, memukulnya ? Mungkin saja dia juga menentang pemerintahnya dalam pengeboman di tanah Palestina. Tidak sedikit juga warga Yahudi yang menentang kekerasan tersebut. Sikap individu pendaki tidak sama dengan sikap pemerintah mereka. Berfikirlah secara logis kawan.

Mari mengatur ulang mindset di otak dan pikiran kita, bahwa sesama pendaki adalah saudara. Dan memang begitulah adanya di alam. Saya mencoba membayangkan, jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap pendaki lain di alam dan Saya adalah orang yang terdekat di tempat kejadian, lalu Saya akan memberikan pertolongan, apakah sebelum memberikan pertolongan Saya akan menanyakan dahulu dia dari Negara mana? Dia beragama apa? Apakah dia mendukung Palestina merdeka? Etnisnya apa? Keburu tewaslah kawan itu…

Atau jika posisinya dibalik, Sayalah yang membutuhkan pertolongan di gunung, tempat meminta pertolongan pertama kali adalah pendaki yang terdekat posisinya dengan Saya, bukan? Sebelum Saya ditolong, apakah Saya akan menanyakan terlebih dahulu dia sukunya apa? Apakah capres yang dijagokannya sama dengan capres yang Saya jagokan? Trus jika dia tidak satu partai dengan Saya maka Saya tidak mau ditolong oleh dia? Hadeeeehhhh,,, keburu modar Saya….

Kawan,,, di alam, kita semua sama, kita semua sederajat. Lepaskan orientasi kebangsaanmu sejenak di alam, jauhkan sejenak pilihan politikmu di alam, lupakan sejenak semua itu. Mari melebur seperti air, api, gula dan kopi di dalam satu nesting. Mari melebur bersama alam, mari melebur bersama para PENDAKI… 

Salam satu jiwa

* * * *  *
Politik hanya akan mengkotak- kotakan kita ke dalam beberapa ruang. Bagaimana jiwa yang bebas ini akan dapat terbang ?

Semoga jiwamu tercerahkan.

*B4MS*

* * * *  *

Bams mengajak untuk :

 “GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”



BAMS2 photo BAMS2.jpg YULI2 photo OELIEL2.jpg ZAKI photo ZAKI.jpg RAIHAN photo RAIHAN.jpg RAKAN photo RAKAN.jpg KEENAN photo KEENAN.jpg

No comments:

Post a Comment