Belum habis kue-kue hangat yang kami
nikmati bersama teh manis hangat yang disuguhkan oleh pak Asril, beliau kembali
datang mengantarkan dua bungkus nasi goreng untuk sarapan pagi kami. Langsung
saja kami sikat nasi goreng yang telah terhidang sambil mengobrol dengan
siempunya homestay.
Pukul 8:00 wib, kami menitipkan carrier bawaan berisi pakaian ganti ke
pak Asril untuk disimpan sementara waktu di homestay
miliknya. Carrier tersebut tentunya
akan merepotkan jika akan dibawa serta ke tempat tujuan kami, Danau Biru
Sawahlunto. Menurut informasi yang aku dapatkan dari Andes yang sudah pernah
mengunjungi destinasi ini, sebagian jalan menuju ke Danau Biru adalah jalan
tanah berbatu yang masih tidak rata. Semakin sedikit bawaan, akan semakin
memudahkan dalam perjalanan nanti.
Jalan tanah menuju lokasi Danau Biru
Sawahlunto.
Melewati daerah Puncak Cemara,
perjalanan kami menyusuri Jalan Khatib Sulaiman Kota Sawahlunto, kemudian
menuju ke Jalan Hamnan Nur, untuk kemudian menyusuri Jalan Simpang Kolok.
Sampai di sini jalanan yang kami tempuh masih melewati jalanan beraspal yang
licin meskipun mendaki.
Sebuah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Narkotika yang konon adalah lapas khusus narkotika terbesar di Sumatera kami
lewati di sebelah kiri perjalanan kami, untuk kemudian kami sampai ke tempat
wisata kebun buah-buahan Kandi.
Melewati lokasi wisata kebun buah-buahan
Kandi, kami memasuki daerah yang disebut Parambahan, Kecamatan Talawi dengan melintasi
sebuah jembatan yang membentang di atas sebuah sungai. Sesudah melewati
Parambahan Talawi ini, di daerah Kudus, jalanan sudah mulai tidak licin lagi.
Sampai pada suatu persimpangan di
sebelah kiri jalan di daerah Kudus ini, di mana terdapat penunjuk arah yang
terbuat dari spanduk tentang tempat letak Danau Biru, di sinilah jalanan tanah
berbatu dimulai.
Kendaraan bermotor yang kami naiki tidak
dapat melaju kencang karena memang jalanannya sangat jelek. Andes yang menjadi
pembawa motor harus jeli mencari celah jalanan yang agak bagus agar goncangan
yang kami terima tidak terlalu besar.
Jalanan ini sebenarnya adalah jalanan
yang digunakan oleh truk-truk pengangkut batu bara dari pertambangan batu bara
di perbukitan ini. Wajar saja jalanan ini menjadi hancur, mengingat setiap
harinya truk-truk bermuatan besar selalu hilir mudik membawa batu bara di
atasnya.
Sepanjangan perjalanan di jalanan tanah
mendaki ke perbukitan ini, pemandangan yang terhampar adalah jajaran Bukit
Barisan yang menghijau. Di satu atau dua titik di kiri perjalanan terkadang
kita dapat melihat persawahan milik penduduk
di kejauhan sana, terlihat sesekali mengintip di antara sisi perbukitan.
Tiga puluh menit kemudian setelah
melewati simpang jalan masuk ke tujuan wisata ini, kami sampai di sebuah
dataran, di mana terdapat tiga buah pondok untuk berjualan di atasnya. Di sini
kami berhenti dan di sinilah terpampang pemandangan Danau Biru Sawahlunto.
Danau Biru Sawahlunto dari atas bukit.
Aku mengambil beberapa foto dulu dari
atas puncak dataran ini. Danau Biru masih belum memperlihatkan keindahan warna
biru tosca-nya secara maksimal. Sinar Matahari pagi masih terhalang oleh sebuah
puncak bukit yang menjadi dinding curam di danau ini. Kami harus sabar sedikit
menunggu beberapa waktu sampai matahari hampir di atas ubun-ubun kepala,
sehingga sinar Matahari dapat mencapai permukaan Danau Biru dan memantulkan
bias warna danau ini ke segala arah.
Eksplorasi batubara yang masih berjalan
di sekitar Danau Biru.
“Duaarrr...!” Sebuah ledakan yang cukup
keras terdengar dari sisi bukit sebaliknya, jauh di ujung sana. Dinamit
ternyata juga digunakan untuk memecah bebarapa bagian perbukitan untuk mencari
dan memanen “emas hitam” ini.
Danau
Yang Tercipta Tidak Sengaja
Danau biru, demikian orang-orang di Kota
Sawahlunto, Sumatera Barat menyebutnya. Danau yang tercipta karena endapan air
di dalam bekas galian pertambangan batu bara ini, saat ini menjadi tempat
favorit bagi warga setempat maupun wisatawan untuk mengunjunginya, sekedar
untuk berswafoto atau berekreasi menikmati waktu luang di sekitar danau ini.
Bersama teman seperjalanan, dari kiri ke
kanan, Dodi, Andes, Bams.
Kota Sawahlunto sendiri diketahui sudah
memproduksi batu bara sejak tahun 1891. W. H. De Greve, seorang insinyur
pertambangan yang cerdas menemukan bahan tambang ini di tahun 1868 yang lalu. Sejak
itu kota ini menjadi kawasan pemukiman pekerja tambang. Batu bara yang
dihasilkan oleh kota ini di masa jayanya yang telah berlalu bisa mencapai
ratusan ribu ton pertahun.
Seiring dengan sedikitnya batu bara,
bekas-bekasnya-pun disulap menjadi objek wisata yang menarik. Beberapa tempat
bermetafora menjadi museum yang mempertontonkan kegemilangan di masa lalu,
beberapa di antaranya mengisahkan sejarah sedih tentang nasib yang bercerita
tentang “orang rantai” yang terkenal itu. Tidak sedikit di antaranya saat ini
hanya meninggalkan kisah yang terpatri di dalam brosur pariwisata atau
terpajang di dalam frame pada
dinding-dinding museum jika posturnya kecil atau sedang. Jika posturnya besar?
Maka ia harus rela teronggok semakin menua dimakan zaman seperti yang terjadi
pada tiga silo yang berdiri menjulang, terletak di tengah Kota Sawahlunto.
Demikian juga Danau Biru Sawahlunto,
tidak ada yang mengetahui persis kapan bekas galian batu bara ini terisi oleh
endapan air yang semakin lama semakin memenuhi ceruk galiannya. Warga hanya
menyadari bahwa, setelah air memenuhi ceruk galian yang dalam ini setelah
warnanya berubah dari bening menjadi biru tosca. Artinya cuma satu, pariwisata…
Pemandangan Danau Biru dari depan.
Mendekati tengah hari, panas di daerah
ini semakin meningkat. Puncak tempat kami berada memang gersang, tidak terdapat
pepohonan untuk berteduh. Kami hanya mengandalkan pondok tempat orang berjualan
saja sebagai tempat berteduh.
Seiring naiknya Matahari, ini artinya
pantulan sinarnya di permukaan danau mulai memperlihatkan keindahan Danau Biru
ini. Kami bergerak turun menuju bibir jurang sebelah kanan danau untuk mencari
tempat yang bagus guna berswa foto.
Dari sisi tebing sebelah kanan ini kita
dapat mengambil dokumentasi dengan latar belakang Danau Biru dan putihnya
dinding batu di ujungnya yang dihiasi kehijauan pepohonan yang masih tersisa.
View Danau Biru dari tebing sebelah
kanan.
Puas di tempat ini, kamipun bergeser
ke arah depan danau, persis di pinggir
jalan yang digunakan oleh truk-truk pengangkut batu bara berlalu-lalang.
Dokumentasi dari sisi ini dapat memperlihatkan keseluruhan permukaan dari Danau
Biru. Puluhan frame foto kami ambil
sebagai kenangan dan penghias akun media sosial nantinya, mengingat entah kapan
lagi nantinya kaki ini dapat kembali ke tempat yang indah ini.
Tip
& Trik Serta Cara Mencapai Destinasi Danau Biru
Kamu tertarik untuk mengunjungi lokasi
Danau Biru ini? Sebagai jalur lintas Sumatera, Kota Sawahlunto dapat dicapai
melalui Kota Jambi, menuju ke Muara Bungo, dan melewati Kota Dharmasraya dan
Kota Sijunjung. Namun, cara tercepat untuk mencapai destinasi ini tentunya adalah
melaui Kota Padang, Sumatera Barat. Kamu dapat naik travel dari Kota Padang
menuju ke Kota Sawahlunto atau ke tavel dari Kota Padang dengan tujuan Kota
Jambi, lalu turun di simpang yang ke
arah Sawahlunto. Ongkos travelnya sekitar Rp. 50.000,- dengan durasi perjalanan
darat sekitar 3-4 jam melalui Kota Solok.
Dari Simpang ke Sawahlunto, kamu dapat
naik ojek dengan ongkos sekitar Rp. 15.000,- dengan waktu sekitar 15 menit.
Dari Sawahlunto tidak ada kendaraan oplet atau bus yang khusus menuju ke arah Danau Biru ini. Jadi kamu dapat naik
ojek dengan ongkos sekitar Rp. 50.000,-
Tips yang menjadi catatan penting bagi
perjalanan kamu ke destinasi Danau Biru ini adalah, jalanan yang akan kamu
tempuh merupakan medan yang cukup berat, hindari membawa barang-barang yang
berlebihan, bawa kebutuhan secukupnya saja.
Bawa baju hujan untuk mengantisipasi
cuaca, karena di sepanjang perjalanan dengan medan yang berbatu ini tidak ada
rumah atau pondok tempat berteduh. Bawa juga rain cover untuk melindungi kamera atau gadged yang kamu bawa.
Gunakan baju lengan panjang dan topi jika
kamu tidak ingin kulitmu terbakar sinar Matahari, kecuali jika kamu memang
berniat untuk membuat kulitmu kecoklatan menjadi ala-ala eksotis, sehingga
kelihatan sering piknik, he he…
Bawa air minum untuk di perjalanan guna
menghindari dehidrasi, karena disepanjang jalan berbatu menuju ke Danau Biru
tidak ada kedai atau orang yang berjualan makanan atau air minum, kecuali jika
sudah sampai di lokasi.
Pastikan sebelum kamu berangkat ke
lokasi Danau Biru, kamu tidak mempunyai masalah perut, karena di lokasi Danau
Biru belum tersedia fasilitas pendukung toilet yang memadai. Ada baiknya kamu
membawa tisu kering dan tisu basah, buat membersihkan diri setelah buang air.
Untuk alasan keamanan, sebaiknya jangan
pergi sendirian, ajak teman kamu, berombongan lebih baik, mengingat tempatnya
yang jauh dan terpencil. Jika terjadi masalah dengan kendaraan kamu, masih ada
teman yang membantu untuk ke kota memanggil montir.
Bams @2019
ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
ReplyDeletehanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya ^.^