Pendaki yang punya rindu, baca
ini….. :D
By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #37
“ Where do I begin to tell the story
of how great a song can be “. Begitulah kira-kira kata penyanyi Andy Williams
dan Frank Sinatra dalam lagu “ Love Story “.
Setelah artikel Saya
yang membahas tentang film, yang dapat dibaca di link ini : https://www.facebook.com/groups/pendaki/permalink/10152660147852055/
, Saya akan membahas sedikit tentang lagu di
artikel Saya yang sedang Sahabat Pendaki baca saat ini.
Hampir semua orang di dunia ini senang
bernyanyi, tapi belum tentu dapat mengerti dan mengetahui apa isi dan arti lagu
itu. Biasanya kita kalau menyanyi hanya senang dengan beat serta lyric-nya
saja, sehingga tidak peduli dengan lagu berbahasa apa
dan apa artinya.Sebaiknya jika ingin menyanyi harus mengerti dulu apa isi dan artinya. Konghucu atau Confucius pernah berkata, “ Menyanyi satu hari, menambah umur satu tahun “. Believe it or not, orang yang senang menyanyi, bahkan mendengarkan lagu saja sudah bisa sembuh dari segala penyakit darah tinggi, stress, frustrasi dan kanker alias Kantong Kering, tentunya jika menyanyi dari warung ke warung untuk ngamen :D
dan apa artinya.Sebaiknya jika ingin menyanyi harus mengerti dulu apa isi dan artinya. Konghucu atau Confucius pernah berkata, “ Menyanyi satu hari, menambah umur satu tahun “. Believe it or not, orang yang senang menyanyi, bahkan mendengarkan lagu saja sudah bisa sembuh dari segala penyakit darah tinggi, stress, frustrasi dan kanker alias Kantong Kering, tentunya jika menyanyi dari warung ke warung untuk ngamen :D
Di beberapa postingan di grup inipun,
sahabat pendaki kadang juga ada yang bertanya, lagu apa yang cocok jika dibawa
dalam pendakian gunung ? Bagi Saya pribadi adalah lagu yang Saya suka akan Saya
bawa untuk menemani Saya dalam perjalanan. Apapun jenis aliran musiknya, jika
Saya suka akan Saya bawa.
Mendaki | Melintas bukit | Menahan
letih menahan berat beban | Menatap jalan setapak | Bertanya- Tanya sampai
kapankah berakhir | Mereguk | Nikmat coklat susu | Menjalin persahabatan dalam
hangatnya tenda |.
Itu salah satu syair lagu yang selalu
Saya dengarkan di mp3 player saya saat Saya di perjalanan atau di pendakian.
Sahabat pendaki yang sudah eksis di dunia pendakian sejak lama, pasti tahu
judul lagu dari penggalan syair lagu di atas, yang pernah hit di sekitaran
Tahun 1990-an. Karena keseringan mendengarkan lagu tersebut, saya merasa
“surprise” sekali saat Tahun 2013 yang lalu baru bisa menginjakan kaki di
tempat- tempat yang tertulis di syair lagu tersebut. Ranukumbolo, Arcopodo, dan
Mahameru.
Namun, sekedar saran, lagu- lagu yang
berirama membangkitkan semangat namun enak di telinga akan sangat cocok untuk
menemani langkah kaki sahabat pendaki, secara tidak langsung juga akan
berpengaruh kepada mood dan semangat kita di perjalanan. Sebut saja lagu dengan
judul Chandelier yang dinyanyikan oleh Sia , The Vamps dengan Somebody To You,
atau Coolio dengan Gangstar’s Paradise. Atau lagu latin oleh Enrique Iglasias
dengan judul Bailando. Atau lagu dangdut yang energik seperti Goyang Dumang
juga oke untuk membangkitkan suasana.
Berkenaan dengan lagu ini, artikel Saya kali ini sedikit menyinggung sebuah lagu yang berkenaan dengan “ Pita Kuning “. Hal ini ada hubungannya dengan sebuah kebiasaan di Amerika sekitar tahun 1959, “ Pita Kuning “ ini digunakan oleh orang Amerika khususnya bagi wanita-wanita yang menandakan kesetiaan pada suami- suami atau kekasih yang akan kembali dari dinas Meliter atau Penjara.
Biasanya wanita-wanita itu menyambut
dengan mengenakan pita kuning di rambutnya atau mengikat di pohon-pohon dekat
rumah.
“ Pita Kuning “ hanya merupakan tanda atau symbol dari
kesetiaan atau kasih sayang dan menjadi terkenal di tahun 1970-an.
Ada sebuah kisah nyata di Tahun 1973 yang berhubungan
dengan sebuah lagu yang sangat populer. Kisah nyata itu mengenai seorang pria
asal White Oak, Georgia, Amerika, yang telah mengabaikan kebaikan istrinya yang
sangat cantik. Dia sering pulang dini hari dalam keadaan mabuk, kemudian tanpa
segan memukuli istri serta anak-anaknya. Suatu malam ia memutuskan untuk pergi
ke New York, dengan berbekal uang yang dicurinya dari tabungan istrinya.
Di New York, pria itu mencoba berbisnis bersama beberapa
orang temannya. Sambil berbisnis ia menikmati seks bebas, judi dan mabuk- mabukan.
Bulan serta tahun berlalu, dan dia sama sekali tidak memberi kabar tentang
keberadaannya kepada keluarga yang ditinggalkannya secara diam-diam.
Seiring dengan berjalannya waktu ia bangkrut, bahkan
terlibat hutang dan melakukan penipuan dengan menulis cek palsu. Ia tertangkap
dan dijerat hukuman penjara selama tiga tahun. Menjelang akhir masa tahanan, ia
mulai merindukan istri dan anak- anaknya. Ia mengumpulkan keberaniannya dan
menulis sepucuk surat kepada istrinya.
Di dalam surat itu ia menceritakan penyesalan dan
kerinduannya untuk membina keluarga yang harmonis. “ Sayang, engkau tidak perlu
menungguku. Namun jika engkau masih mau aku kembali, ikatkanlah sehelai pita
kuning pada pohon ek yang ada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan
sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku tidak akan turun dari bis dan terus ke
Miami. Aku berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu dan anak-anak lagi untuk
selamanya……”, itulah sekelumit isi suratnya.
Setelah dibebaskan, pria itu menaiki bis dengan tujuan
kembali ke kampung halamannya. Ia tidak tahu apakah istrinya sudah menerima
suratnya dan mau mengampuninya, karena memang tidak ada balasan sepucuk
suratpun yang datang ke penjara dari istrinya.
Di dalam bis, dalam perjalanan ke kampung halamannya, ia bercerita kepada penumpang yang duduk di sebelahnya
tentang kisah hidupnya, bahkan semua penumpang di bis tersebut juga ikut
mendengarkan dan larut oleh cerita si pria tersebut. Pria itu meminta supir bis
untuk menjalankan bisnya secara perlahan- lahan saat mereka memasuki pusat kota
White Oak. Bahkan para penumpang juga meminta hal yang sama kepada si supir
bis, “ Tolong Pak, saat melewati pusat kota berjalanlah perlahan….. kita
sama-sama melihat apa yang akan terjadi, “ kata mereka memohon.
Saat bis memasuki White Oak, detak jantung pria itu berdebar
sangat kencang, tubuhnya basah oleh keringat. Di tengah-tengah keadaan yang
menegangkan itu, tiba-tiba air matanya menetes tanpa henti saat melihat tidak
ada sehelai pita kuning di pohon ek di pusat kota itu.
Ya,,,,, tidak ada sehelai pita kuning di pohon ek itu,,,
Tidak ada sehelai,,,
Melainkan hanya ada ratusan pita kuning bergantungan di
semua dahan pohon ek.
“Wow……. Seluruh pohon dipenuhi pita kuning,” sorak
penumpang yang ikut-ikutan tegang di dalam bis tersebut.
Akhirnya semua penumpang bis sepakat mengantar pria yang
disambut oleh kehangatan cinta istri dan anak-anaknya. Saking terharunya, si
sopir bis menelpon surat kabar New York Post untuk menceritakan kisah indah
tersebut.
Penulis New York Post, Pete Hamill memberitakan dalam
surat kabar yang berjudul “ Going Home “. Yang tak kalah menariknya, saat itu ternyata
ada seorang penulis lagu ikut di dalam bis tersebut. Kisah nyata itu kemudian
menginspirasikan Irvin Levine dan L. Russell Brown untuk menulis sebuah lagu.
Februari 1973, lagu berjudul “Tie a Yellow Ribbon Around
The Old Oak Tree” yang dinyanjikan oleh : Tony Orlando & Dawn ini dirilis
dan langsung menjadi hits. Juga lagu yang tak asing lagi bagi orang Indonesia.
Pada bulan Mei 1973, “ Tie A Yellow Ribbon “ telah
terjual sebanyak 3 juta rekaman dalam tiga minggu.
Seperti pria pada cerita di atas yang merindukan
keluarganya… Pikirkankan lagi… Bukankah pendaki juga tidak punya lagu…???
Pendaki hanya punya rindu… Rindu pada belaian kabut, rindu pada dinginnya angin
lembah, dan rindu pada puncak- puncak tertinggi. Jadi, buat apa bersusah- susah
menanyakan lagu pendaki, sementara yang pendaki punya hanya rindu…???
Gunakan hati saat mendaki.
Salam satu jiwa.
* * * *
*
Kesabaran, penerimaan dan pemaafan, merupakan bagian dari
rasa kasih sayang.
*B4MS*
* * * *
*
No comments:
Post a Comment