Thursday, February 18, 2016

DI SRIWIJAYA KUTEMUKAN BUNDA

Dari keseluruhan provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, hanya satu provinsi yang harus Saya kunjungi – kembali - , setelah delapan belas tahun yang lalu Saya sempat untuk menginjakan kaki ke tanah Sriwijaya dengan kisah kerajaannya yang terkenal gilang gemilang itu. Kenapa Saya harus berkunjung ke Sumatera Selatan? Apa gerangan yang membuat hati Saya tidak bisa jauh dari negeri yang berhiaskan Jembatan Ampera sebagai icon utamanya tersebut? Tentunya semua berawal dari kisah yang Saya alami delapan belas tahun yang lalu.


Tahun 1996, saat pulang kampung ke Kerinci, di dalam angkutan bus malam, Saya satu bus dengan beberapa pendaki dari Kota Padang. Karena merasa sehobby, kita ngobrol sepanjang perjalanan dan setelah tahu mereka baru pertama kali ke Kerinci, Saya menawarkan gubug Saya sebagai tempat singgah sementara untuk istirahat sebelum mereka melakukan pendakian, dan mereka menerimanya. Orang tua Saya hanya dapat menyediakan selembar tikar butut tempat berbaring dan sedikit jamuan sarapan dengan  telur mata sapi untuk mereka. Karena saat itu memang hanya itu yang kami punya.

Dari kiri ke kanan; Dede, Bams, Arif, Zul, Herman.

Tahun berlalu dengan cepat, menggilas semua kenangan persahabatan tentang kenangan itu. Dua tahun kemudian, Bulan Maret Tahun 1998, dari Kota Padang Saya berangkat melakukan pendakian solo ke Gunung Dempo di Pagar Alam, Sumatera Selatan. Dalam perjalanan, Saya mampir ke Kota Jambi, di mana ada beberapa teman di sana untuk dijumpai. Dengan sedikit rayuan, beberapa teman berhasil Saya “racuni” sehingga akhirnya mereka ikut bersama Saya ke Gunung Dempo, Sumatera Selatan,  untuk melakukan pendakian. Hasilnya? Rencana pendakian solo malah jadi pendakian dengan grup beranggotakan 5 orang.

Berbekal info yang sangat minim, tanpa guide dan buta masalah jalur Dempo, akhirnya kami sampai di Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Mencari rumah Pak Anton, yang katanya sering dijadikan tempat persinggahan para pendaki. Kami diterima sangat baik di sana. Keramahtamahan keluarga Pak Anton mewakili wajah warga Sumatera Selatan yang sangat bersahabat. Lepas magrib kami jalan- jalan sebentar ke sekeliling kampung yang dikelilingi kebun teh dan berhawa dingin. Kami mampir di sebuah warung yang ada di tepi jalan utama kampung tersebut untuk sekedar mencicipi rasa dan hangatnya kopi di dinginnya udara kaki Gunung Dempo. Tanpa sengaja, di warung ini kami ngobrol dengan salah satu pemuda desa, Arif namanya.

Setelah tahu kami seperti orang buta di Pagar Alam ini, tanpa kami minta Arif menawarkan diri untuk mengantarkan kami untuk naik ke Gunung Dempo, yang tentu saja kami terima dengan sukacita. Bukan hanya mengantarkan saja, Arif juga mengundang kami untuk makan malam di rumahnya. Kebaikan hati keluarga kecil ini tidak bisa Saya lupakan. Makan malam sederhana yang disuguhkan Ibu Dar – ibunya Arif – terasa sangat membantu mengurangi beban pengeluaran kami yang saat itu masih mahasiswa yang pas- pasan, yang nekat- nekatan ke Sumatera Selatan dengan dana anak kost yang terbatas.
Di depan pabrik pengolahan teh, Kota Pagar Alam.

Bukan hanya itu saja kebaikan yang kami dapatkan dari keluarga Ibu Dar ini. Bahkan setelah turun dari Gunung Dempo dua hari kemudian, kami juga masih disuguhi sarapan pagi di rumahnya. Walaupun sarapan pagi yang sederhana dan Ibu Dar menyempatkan diri untuk membuatnya sebelum beliau berangkat kerja untuk memetik teh di perkebunan. Kebaikan demi kebaikan yang kami terima itu sampai saat ini, setelah 18 Tahun, masih melekat erat di dalam ingatan Saya.

Untuk kenangan ini, Saya pribadi sudah menganggap Ibu Dar sebagai ibu angkat Saya sendiri. Kebaikannya yang telah Saya terima 18 Tahun yang lalu jelas tidak dapat Saya balas dengan memberikan kemewahan yang ada saat ini.

Untuk itu, selain tempat- tempat yang ingin Saya kunjungi di Sumatera Selatan, dari berpose di Jembatan Ampera atau mengarungi Sungai Musi dan mendaki ke Gunung Dempo. Yang juga harus dilakukan di Sumatera Selatan  dan tidak boleh terlewatkan adalah mencicipi cita rasa makanan khas Sumatera Selatan yang beraneka ragam. Mulai dari lezatnya pempek Palembang yang terkenal itu. Coba deh dimakan bersamaan dengan kerupuk kemplang. Lezatnya gak kepalang. Jangan lupakan untuk mengecap rasa dari kuah Tekwan atau kuah Model selagi kuahnya masih hangat. Dijamin kamu gak bakalan bisa berhenti. Satu lagi, cari dan temukan kue Maksuba, kue khas Sumatera Selatan yang melegenda. Dan dari semua, jangan lupakan lezatnya Pindang Tulang dan Tempoyak serta Laksan. Semua itu adalah “pemanja selera”.
Kenangan bersama Ibu Dar.

Bagi Saya, kenapa Saya harus berkunjung ke Sumatera Selatan adalah, untuk menjumpai Ibu Dar. Saya ingin sungkem dan mencium tangannya. Tangan yang dulu pernah membuatkan sarapan pagi buat Saya. Sehingga Saya yang jauh- jauh datang ke Negeri Sriwijaya tidak terlantar dan tak merasa lapar.

Jika ditanyakan makna “Wonderful Sriwijaya” kepada Saya saat ini, selain banyak tempat- tempatnya yang memang wonderful, semua sudah sangat jelas. Di Bumi Sriwijaya Saya jumpai banyak orang- orang terbaik, yang suka membantu dan menolong sesama. Di Bumi Sriwijaya  Saya yang pernah terlunta telah dijaga. Dan hanya melangkahkan kaki ke Bumi Sriwijaya Saya mendapatkan seorang bunda.

Wonderful Sriwijaya.

@Bams2016

* * * *  *

2 comments:

  1. Gunung Dempo masih impian. Padahal udah ada direct flight Batam-Palembang huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Keep dreaming teh lina. Sy doakan bisa menggapai puncak Dempo....

      Delete