Tuesday, November 15, 2016

PENDAKI TAK PUNYA LAGU

Pendaki yang punya rindu, baca ini….. :D

By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #37

“ Where do I begin to tell the story of how great a song can be “. Begitulah kira-kira kata penyanyi Andy Williams dan Frank Sinatra dalam lagu “ Love Story “.



Setelah artikel Saya yang membahas tentang film, yang dapat dibaca di link ini : https://www.facebook.com/groups/pendaki/permalink/10152660147852055/
 , Saya akan membahas sedikit tentang lagu di artikel Saya yang sedang Sahabat Pendaki baca saat ini.

Hampir semua orang di dunia ini senang bernyanyi, tapi belum tentu dapat mengerti dan mengetahui apa isi dan arti lagu itu. Biasanya kita kalau menyanyi hanya senang dengan beat serta lyric-nya saja, sehingga tidak peduli dengan lagu berbahasa apa
dan apa artinya.Sebaiknya jika ingin menyanyi harus mengerti dulu apa isi dan artinya. Konghucu atau Confucius pernah berkata, “ Menyanyi satu hari, menambah umur satu tahun “. Believe it or not, orang yang senang menyanyi, bahkan mendengarkan lagu saja sudah bisa sembuh dari segala penyakit darah tinggi, stress, frustrasi dan kanker alias Kantong Kering, tentunya jika menyanyi dari warung ke warung untuk ngamen :D

Di beberapa postingan di grup inipun, sahabat pendaki kadang juga ada yang bertanya, lagu apa yang cocok jika dibawa dalam pendakian gunung ? Bagi Saya pribadi adalah lagu yang Saya suka akan Saya bawa untuk menemani Saya dalam perjalanan. Apapun jenis aliran musiknya, jika Saya suka akan Saya bawa.

Mendaki | Melintas bukit | Menahan letih menahan berat beban | Menatap jalan setapak | Bertanya- Tanya sampai kapankah berakhir | Mereguk | Nikmat coklat susu | Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda |.

Itu salah satu syair lagu yang selalu Saya dengarkan di mp3 player saya saat Saya di perjalanan atau di pendakian. Sahabat pendaki yang sudah eksis di dunia pendakian sejak lama, pasti tahu judul lagu dari penggalan syair lagu di atas, yang pernah hit di sekitaran Tahun 1990-an. Karena keseringan mendengarkan lagu tersebut, saya merasa “surprise” sekali saat Tahun 2013 yang lalu baru bisa menginjakan kaki di tempat- tempat yang tertulis di syair lagu tersebut. Ranukumbolo, Arcopodo, dan Mahameru.

Namun, sekedar saran, lagu- lagu yang berirama membangkitkan semangat namun enak di telinga akan sangat cocok untuk menemani langkah kaki sahabat pendaki, secara tidak langsung juga akan berpengaruh kepada mood dan semangat kita di perjalanan. Sebut saja lagu dengan judul Chandelier yang dinyanyikan oleh Sia , The Vamps dengan Somebody To You, atau Coolio dengan Gangstar’s Paradise. Atau lagu latin oleh Enrique Iglasias dengan judul Bailando. Atau lagu dangdut yang energik seperti Goyang Dumang juga oke untuk membangkitkan suasana.

Berkenaan dengan lagu ini, artikel Saya kali ini sedikit menyinggung sebuah lagu yang berkenaan dengan  “ Pita Kuning “. Hal ini ada hubungannya dengan sebuah kebiasaan di Amerika sekitar tahun 1959, “ Pita Kuning “ ini digunakan oleh orang Amerika khususnya bagi wanita-wanita yang menandakan kesetiaan pada suami- suami atau kekasih yang akan kembali dari dinas Meliter atau Penjara.

Biasanya wanita-wanita itu menyambut dengan mengenakan pita kuning di rambutnya atau mengikat di pohon-pohon dekat rumah.

“ Pita Kuning “ hanya merupakan tanda atau symbol dari kesetiaan atau kasih sayang dan menjadi terkenal di tahun 1970-an.

Ada sebuah kisah nyata di Tahun 1973 yang berhubungan dengan sebuah lagu yang sangat populer. Kisah nyata itu mengenai seorang pria asal White Oak, Georgia, Amerika, yang telah mengabaikan kebaikan istrinya yang sangat cantik. Dia sering pulang dini hari dalam keadaan mabuk, kemudian tanpa segan memukuli istri serta anak-anaknya. Suatu malam ia memutuskan untuk pergi ke New York, dengan berbekal uang yang dicurinya dari tabungan istrinya.

Di New York, pria itu mencoba berbisnis bersama beberapa orang temannya. Sambil berbisnis ia menikmati seks bebas, judi dan mabuk- mabukan. Bulan serta tahun berlalu, dan dia sama sekali tidak memberi kabar tentang keberadaannya kepada keluarga yang ditinggalkannya secara diam-diam.

Seiring dengan berjalannya waktu ia bangkrut, bahkan terlibat hutang dan melakukan penipuan dengan menulis cek palsu. Ia tertangkap dan dijerat hukuman penjara selama tiga tahun. Menjelang akhir masa tahanan, ia mulai merindukan istri dan anak- anaknya. Ia mengumpulkan keberaniannya dan menulis sepucuk surat kepada istrinya.

Di dalam surat itu ia menceritakan penyesalan dan kerinduannya untuk membina keluarga yang harmonis. “ Sayang, engkau tidak perlu menungguku. Namun jika engkau masih mau aku kembali, ikatkanlah sehelai pita kuning pada pohon ek yang ada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku tidak akan turun dari bis dan terus ke Miami. Aku berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu dan anak-anak lagi untuk selamanya……”, itulah sekelumit isi suratnya.

Setelah dibebaskan, pria itu menaiki bis dengan tujuan kembali ke kampung halamannya. Ia tidak tahu apakah istrinya sudah menerima suratnya dan mau mengampuninya, karena memang tidak ada balasan sepucuk suratpun yang datang ke penjara dari istrinya.  

Di dalam bis, dalam perjalanan ke kampung halamannya,  ia bercerita kepada penumpang yang duduk di sebelahnya tentang kisah hidupnya, bahkan semua penumpang di bis tersebut juga ikut mendengarkan dan larut oleh cerita si pria tersebut. Pria itu meminta supir bis untuk menjalankan bisnya secara perlahan- lahan saat mereka memasuki pusat kota White Oak. Bahkan para penumpang juga meminta hal yang sama kepada si supir bis, “ Tolong Pak, saat melewati pusat kota berjalanlah perlahan….. kita sama-sama melihat apa yang akan terjadi, “ kata mereka memohon.

Saat bis memasuki White Oak, detak jantung pria itu berdebar sangat kencang, tubuhnya basah oleh keringat. Di tengah-tengah keadaan yang menegangkan itu, tiba-tiba air matanya menetes tanpa henti saat melihat tidak ada sehelai pita kuning di pohon ek di pusat kota itu.

Ya,,,,, tidak ada sehelai pita kuning di pohon ek itu,,,

Tidak ada sehelai,,,

Melainkan hanya ada ratusan pita kuning bergantungan di semua dahan pohon ek.

“Wow……. Seluruh pohon dipenuhi pita kuning,” sorak penumpang yang ikut-ikutan tegang di dalam bis tersebut.

Akhirnya semua penumpang bis sepakat mengantar pria yang disambut oleh kehangatan cinta istri dan anak-anaknya. Saking terharunya, si sopir bis menelpon surat kabar New York Post untuk menceritakan kisah indah tersebut.

Penulis New York Post, Pete Hamill memberitakan dalam surat kabar yang berjudul “ Going Home “. Yang tak kalah menariknya, saat itu ternyata ada seorang penulis lagu ikut di dalam bis tersebut. Kisah nyata itu kemudian menginspirasikan Irvin Levine dan L. Russell Brown untuk menulis sebuah lagu.

Februari 1973, lagu berjudul “Tie a Yellow Ribbon Around The Old Oak Tree” yang dinyanjikan oleh : Tony Orlando & Dawn ini dirilis dan langsung menjadi hits. Juga lagu yang tak asing lagi bagi orang Indonesia.

Pada bulan Mei 1973, “ Tie A Yellow Ribbon “ telah terjual sebanyak 3 juta rekaman dalam tiga minggu.

Seperti pria pada cerita di atas yang merindukan keluarganya… Pikirkankan lagi… Bukankah pendaki juga tidak punya lagu…??? Pendaki hanya punya rindu… Rindu pada belaian kabut, rindu pada dinginnya angin lembah, dan rindu pada puncak- puncak tertinggi. Jadi, buat apa bersusah- susah menanyakan lagu pendaki, sementara yang pendaki punya hanya rindu…???

Gunakan hati saat mendaki.
Salam satu jiwa.

* * * *  *

Kesabaran, penerimaan dan pemaafan, merupakan bagian dari rasa kasih sayang.

*B4MS*


* * * *  *

No comments:

Post a Comment