Sunday, March 5, 2017

PENDAKI ITU PEMBOHONG

Pendaki yang suka bohong, baca ini... :D

By : Bams Nektar

Inspirasi bagi Pendaki #38

Gunung Kerinci adalah gunung yang pertama sekali saya daki. Ya, sekitar beberapa tahun yang lalu lah. Bukan berarti saya banyak duit atau punya banyak waktu yah.  Ini karena saya memang dilahirkan di antara kebun teh di kaki gunung tersebut. Saya menghabiskan waktu sekolah saya sampai di bangku SMA (sekarang SMU) di Kota Sungai Penuh. Jadi, naik ke Gunung Kerinci bukanlah suatu hal yang luar biasa bagi penduduk setempat.



Saat itu saya masih duduk di bangku SMA, dengan keinginan yang menggebu- gebu ingin segera sampai di puncak Gunung Kerinci, saya meminta dipandu oleh abang angkat saya, Bang Erry, yang sudah pernah naik ke gunung tersebut.

Saat itu tidak ada internet, atau media social lainnya tempat kita bisa bertanya tentang jalur, peralatan, cuaca atau kesulitan- kesulitan lainnya yang mungkin dapat kita hadapi di gunung. Saya betul- betul blank tentang naik gunung. Bayangan di benak saya adalah, gunung ini mendaki seperti bukit di belakang rumah saya, namun gunung tentu saja lebih tinggi dari bukit tersebut.

Pada hari H pendakian tersebut, saya betul- betul tertipu dengan bayangan yang ada di benak kepala saya. Menempuh perjalanan antara Pintu Rimba Gunung Kerinci menuju Shelter I saja rasanya jauh minta ampun. Cape sudah pasti karena beratnya beban di punggung pada ransel yang baru sore hari kemarin saya beli.

Alhasil, hampir di setiap tempat peristirahatan di sepanjang jalur tersebut saya merengek ke Bang Erry, selalu bertanya “Apakah Shelter I masih jauh, Bang?”. Bang Erry selalu menjawab, “Bentar lagi kok. Paling juga di atas punggungan bukit ini”. Jawaban itu selalu terlontar dari Bang Erry untuk menyenangkan hati saya dan untuk menambah semangat juang saya. Jujur saja, bagi saya yang saat itu pertama kali naik gunung, jawaban tersebut bak segelas air di padang pasir. Menyegarkan….

Tapi anehnya, setelah melewati satu punggungan, tetap saja si Shelter I nya tidak pernah terlihat! Ampun dije…!

Sahabat pendaki sekalian pasti juga pernah merasakan hal yang sama. Saat berselisih jalan di jalur, bertemu dengan sahabat pendaki lainnya, masing- masing saling memberi semangat, “Ayo, bentar lagi nyampe, gak jauh kok…”. Atau ada yang terlalu mainstream, “Dikit lagi kok, ntar ada yang jual siomay di atas”. Dasar pembohong yang payah… Dasar Pemberi Harapan Palsu (PHP) yang buruk  :D

Namun hal ini seolah sudah menjadi trade mark- nya para pendaki untuk saling memberi semangat kepada pendaki lainnya. Walaupun kadang- kadang memberi semangatnya lebay banget (baca “berlebihan”).

Kebohongan ini tetap saja berlanjut. Saat saya membawa anak saya yang berumur 9 Tahun naik ke Gunung Kerinci, di jalur yang sama butuh tiga jam dari Pintu Rimba Gunung Kerinci menuju Shelter I. Tiga jam adalah waktu yang cukup lama berjalan untuk anak berumuran segitu.

Dan selama tiga jam kemudian saya juga harus meladeni puluhan pertanyaan dari si bocah. Pertanyaan yang sama dengan nada yang sama pula. “Kapan kita sampai di Shelter I, Abi?”. Dan jawabanku juga banyak yang sama, “Sebentar lagi sayang… Sebentar lagi kita akan sampai di Shelter I. Lihat saja pepohonannya sudah mulai terbuka, langit sudah mulai terlihat. Shelter I itu di area yang terbuka”.

Sampai di batas kesabaran si bocah saat kita beristirahat di pinggir lintasan jalur pendakian, dengan mimik wajah khas kesalnya, mata disipitkan, mulut diruncingkan, kening dikerutkan, wajah sedikit dipalingkan si bocah ngedumel, “Sebentar lagi, Sayang… Sebentar lagi, Sayang… Tapi tidak sampai- sampai juga ke tujuan !”.

Saya hanya membalikan badan dan berusaha menahan tawa, dalam hati terbersit, “Belum tahu dia semua pendaki itu pembohong jika menyangkut pertanyaan lamanya jarak tempuh perjalanan “. :D

Memory saya langsung bergerak mundur teringat bahwa saya juga pernah di- PHP oleh Bang Erry di jalur ini :D .

Sahabat pendaki, saya pernah membaca tentang efek placebo. Saya yakin di antara sahabat pendaki juga pernah membaca tentang efek ini.

Beberapa orang pasien di Rumah Sakit yang mempunyai penyakit yang diuji dengan metode efek ini. Mereka diberi vitamin untuk penyakit mereka. Pasien A diberi tahu bahwa dia diberikan vitamin tersebut, sedang Pasien B diberitahu bahwa dia diberi obat untuk penyakitnya.

Hasilnya sangat luar biasa, Pasien B lebih dahulu sembuh dari penyakitnya disbandingkan dengan Pasien A. Hal ini dikarenakan bahwa otak manusia mengeluarkan semacam perintah untuk memperbaiki mekanisme tubuhnya melalui persangkaan dirinya. Dalam kasus ini, si Pasien B diberi stimulus bahwa dia diberi obat yang berguna untuk kesembuhan dirinya, sehingga otak dan tubuhnya bergerak kepada kesembuhan penyakitnya.

Suatu ketika di Negara Eropa, seorang kriminal buronan negara berhasil tertangkap. Sang kriminal adalah buronan kelas kakap yang telah melakukan banyak sekali kejahatan, perampokan, pembunuhan, terorisme dan tidaklah terhitung daftarnya.

Pengadilan Negara menjatuhkan vonis hukuman mati kepadanya dan mereka mulai mendiskusikan hukuman apa yang akan mereka berikan kepada sang kriminal. Mereka memilih beberapa alternatif, diantaranya hukuman gantung, hukuman tembak, kursi listrik, ruang beracun, dll.

Pada saat diskusi tersebut berlangsung, seorang ilmuwan mencadangkan suatu metode baru sebagai percobaan untuk memberi vonis hukuman mati, suatu metode yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Mereka pun mendengarkan ide tersebut dan akhirnya mereka pun menyetujui ide tersebut dan membiarkan sang ilmuwan melakukan riset terhadapnya.

Sang kriminal dimasukkan kedalam suatu ruangan dan dibaringkan dengan tubuh terikat. Matanya ditutup dan dibisikkan ”Kamu akan segera dihukum mati! dengan metode terbaru maka urat nadi di pergelanganmu akan kami potong dan darahmu akan segera menetes. Kamu tidak akan merasa sakit karena teknologi yang kami gunakan sangat canggih.

Darahmu akan menetes perlahan-lahan dan akan membiarkan dirimu mendengar suara tetesannya. Secara perlahan kamu akan kehabisan darah dan tubuhmu akan melemah, detak jantungmu semakin perlahan… semakin lemah… sampai akhirnya kamu akan mati !”

Mereka pun kemudian eksekusi, sang kriminal mulai merasakan potongan di pergelangan tangan kanannya, segera ia merasakan aliran darahnya menetes.. tes..tes… Suara tetesan tersebut membuatnya tahu bahwa dia semakin kehilangan darah, dan tubuhnya semakin lemah. Sampai jantungnya berdetak semakin perlahan, dan tragisnya diapun mati.

Ironisnya, walaupun sang kriminal tersebut mati. Dia tidak sempat menyadari bahwa percobaan yang dilakukan terhadapnya bukanlah teknologi canggih untuk memotong pergelangannya. Tetapi, yang mereka lakukan hanyalah mengambil sepotong es dingin yang tajam, kemudian digunakannya potongan tersebut melewati pergelangannya yang sesungguhnya tidak memotongapapun!

Sang kriminal, yang dibuat percaya bahwa pergelangannya telah dipotong, mengikuti semua sugesti palsu yang dikatakan oleh sang ilmuwan. Walaupun yang dikatakan palsu, tetapi sugesti tersebut menjadi ‘kenyataan’ karena sang kriminal memang mempercayainya!

Apa inti cerita diatas? Dalam otak kita, ada sesuatu yang dinamakan alam bawah sadar, dan apapun yang kita berikan kedalamnya, akan menjadi kenyataan! Tubuh kita akan mempercayai informasi apapun, walaupun itu palsu! Jika kita mempercayainya, maka tubuh kita akan bereaksi seolah-olah itu adalah kenyataan. Sama juga dengan kehidupan, Jika Anda menonton TV yang membentuk pikiran Anda dengan hal-hal yang tidak berguna setiap harinya.. maka diri andapun menjadi pribadi yang tidak berguna.

Karena itu, jika Anda menginginkan hal yang terbaik segera isilah pikiran Anda dengan hal-hal positif.. Jika ingin kaya, isilah otak Anda dengan kekayaan. Jika ingin sukses, isilah pikiran Anda dengan kesuksesan.

Sekarang mari kita buktikan sebaliknya. Hal ini betul- betul terjadi pada pendakian saya ke Gunung Semeru pada Tahun 2013 yang lalu.

Saat itu dalam perjalanan turun gunung dari Jambangan ke Cemoro Kandang, saya dan sahabat pendaki saya, si Iteng, seperti biasa memberikan semangat bagi para pendaki yang menuju ke atas. Terbersit di pikiran saya, “pingin mem- PHP para pendaki ini. ahhh”.

Sampai saat saya berjumpa dengan tiga orang pendaki yang pertama kali naik ke Semeru, berselisih dengan kami mereka berhenti dengan maksud mempersilahkan kami untuk lewat terlebih dahulu. Sambil berhenti mereka bertanya, “Masih jauh Jambangan, Mas ?”. Saya menjawab dengan PHP yang dramatis, “Lumayan jauh, Mas. Ini kita aja udah turun dari Jambangan sekitar empat jam yang lalu”.

Salah satu dari pendaki itu yang membawa carrier segede bagong di punggungnya langsung terduduk di pinggir jalur, dengan wajah letih memelas langsung mengumpat samar, “Juanc*k, Rek. Masih jauh rupanya”. Kebayang khan, dengan beban extra berat di pundak dan jalur yang masih 4 jam lagi yang harus ditempuh…?

Saya dan Iteng segera berlalu sambil menahan senyum dan tawa yang disembunyikan. Faktanya, kami baru saja 15 menit meninggalkan Jambangan.

Saya jahat yah…. ;) , dan saya bersyukur kena PHP di Kerinci, jika tidak, mungkin saya juga akan terduduk di jalur Kerinci sambil mengeluarkan sumpah serapah seperti sahabat pendaki yang saya PHP-in di jalur Semeru.

Gunakan hati saat mendaki.
Salam satu jiwa.

* * * *  *

Doa adalah senjata yang tidak terlihat untuk masalah yang terlihat.

Tulisan ini juga didedikasikan buat saudara sejalur di Kerinci dan Semeru ; Bang Erry, Febrino Satria Utama, Iteng,
*B4MS*

* * * *  *

1 comment: