La tahzan ya
pendaki
(Jangan bersedih
wahai Pendaki)
Setelah membaca tulisan
ini, para pendaki tidak akan pernah bersusah hati lagi …
By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #31
Sabtu
pagi, saya terpaksa membuka account FB saya dengan menggunakan laptop dan
modem. Entah mengapa sudah beberapa hari ini account tersebut tidak dapat
dibuka melalui gadget di sekitar komplek perumahan saya. Barangkali ada
kerusakan relay di tower pada kartu selular yang saya gunakan. Anehnya, sinyal
yang terbaca di gadget tersebut terlihat full namun sayangnya tidak berfungsi
sebagaimana mestinya dan jika sudah
keluar dari komplek perumahan, abrakadara….. Tiba- tiba saja semua notifikasi- notifikasi
itu “menyerbu” dengan derasnya, membuat saya harus menunggu beberapa saat agar
clang- cling bunyi tone yang dikeluarkannya berhenti dengan sendirinya.
Di
salah satu notifikasi dari salah satu grup pendaki, mata saya tertuju pada
postingan saudara pendaki saya dengan nama Al-jawwaal Cell Susilo. Postingan
itu sebenarnya sudah lewat beberapa hari di link https://www.facebook.com/groups/239247686280221/
dan sudah pernah pula saya komentari. Namun pagi ini, dengan secangkir teh
kualitas ekspor yang saya dapat dari perkebunan teh di kaki Gunung Kerinci,
saya coba mengembangkan postingan tersebut untuk saya sajikan bagi sahabat
pendaki di grup ini. Mudah- mudahan berguna dan bermanfaat.
Postingan saudara pendaki
saya itu kira- kita tertulis :
Pendakian Yang Tertunda
Ceritanya anak saya yang
sulung merengek- rengek untuk diajak mendaki gunung, umurnya baru 9 tahun dan
baru beberapa hari mulai menapaki bangku kelas 3 SD.
Sudah berbagai alasan dan
nasehat tapi tetap merengek. Akhirnya bapaknya pun jadi nggak tega . Akhirnya hari Minggu saya
nyicil membeli sleeping bag dan setelah putar-putar dapat sleeping bag R** yg
menurut saya sudah mencukupi.
Setelah itu segala
perlengkapan dan logistik sudah saya siapkan dengan agak tergesa karena
keputusan yang mendadak, maklum liburan sekolah tinggal 2 hari yaitu Senin dan
Selasa tanggal 4 dan 5 Agustus. Dengan senyum puas si anak sulung yang sudah
berhasil membujuk bapaknya akhirnya berangkatlah kami menuju Gunung Merbabu
(3142 mdpl) dan rencananya akan melalui Klaten ke Boyolali menuju basecamp Selo
yaitu daerah yang terletak antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.
Setelah
30 menit perjalanan kami tiba di salah satu traffic light di wilayah klaten.
Pas lampu hijau ternyata ketika motor sudah melaju dompet saya terjatuh, dua
pengendara yang sama-sama melintas memberikan informasi kalau dompet saya
terjatuh sekitar 100 meter di belakang. Saya pun putar balik motor menyisir
lokasi, namun rupanya sudah ada yang mengambil dompet saya kemudian berlalu.
Akhirnya karena yang ada dalam dompet meliputi KTP, SIM, STNK, ATM, NPWP dan beberapa kartu lain dan uang tunai lebih dari 1,3 juta yang sedianya untuk uang saku mendaki ikut raib maka mau tidak mau pendakian saya batalkan. Raut sangat kecewa sudah pasti terpancar dari anak saya itu tapi apa daya tidak mungkin saya lanjutkan tanpa membawa identitas dan surat penting lainnya.
Maaf ya nak, pasti ada hikmah kenapa Allah menentukan bahwa pendakian ini harus batal. May be next time jalan akan lebih mudah dan lebih baik.....
Pembatalan suatu pendakian sangat
mungkin terjadi kepada kita para pendaki. Banyak sebab dan alasan di luar
kendali kita untuk hal tersebut, seperti kejadian di atas. Di salah satu status
kawan pendaki FB sayapun, sering saya
baca bahwa yang bersangkutan akhirnya harus membatalkan keberangkatannya
dari Jakarta ke Gunung Semeru di Jawa Timur karena masalah pekerjaan yang tiba-
tiba saja harus mendapat perhatian lebih. Padahal tiket kereta api sudah
terbeli, nah looohhh….
Beberapa malam yang lalu, saat saya
sedang berkumpul bersama- sama sahabat di Federasi Panjat Tebing Indonesia Kota
Batam (FPTI), seorang atlet panjat sempat curhat ke saya. Sebut saja namanya
Bunga :D .
“Bang, seharusnya hari ini aku sebenarnya
sudah berada di Lombok untuk urusan kejuaran sport climbing, namun apalah daya,
luka di jari tangan ini belum
Kering betul, padahal aku bela- belain
disinar laser ke Singapur beberapa hari yang lalu biar lukanya cepat mengering”.
Curhatnya si Bunga.
Teman tersebut baru saja mendapat satu
kecelakaan “kecil” pada saat latihan wall climbing. Saat pemanasan sebelum
latihan, dia melakukan pull up di tiang gawang futsal di sekitar tempat wall
climbing berada. Tapi tiba- tiba saja, entah bagaimana caranya tiang gawang
tersebut roboh, dia terjatuh dan tiang tersebut menimpa jari kelingking dan
jari manis tangan kanannya. Dua jari tersebut pecah dan terpaksa harus “berkenalan”
dengan 7 jahitan di jari manis dan 6 jahitan di jari kelingking. Hal tersebut
cukup menjadi suatu penyesalan baginya karena harus merubah rencana hidupnya
dan harus kehilangan satu putaran kejuaraan wall climbing di luar daerah.
Jari tangan adalah asset yang sangat
berharga bagi seorang pemanjat, sama halnya kaki juga adalah asset yang sangat berharga
bagi seorang pendaki.
Saya hanya bisa menghiburnya dengan
sebuah cerita dari sebuah kisah yang pernah saya baca di media elektronik, tentang seorang
astronot yang tidak dapat menggapai cita- citanya. Frank Salazak.
Mari kita simak apa cerita dari Frank
Salazak tersebut.
Semua dimulai dari impianku. Aku ingin
menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki
sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot.
Namun, sesuatu pun terjadilah.
Gedung putih mengumumkan mencari warga
biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan
warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu
juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke
kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan! Aku
lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.
Selama beberapa minggu berikutnya,
perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental.
Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat
pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti
program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center. Dari 43.000 pelamar,
kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang
berkumpul untuk penilaian akhir.
Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara.
Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini?
Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa.
Lalu tibalah berita yang menghancurkan
itu. NASA memilih Christina McAufliffe.
Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku
lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya.
Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku? Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa
aku diperlakukan kejam? Aku berpaling pada ayahku. Katanya, “Semua terjadi
karena suatu alasan.”
Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul
bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu
melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali.
Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa
bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku
dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua
penumpang. Aku teringat kata-kata ayahku,
“Semua terjadi karena suatu alasan.”
“Semua terjadi karena suatu alasan.”
Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat
menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi
ini.
Aku memiliki misi lain dalam hidup.
Aku tidak kalah; aku seorang pemenang.
Aku menang karena aku telah kalah.
Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan. - - -
Aku memiliki misi lain dalam hidup.
Aku tidak kalah; aku seorang pemenang.
Aku menang karena aku telah kalah.
Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan. - - -
Toh akhirnya hanya Tuhan Yang Maha Tahu yang menentukan hal
yang terbaik bagi kita. Kita tidak tahu apa- apa tentang masa depan. Kita hanya
bisa menarik hikmah atas suatu musibah yang kita terima. Seandainya jari tangan
si pemanjat tidak terluka, mungkin saja dia dapat ikut kejuaraan wall climbing
di Lombok, namun mungkin saja di sana bisa saja musibah lebih besar dapat
terjadi pada diri si pemanjat. Lagi pula harus disyukuri juga bahwa musibah itu
terjadi di kampung sendiri, jadi banyak teman atau saudara bisa membantu. Nah,
jika terjadi di negeri orang ??? Bakalan susah sendiri.
Si Bunga jadi terbuka pemikirannya. “Benar juga ya, Bang.
Karena sakit ini aku bisa punya banyak waktu luang untuk memikirkan bisnisku.
Kamar mandi rumah kos- kosan aku sudah lama perlu perbaikan, motor- motor aku
yang aku sewakan juga sudah lama tidak diservis, belum lagi kandang ayam di
rumah itu sudah minta diperbaiki. Kemarin ku tinggal ikut kejuaraan di Jawa
selama dua bulan, ayam- ayamnya banyak yang mati…”. Nah… Lohhhh…
Kawan- kawan pendaki yang budiman, saya baru saja
mengilustrasikan beberapa kejadian di atas dengan satu pencerahan bahwa, di
manapun anda berada, Tuhan selalu mengirimkan Malaikat- Malaikat penjaganya
untuk anda.
“Malaikat” tersebut mengambil dompetnya yang terjatuh di
lampu merah, sehingga si bapak menjadi gagal untuk membawa naik anaknya ke
Gunung Merapi, karena bisa saja nantinya anaknya atau mereka berdua dapat
musibah di Gunung Merapi.
“Malaikat” itu juga berbentuk tiang gawang futsal saat si
atlit panjat terjatuh karenanya, dan
karena itu dia tidak bisa ikut kejuaraan sport climbing di luar daerah,
karena mungkin saja di luar daerah sana bisa jadi malah dapat musibah yang
lebih besar.
“Malaikat” itu juga berbentuk Christina McAufliffe
di dalam kisah Frank Salazak di atas. Dia menggantikan posisi Frank Salazak
untuk kemudian menjadi salah satu korban tewas dalam musibah meledaknya pesawat
challenger.
Jika ditanya apakah “Malaikat”
tersebut juga pernah terjadi pada kehidupan saya ? Ya… Hal itu juga terjadi
pada kehidupan saya.
Pada suatu malam Minggu yang cerah, 20
April 2014 yang lalu, saya berkumpul bersama teman- teman pendaki, backpacker
dan pemanjat sekota Batam di sebuah angkringan. Sambil bercengkrama kami saling
buka gadget untuk melihat harga tiket pesawat dari Kota Batam ke Jakarta dan ke
Surabaya. Jika tidak ada aral melintang, minggu depannya saya punya keinginan
dan berencana untuk mendaki ke Gunung Gede dan bulan depannya akan ke Gunung
Semeru. Aahh, booking tiketnya besoknya saja-lah, mudah- mudahan ada harga
promo yang lebih “bersahabat” lagi. Itu saat jam tangan saya menunjukan waktu
pukul 23:00 WIB.
Ketentuan dari Tuhan ternyata
mendahului keingin saya di pukul 01:00 WIB dini hari. Cuma berselang dua jam
saja, saya menjumpai “Malaikat” penjaga saya dalam bentuk jalur yang basah dan
licin pada keheningan malam di dalam kawasan sebuah hutan lindung di Kota
Batam. Ya, tangan kiri saya patah karena tergelincir pada jalur yang basah dan
licin tersebut
Tentu saja saya harus mengubur keinginan
saya di Minggu depannya untuk naik ke Gunung Gede, dan membatalkan rencana saya
untuk naik ke Gunung Semeru di bulan depannya. Yang menyedihkan saya lagi,
kejadian tersebut juga mempunyai “efek domino” terhadap rencana saya untuk naik
ke Annapurna Base Camp (ABC) di Nepal pada Bulan November 2014, serta otomatis
menghapus segala goresan tinta pena saya di kalender dinding rumah yang telah
terlingkari untuk pendakian beberapa gunung lagi di sepanjang Tahun 2014.
Miris….
Kadang dalam diam dan keheningan,
membuat hati saya selalu saja mempertanyakan musibah ini kepada Tuhan. Kenapa
bisa terjadi seperti ini ? Kenapa rencana dan keinginan yang sudah dipersiapkan
dari jauh hari bisa berantakan, hanya dalam tempo waktu dua jam setelah
melihat- lihat harga tiket di internet, saat dini hari tersebut. Hal ini betul-
betul membuat saya berkecil hati. Jauh di dalam hati sana ada perasaan sedih
yang tak terhingga, karena rencana saya di Tahun 2014 buyar semua.
Empat bulan setelah itu, Tuhan
menjawab pertanyaan saya. Budget tabungan sebesar 1.500 Singapur dolar yang tadinya
sudah saya siapkan untuk ke Annapurna di Nepal, saat dikonversi ke rupiah setelah
empat bulan berlalu, dapat nilai tukar (rate) yang lumayan bagus, sehingga saya
dapat melunasi kredit motor yang baru berjalan 4 bulan hanya dengan 1.200
Singapur dolar saja, sehingga masih tersisa 300 Singapur dolar lagi yang dapat
saya jadikan cadangan budget untuk naik gunung di Malaysia.
Jawaban dari Tuhan selanjutnya adalah,
dalam masa istirahat dan penyembuhan, saya juga mempunyai banyak waktu luang
yang akhirnya saya gunakan untuk menulis. Yups, jika bukan karena musibah
tersebut, anda sahabat pendaki yang budiman, tidak akan pernah membaca artikel pertama
hingga yang ke 31 ini dari saya. Yaaa,,, artikel yang sedang anda baca ini
adalah artikel yang ke 31 dari saya di grup ini.
Jawaban tambahan lainnya dari Tuhan adalah,
beberapa tulisan saya dapat menang di tiga kategori lomba menulis yang diadakan
oleh salah satu toko penjualan outdoor sport di Surabaya, sehingga
Alhamdulillah saya dikirimi tiga buah hadiah, yakni carrier, sleeping bag dan
sebuah tenda. Komplit… (tinggal nyari trangia) :D
Karena semua jawaban dari Tuhan itu,
saya sudah mulai berani bercanda dengan Tuhan, “Ya Tuhanku, kenapa hanya untuk
mendapatkan tenda, carrier dan sleeping bag gratis, harus pakai acara patah
tanganku terlebih dahulu ya Tuhan ??? Jangan- jangan untuk mendapatkan trangia
gratis juga harus pakai acara patah bagian tubuh yang lainnya, xixixixixi….
Tobat Tuhan…. Gak mau lagi ngerasain sakitnya…”
Sahabat pendaki yang budiman, saat
anda terkena kemacetan di jalan raya, itu adalah para “Malaikat” anda yang
membuat anda terlambat untuk masuk
bekerja, hanya untuk suatu maksud. Jangan jengkel karenanya… Saat anda
menjumpai kendaraan yang menyalip anda di jalan raya, itulah “Malaikat” anda
untuk suatu tujuan. Jangan marah karenanya…. Saat anda di PHK dari suatu
pekerjaan, bos yang mem-PHK anda adalah “Malaikat” anda, dia baru saja
menjadikan anda seorang pengusaha. Tersenyumlah sahabat pendaki. La
Tahzan…
Nah, sahabat pendaki, sudahkah anda
menjumpai Malaikat anda hari ini ?
Salam satu jiwa.
* * * *
*
Tuhan sendiri meletuskan Gunung Api
Purba di Sumatera Utara agar Danau Toba tercipta dan kita dapat berlayar di
atasnya. Tuhan meletuskan Gunung Samalas agar Danau Segara Anak mempesona mata
kita. Tuhan juga meletuskan Gunung Krakatau agar Anak Krakatau lahir cantik dan
indah setelahnya.
Bahkan Tuhan tetap saja memberikan
keindahan setelah memberikan musibah dan
bencana yang maha dahsyat, agar kita dapat menikmati keindahan itu saat ini.
Keindahan itu dapat muncul dari suatu
bencana. Semua akan indah pada akhirnya.
Semoga
jiwamu tercerahkan.
*B4MS*
* * * *
*
Bams
mengajak untuk :
“GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”
No comments:
Post a Comment