By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #12
Seorang teman barusan ini mengaplut di sosial media tentang kisahnya yang ditanya oleh seseorang, “Dapat apa Kamu dari mendaki gunung?”. Rupanya pertanyaan itu mampu untuk membuat teman tersebut terdiam dan memikirkannya. Entah kenapa juga pertanyaan itu dilemparkan ke beberapa grup pendaki dan jawabannya tentu saja cukup ramai. Mungkin maksudnya memang pingin mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, atau mengajak audience yang lainnya untuk sama- sama tafakur merenungi kembali tentang hakikat mereka naik gunung.
Jika pertanyaan ini dilemparkan kepada Saya secara perorangan,
jawaban Saya simple saja, “Dengan naik gunung Saya bisa dapat istri…. :D”.
Dan faktanya memang demikian. Saya berkenalan dengan kekasih hati
Saya dahulu di Bulan April Tahun 1998 sewaktu Saya tengah melakukan pendakian
ke Gunung Talang (2.597 mdpl), di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Lewat
perkenalan di jalur pendakian, jalan berduaan sambil ngobrol, akhirnya
berlanjut untuk silahturahmi yang lebih erat, ditambah segudang gombalan model
aktivis mahasiswa yang menumbangkan Orde Baru, akhirnya Pendaki wanita tersebut
berhasil Saya ajak untuk bersama- sama “mendaki” tangga kehidupan melalui Pintu
Pelaminan.
Jika ditanya apakah Saya mendapatkan financial dari mendaki
gunung? Jawabnya jelas saja tidak. Malah Saya menghabiskan financial Saya di
hobby ini. Kecuali jika Saya menjadikan hobby ini sebagai mata pencarian,
menjadi leader trek gunung professional atau memiliki EO dan perusahaan
adventure. Tentunya Saya bisa mendapatkan profit darinya.
Jadi, selain istri, apa saja yang Saya dapatkan dari mendaki
gunung? Saya mulai menghitungnya… Di akhir hitungan apa yang telah Saya
dapatkan, Saya kemudian menyadari bahwa yang di dapatkan dari semua itu ternyata
bersifat Non Materi.
Tahun 2011 lalu, saat Saya masih bekerja di sebuah perusahaan
asing yang bergerak di bidang jasa Pest Control (Pengendalian Hama). Saat itu
Saya dipercaya oleh perusahaan untuk satu tugas tambahan selain dua jabatan
yang telah Saya pegang sebelumnya yakni, memegang jabatan untuk Renewal
Contract Officer (Perpanjangan kontrak kerja sama dengan customer). Alhasil,
Saya memegang tiga jabatan fungsional namun hanya menerima satu gaji, hiks….
Suatu hari di Bulan April pada tahun yang sama, Saya mengajukan
proposal perpanjangan kontrak kerjasama kepada salah satu customer yang eksis,
yakni perusahaan swasta penyedia jasa
listrik yang memasok 75% listrik di Pulau Batam kepada PLN, dengan kenaikan
harga kontrak pekerjaan untuk tahun tersebut mencapai 50 %. Kebayang khan
besarnya…???
Sebenarnya kenaikan harga 50% itu juga Saya rasa terlalu tinggi,
karena biasanya saat renewal Saya hanya
diberikan target 10% kenaikan harga kontrak oleh perusahaan Saya.
Untuk suatu kesempatan yang telah di berikan oleh customer
tersebut, Saya mempresentasikan program Pest Control baru yang akan diterapkan
di bangunan mereka selama 30 menit dan menghabiskan waktu 30 menit berikutnya
untuk sesi tanya jawab.
Di akhir sesi Tanya jawab tersebut, pimpinan perusahaan dari
customer tersebut menanyakan, “Mana proposalnya, Pak ?” , yang langsung
diserahkan oleh teman bagian administrasi Saya kepada Manejer tersebut.
Saya berpikir, wajar jika si customer ingin mempelajari terlebih
dahulu program yang Saya tawarkan dan mempertimbangkan besaran angka 50%
kenaikan harga yang timbul karenanya, karena rata- rata customer memang
demikian.
Namun, kejadian berikutnya membuat Saya melongo heran, si Manejer
mengambil map dari tangan rekan administrasi Saya, membuka map tersebut di
halaman paling akhir dan langsung menandatangani persetujuan di proposal
tersebut. Beliau berdiri dari kursinya sambil bilang, “Terima kasih atas
presentasinya, sampai jumpa di lain waktu. Kontraknya kirimkan saja ke General
Affair Saya…!”. Nah looohhhh….
Jelas saja di sepanjang jalan pulang ke kantor Saya tertawa
terbahak- bahak. Mengapa tidak Saya naikan saja sebanyak 80% atau 100% harga
pekerjaannya ya? Toh harganya juga tidak dilihat sama sekali oleh customernya.
Memang seperti itulah jasa. Kita memberikan suatu pelayanan Non
Materi kepada customer, dan customer merasakan kepuasan secara Non Materi juga.
Jika Anda merasa puas atas pelayanan yang telah diberikan, harga (materi) menjadi
nomor dua.
Saya pernah bertemu orang- orang yang mengejar kepuasan mereka
tanpa menghiraukan berapa banyak mereka sudah menghabisnya duit mereka. Ada
teman yang menghabiskan jutaan duitnya untuk membeli joran dan menyewa kapal
untuk memancing di laut. Juga ada teman yang mengeluarkan puluhan juta duitnya
untuk membeli berbagai jenis burung karena suaranya yang merdu. Ujung- ujungnya
pulang dari laut tanpa mendapatkan ikan seekorpun atau baru beli burung pagi
ini, siang tidak sengaja terlepas. Lalu beli lagi…
Mereka tetap saja tersenyum… Mereka sudah mendapatkan kepuasannya
yang bersifat Non Materi sesuai dengan ukuran mereka. Catat yah,,, “Sesuai
dengan ukuran mereka…!!!”. Tidak dapat disentuh… Tidak tergapai… Ada di sana,,,
jauh di dalam dada.
Kembali kepada pendaki, jika kepuasan sesuai dengan ukuran kita adalah
tujuan utama kita dalam hobby ini, berarti lapar menjadi nomor dua, haus
menjadi nomor tiga, ngantuk jadi nomor empat, letih jadi nomor lima, kedinginan
jadi nomor enam, kepanasan jadi nomor tujuh, kehujanan jadi nomor delapan,
tersesat jadi nomor sebilan, dan financial yang telah dikeluarkan menjadi nomor
sepuluh. Saya yakin anda setuju, teman…
Lalu jika dengan mendaki gunung sudah dapat membuat Saya
mendapatkan “ejakulasi” (baca: kepuasan), sesuai dengan ukuran Saya sebagai
seorang Pendaki, berarti apa yang Saya dapat sebagai tujuan Saya sudah tercapai
donk. Lalu pertanyaan “Dapat apa Kamu dari mendaki gunung?” tadi secara otomatis Saya yakin sudah terjawab.
* * * * *
Segenggam permata memang sangat berharga teman,,, tapi bagi
sebutir benih…???
Semoga jiwamu
tercerahkan.
*B4MS*
*****
No comments:
Post a Comment