Kendaraan
travel yang kami tumpangi dari Kota
Padang baru saja memasuki Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Setelah sekitar 8
jam perjalanan melewati jalur darat via Kota Muara Labuh, Solok Selatan. Hamparan
pepohonan Kulit Kayu Manis (Cinnamomum
verum) terlihat memerah di hampir seluruh bukit di sepanjang perjalanan
memasuki daerah perbatasan Jambi dan Sumatera Barat ini.
Jalan
sempit mendaki dan berkelok-kelok seperti huruf “S” yang tidak pernah putus
saat memasuki perbatasan daerah ini memberikan sensasi tersendiri bagi kami
dalam menempuhnya. Salah satunya adalah rasa mual. Beruntung sebelum berangkat
ke daerah ini, teman-teman yang ikut dalam perjalanan ini sudah meminum tablet
anti mabuk. Jadi tidak perlu ada drama muntah diperjalanan ini.
Baru
saja melewati satu belokan, sudah disambut dengan belokan lainnya yang
berlawanan arah. Tak jarang disaat melewati belokan itu kendaraan yang kami
tumpangi berselisih dengan kendaraan lainnya. Jika tidak hati-hati, dua
kendaraan ini dapat bersenggolan.
Dan
benar saja, di salah satu belokan kami lihat ada dua kendaraan roda empat yang
sedang memarkirkan kendaraan mereka ke pinggir jalan. Supir kedua kendaraan
tersebut sedang “berdiskusi” di samping salah satu kendaraan tersebut, sambil
salah satu dari supir itu melihat dan menunjuk-nunjuk ke arah badan kendaraannya. Sepertinya kendaraan
mereka baru saja mengalami insiden bersenggolan.
Perlahan,
kendaraan yang kami naiki mencapai ujung jalan yang berkelok-kelok itu, yakni
sebuah kampung yang sudah mendatar, dimana terdapat beberapa warung makan di
kiri-kanannya, yang dikenal dengan nama “Letter Way.”
Perkebunan
rakyat di kiri-kanan jalan mulai terlihat, didominasi tanaman kentang, cabe,
dan bawang. Di sekitaran rumah penduduk di kiri-kanan jalan yang kami lalui,
tak sedikit pula yang menanam daun seledri (Apium
graveolens)dan sayuran lainnya. Rata-rata rumah di daerah ini mempunyai
pekarangan yang cukup untuk sekedar bertani, menanam sekedar sayuran untuk kebutuhan
harian rumah tangga.
Melewati
Gunung Tujuh
Di
tengah perjalanan, kendaraan kami melewati desa bernama “Pelompek”. Di tengah
kampung Pelompek ini terdapat satu simpang jalan raya yang menuju ke arah kiri. Di simpang itu tertulis penunjuk
arah tertulis “Danau Gunung Tujuh”.
Wah,
dari Desa Pelompek ini rupanya jalan masuk jika kita ingin mendaki ke Gunung
Tujuh yang terkenal dengan danaunya yang menjadi danau tertinggi di Asia
Tenggara (1.950 mdpl).
Perlahan,
perbukitan hijau sejauh mata memandang, menghampar bak karpet permadani. Inilah
perkebunan teh tertua yang ada di Indonesia. Selain itu, perkebunan teh yang
terletak di ketinggian 1.400-1.600 mdpl di Kayu Aro ini juga merupakan
perkebunan teh tertinggi ke dua di dunia setelah perkebunan teh Darjeling di
kaki Gunung Himalaya (4.000 m dpl).
Kayu
Aro merupakan satu kecamatan di antara 11 kecamatan yang ada di Daerah Kabupaten
Kerinci, dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Kebun teh ini memiliki luas
3.020 km2. Kawasan Kerinci ini kaya sekali akan panorama yang sangat
menakjubkan, dan di sini juga terdapat Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS),
dimana Gunung Kerinci terdapat di dalam kawasannya.
Kami
berhenti di penginapan Pak Paiman, salah satu penginapan yang terletak di
pinggir jalan raya Kersik Tuo. Setelah mendapatkan kamar untuk beristirahat,
kami memanfaatkan waktu dengan berjalan-jalan menikmati kesejukan udara kebun
teh yang terletak di kaki Gunung Kerinci ini.
Dibangun
Oleh Belanda
Perkebunan
teh ini juga merupakan perkebunan teh dalam
satu hamparan terluas di dunia. Kebun teh Kayu
Aro ini dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada
sekitar tahun 1925 hingga tahun 1928. Perusahaan Hindia Belanda
yang menanam the ini adalah Namblodse Venotschaaf Handle Vereniging
Amsterdam (NV HVA), bersamaan dengan pabriknya.
Menurut
sejarah, lahan yang dulunya berupa hutan ini diubah menjadi sebuah perkebunan
yang pada awalnya mulanya ditanami kopi. Namun karena hasil yang didapat dari
kopi kurang memuaskan, Belanda pun akhirnya mengganti tanaman kopi tersebut dengan
tanaman teh.
Pabrik Teh Kayu Aro Tempo Dulu. Situsbudaya.id
Penginapan Pak Paiman tidak begitu jauh dari simpang Tugu
Macan, simpang yang menjadi titik awal bagi pendaki Gunung Kerinci jika akan
mulai menuju ke pintu rimba Gunung Kerinci. Kami mencoba berjalan kaki
menelusuri jalan menuju pintu rimba tersebut, namun tidak sampai ke pintu rimba
Gunung Kerinci.
Aroma pucuk-pucuk teh terlalu menggoda dan sayang sekali jika
momen ini dibiarkan berlalu dengan cepat. Begitu menemukan jalan-jalan setapak kecil
yang mengarah ke dalam perkebunan ini, itu artinya ada tempat-tempat untuk mengabadikan
pemandangan yang sulit untuk diabaikan begitu saja.
Kebun teh dengan latar belakang Gunung Kerinci (3.805 mdpl)
Jalan-jalan setapak kecil yang menuju ke dalam perkebunan teh
ini sebenarnya digunakan oleh ibu-ibu pemetik daun teh untuk melakukan
pekerjaan mereka memetik teh, atau digunakan oleh pekerja lainnya untuk
melakukan penyemprotan insektisida untuk mengatasi hama pada daun teh.
Perkebunan ini beberapa kali mengalami perubahan status dan
juga manajemen setelah Indonesia merdeka. Kebun teh ini secara resmi dinauingi
oleh PT. Perkebunan VIII di tahun 1974, namun perusahaan ini dikonsolidasi
dengan beberapa perusahaan yang ada di Sumatera Barat dan Jambi, hingga
akhirnya berubah menjadi PT. Perkebunan Nusantara VI pada tahun 1996.
Dijadikan Destinasi Wisata
Perkebunan Teh Kayu Aro dibuka secara resmi sebagai sebuah
destinasi wisata setelah berselang dua tahun kemudian, yakni di tahun 1998. Karena
keindahan kebun teh ini dengan udara sejuk khas pegunungan serta megahnya
Gunung Kerinci, menimbulkan minat yang tinggi dari pengunjung untuk datang ke
sini. Selain berkunjung ke kebun teh, wisatawan juga dapat berkunjung langsung
ke pabriknya.
Wisatawan dapat berfoto bersama pemetik teh.
Dengan kualitas teh-nya yang terbaik, dan juga aroma teh-nya yang khas, membuat sebagian besar teh produksi PTPN VI ini diekspor ke manca negara, salah satunya adalah Negara Belanda. Sejarah juga mencatat, Ratu Beatrix di di Negeri Belanda sangat menyukai Teh Kayu Aro ini.
Kamu tertarik untuk berliburan dan merasakan kesejukan hawa perkebunan teh Kayu Aro ini? Walaupun Kabupaten Kerinci ini termasuk bagian dari Provinsi Jambi, kita sarankan kamu dapat mencapainya lebih cepat dari Provinsi Sumatera Barat, yakni dari Kota Padang.
Setelah
mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, langsung naik travel menuju ke Kerinci. Perjalanan
menuju ke Kerinci menghabiskan waktu antara 8 sampai 9 jam, atau bisa lebih
cepat lagi.
Ongkos
travel ke Kerinci sekitar Rp.
100.000,- untuk mobil jenis engkel ukuran tigaperempat berkursi 14 orang, dan
sekitar Rp. 130.000,- untuk mobil travel
jenis APV berpenumpang 5 orang. Bila ingin dijemput langsung ke Bandara
Internasional Minangkabau biasanya dikenakan charge tambahan sekitar Rp. 20.000,- perorang.
Jika
kamu mengunjungi daerah Kayu Aro ini pada musim libur lebaran atau liburan
sekolahan akhir tahun, kemungkinan Perusahaan Otto (PO) yang ada mengenakan
tuslah/ “toeslag” (pembayaran
tambahan) karena lonjakan arus penumpang.
Ada
baiknya jika kamu memesan jauh-jauh hari kursi angkutan travel ke daerah ini, bukan karena tuslah-nya, namun mengingat banyaknya
putra daerah Kerinci yang menuntut ilmu di Kota Padang. Biasanya mereka akan
pulang ke kampung halamannya di Kerinci pada masa liburan ini. Jadi bisanya
semua travel yang menuju ke Kerinci akan penuh, dan akan sulit sekali mencari
travel ke Kayu Aro ini jika dipesan secara mendadak.
Jika
hal ini terjadi, artinya kamu harus mengeluarkan biaya ekstra untuk menginap
satu atau dua malam lagi di Kota Padang, guna menunggu ketersediaan angkutan
lagi ke daerah tersebut.
Untuk
travel ke Kerinci, salah satunya kamu dapat
menghubungi PO. Sahabat Kerinci Wisata (SKW) di nomor 0852 6657 2777.
Bams
@2019
No comments:
Post a Comment