By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #38
Gunung Kerinci adalah gunung yang pertama sekali saya daki. Ya, sekitar
beberapa tahun yang lalu lah. Bukan berarti saya banyak duit atau punya banyak
waktu yah. Ini karena saya memang dilahirkan
di antara kebun teh di kaki gunung tersebut. Saya menghabiskan waktu sekolah
saya sampai di bangku SMA (sekarang SMU) di Kota Sungai Penuh. Jadi, naik ke
Gunung Kerinci bukanlah suatu hal yang luar biasa bagi penduduk setempat.
Saat itu saya masih duduk di bangku SMA, dengan keinginan yang
menggebu- gebu ingin segera sampai di puncak Gunung Kerinci, saya meminta
dipandu oleh abang angkat saya, Bang Erry, yang sudah pernah naik ke gunung
tersebut.
Saat itu tidak ada internet, atau media social lainnya tempat kita
bisa bertanya tentang jalur, peralatan, cuaca atau kesulitan- kesulitan lainnya
yang mungkin dapat kita hadapi di gunung. Saya betul- betul blank tentang naik
gunung. Bayangan di benak saya adalah, gunung ini mendaki seperti bukit di
belakang rumah saya, namun gunung tentu saja lebih tinggi dari bukit tersebut.
Pada hari H pendakian tersebut, saya betul- betul tertipu dengan
bayangan yang ada di benak kepala saya. Menempuh perjalanan antara Pintu Rimba
Gunung Kerinci menuju Shelter I saja rasanya jauh minta ampun. Cape sudah pasti
karena beratnya beban di punggung pada ransel yang baru sore hari kemarin saya
beli.
Alhasil, hampir di setiap tempat peristirahatan di sepanjang jalur
tersebut saya merengek ke Bang Erry, selalu bertanya “Apakah Shelter I masih
jauh, Bang?”. Bang Erry selalu menjawab, “Bentar lagi kok. Paling juga di atas
punggungan bukit ini”. Jawaban itu selalu terlontar dari Bang Erry untuk
menyenangkan hati saya dan untuk menambah semangat juang saya. Jujur saja, bagi
saya yang saat itu pertama kali naik gunung, jawaban tersebut bak segelas air
di padang pasir. Menyegarkan….
Tapi anehnya, setelah melewati satu punggungan, tetap saja si Shelter
I nya tidak pernah terlihat! Ampun dije…!
Sahabat pendaki sekalian pasti juga pernah merasakan hal yang sama.
Saat berselisih jalan di jalur, bertemu dengan sahabat pendaki lainnya, masing-
masing saling memberi semangat, “Ayo, bentar lagi nyampe, gak jauh kok…”. Atau
ada yang terlalu mainstream, “Dikit lagi kok, ntar ada yang jual siomay di
atas”. Dasar pembohong yang payah… Dasar Pemberi Harapan Palsu (PHP) yang
buruk :D
Namun hal ini seolah sudah menjadi trade mark- nya para pendaki untuk
saling memberi semangat kepada pendaki lainnya. Walaupun kadang- kadang memberi
semangatnya lebay banget (baca “berlebihan”).
Kebohongan ini tetap saja berlanjut. Saat saya membawa anak saya yang
berumur 9 Tahun naik ke Gunung Kerinci, di jalur yang sama butuh tiga jam dari
Pintu Rimba Gunung Kerinci menuju Shelter I. Tiga jam adalah waktu yang cukup
lama berjalan untuk anak berumuran segitu.
Dan selama tiga
jam kemudian saya juga harus meladeni puluhan pertanyaan dari si bocah.
Pertanyaan yang sama dengan nada yang sama pula. “Kapan kita sampai di Shelter
I, Abi?”. Dan jawabanku juga banyak yang sama, “Sebentar lagi sayang… Sebentar
lagi kita akan sampai di Shelter I. Lihat saja pepohonannya sudah mulai
terbuka, langit sudah mulai terlihat. Shelter I itu di area yang terbuka”.
Sampai di batas
kesabaran si bocah saat kita beristirahat di pinggir lintasan jalur pendakian,
dengan mimik wajah khas kesalnya, mata disipitkan, mulut diruncingkan, kening
dikerutkan, wajah sedikit dipalingkan si bocah ngedumel, “Sebentar lagi,
Sayang… Sebentar lagi, Sayang… Tapi tidak sampai- sampai juga ke tujuan !”.
Saya hanya
membalikan badan dan berusaha menahan tawa, dalam hati terbersit, “Belum tahu
dia semua pendaki itu pembohong jika menyangkut pertanyaan lamanya jarak tempuh
perjalanan “. :D
Memory saya
langsung bergerak mundur teringat bahwa saya juga pernah di- PHP oleh Bang Erry
di jalur ini :D .
Sahabat pendaki,
saya pernah membaca tentang efek placebo. Saya yakin di antara sahabat pendaki
juga pernah membaca tentang efek ini.
Beberapa orang
pasien di Rumah Sakit yang mempunyai penyakit yang diuji dengan metode efek
ini. Mereka diberi vitamin untuk penyakit mereka. Pasien A diberi tahu bahwa
dia diberikan vitamin tersebut, sedang Pasien B diberitahu bahwa dia diberi
obat untuk penyakitnya.
Hasilnya sangat
luar biasa, Pasien B lebih dahulu sembuh dari penyakitnya disbandingkan dengan
Pasien A. Hal ini dikarenakan bahwa otak manusia mengeluarkan semacam perintah
untuk memperbaiki mekanisme tubuhnya melalui persangkaan dirinya. Dalam kasus
ini, si Pasien B diberi stimulus bahwa dia diberi obat yang berguna untuk kesembuhan
dirinya, sehingga otak dan tubuhnya bergerak kepada kesembuhan penyakitnya.
Suatu ketika di Negara
Eropa, seorang kriminal buronan negara berhasil tertangkap. Sang kriminal
adalah buronan kelas kakap yang telah melakukan banyak sekali kejahatan,
perampokan, pembunuhan, terorisme dan tidaklah terhitung daftarnya.
Pengadilan Negara menjatuhkan vonis hukuman mati kepadanya dan mereka mulai mendiskusikan hukuman apa yang akan mereka berikan kepada sang kriminal. Mereka memilih beberapa alternatif, diantaranya hukuman gantung, hukuman tembak, kursi listrik, ruang beracun, dll.
Pada saat diskusi tersebut berlangsung, seorang ilmuwan mencadangkan suatu metode baru sebagai percobaan untuk memberi vonis hukuman mati, suatu metode yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Mereka pun mendengarkan ide tersebut dan akhirnya mereka pun menyetujui ide tersebut dan membiarkan sang ilmuwan melakukan riset terhadapnya.
Sang kriminal dimasukkan kedalam suatu ruangan dan dibaringkan dengan tubuh terikat. Matanya ditutup dan dibisikkan ”Kamu akan segera dihukum mati! dengan metode terbaru maka urat nadi di pergelanganmu akan kami potong dan darahmu akan segera menetes. Kamu tidak akan merasa sakit karena teknologi yang kami gunakan sangat canggih.
Darahmu akan menetes perlahan-lahan dan akan membiarkan dirimu mendengar suara tetesannya. Secara perlahan kamu akan kehabisan darah dan tubuhmu akan melemah, detak jantungmu semakin perlahan… semakin lemah… sampai akhirnya kamu akan mati !”
Mereka pun kemudian eksekusi, sang kriminal mulai merasakan potongan di pergelangan tangan kanannya, segera ia merasakan aliran darahnya menetes.. tes..tes… Suara tetesan tersebut membuatnya tahu bahwa dia semakin kehilangan darah, dan tubuhnya semakin lemah. Sampai jantungnya berdetak semakin perlahan, dan tragisnya diapun mati.
Ironisnya, walaupun sang kriminal tersebut mati. Dia tidak sempat menyadari bahwa percobaan yang dilakukan terhadapnya bukanlah teknologi canggih untuk memotong pergelangannya. Tetapi, yang mereka lakukan hanyalah mengambil sepotong es dingin yang tajam, kemudian digunakannya potongan tersebut melewati pergelangannya yang sesungguhnya tidak memotongapapun!
Sang kriminal, yang dibuat percaya bahwa pergelangannya telah dipotong, mengikuti semua sugesti palsu yang dikatakan oleh sang ilmuwan. Walaupun yang dikatakan palsu, tetapi sugesti tersebut menjadi ‘kenyataan’ karena sang kriminal memang mempercayainya!
Apa inti cerita diatas? Dalam otak kita, ada sesuatu yang dinamakan alam bawah sadar, dan apapun yang kita berikan kedalamnya, akan menjadi kenyataan! Tubuh kita akan mempercayai informasi apapun, walaupun itu palsu! Jika kita mempercayainya, maka tubuh kita akan bereaksi seolah-olah itu adalah kenyataan. Sama juga dengan kehidupan, Jika Anda menonton TV yang membentuk pikiran Anda dengan hal-hal yang tidak berguna setiap harinya.. maka diri andapun menjadi pribadi yang tidak berguna.
Karena itu, jika Anda menginginkan hal yang terbaik segera isilah pikiran Anda dengan hal-hal positif.. Jika ingin kaya, isilah otak Anda dengan kekayaan. Jika ingin sukses, isilah pikiran Anda dengan kesuksesan.
Pengadilan Negara menjatuhkan vonis hukuman mati kepadanya dan mereka mulai mendiskusikan hukuman apa yang akan mereka berikan kepada sang kriminal. Mereka memilih beberapa alternatif, diantaranya hukuman gantung, hukuman tembak, kursi listrik, ruang beracun, dll.
Pada saat diskusi tersebut berlangsung, seorang ilmuwan mencadangkan suatu metode baru sebagai percobaan untuk memberi vonis hukuman mati, suatu metode yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Mereka pun mendengarkan ide tersebut dan akhirnya mereka pun menyetujui ide tersebut dan membiarkan sang ilmuwan melakukan riset terhadapnya.
Sang kriminal dimasukkan kedalam suatu ruangan dan dibaringkan dengan tubuh terikat. Matanya ditutup dan dibisikkan ”Kamu akan segera dihukum mati! dengan metode terbaru maka urat nadi di pergelanganmu akan kami potong dan darahmu akan segera menetes. Kamu tidak akan merasa sakit karena teknologi yang kami gunakan sangat canggih.
Darahmu akan menetes perlahan-lahan dan akan membiarkan dirimu mendengar suara tetesannya. Secara perlahan kamu akan kehabisan darah dan tubuhmu akan melemah, detak jantungmu semakin perlahan… semakin lemah… sampai akhirnya kamu akan mati !”
Mereka pun kemudian eksekusi, sang kriminal mulai merasakan potongan di pergelangan tangan kanannya, segera ia merasakan aliran darahnya menetes.. tes..tes… Suara tetesan tersebut membuatnya tahu bahwa dia semakin kehilangan darah, dan tubuhnya semakin lemah. Sampai jantungnya berdetak semakin perlahan, dan tragisnya diapun mati.
Ironisnya, walaupun sang kriminal tersebut mati. Dia tidak sempat menyadari bahwa percobaan yang dilakukan terhadapnya bukanlah teknologi canggih untuk memotong pergelangannya. Tetapi, yang mereka lakukan hanyalah mengambil sepotong es dingin yang tajam, kemudian digunakannya potongan tersebut melewati pergelangannya yang sesungguhnya tidak memotongapapun!
Sang kriminal, yang dibuat percaya bahwa pergelangannya telah dipotong, mengikuti semua sugesti palsu yang dikatakan oleh sang ilmuwan. Walaupun yang dikatakan palsu, tetapi sugesti tersebut menjadi ‘kenyataan’ karena sang kriminal memang mempercayainya!
Apa inti cerita diatas? Dalam otak kita, ada sesuatu yang dinamakan alam bawah sadar, dan apapun yang kita berikan kedalamnya, akan menjadi kenyataan! Tubuh kita akan mempercayai informasi apapun, walaupun itu palsu! Jika kita mempercayainya, maka tubuh kita akan bereaksi seolah-olah itu adalah kenyataan. Sama juga dengan kehidupan, Jika Anda menonton TV yang membentuk pikiran Anda dengan hal-hal yang tidak berguna setiap harinya.. maka diri andapun menjadi pribadi yang tidak berguna.
Karena itu, jika Anda menginginkan hal yang terbaik segera isilah pikiran Anda dengan hal-hal positif.. Jika ingin kaya, isilah otak Anda dengan kekayaan. Jika ingin sukses, isilah pikiran Anda dengan kesuksesan.
Sekarang mari kita buktikan sebaliknya. Hal ini betul- betul terjadi
pada pendakian saya ke Gunung Semeru pada Tahun 2013 yang lalu.
Saat itu dalam perjalanan turun gunung dari Jambangan ke Cemoro
Kandang, saya dan sahabat pendaki saya, si Iteng, seperti biasa memberikan
semangat bagi para pendaki yang menuju ke atas. Terbersit di pikiran saya,
“pingin mem- PHP para pendaki ini. ahhh”.
Sampai saat saya berjumpa dengan tiga orang pendaki yang pertama kali
naik ke Semeru, berselisih dengan kami mereka berhenti dengan maksud
mempersilahkan kami untuk lewat terlebih dahulu. Sambil berhenti mereka
bertanya, “Masih jauh Jambangan, Mas ?”. Saya menjawab dengan PHP yang dramatis,
“Lumayan jauh, Mas. Ini kita aja udah turun dari Jambangan sekitar empat jam
yang lalu”.
Salah satu dari pendaki itu yang membawa carrier segede bagong di
punggungnya langsung terduduk di pinggir jalur, dengan wajah letih memelas
langsung mengumpat samar, “Juanc*k, Rek. Masih jauh rupanya”. Kebayang khan,
dengan beban extra berat di pundak dan jalur yang masih 4 jam lagi yang harus
ditempuh…?
Saya dan Iteng segera berlalu sambil menahan senyum dan tawa yang
disembunyikan. Faktanya, kami baru saja 15 menit meninggalkan Jambangan.
Saya jahat yah…. ;) , dan saya bersyukur kena PHP di Kerinci, jika
tidak, mungkin saya juga akan terduduk di jalur Kerinci sambil mengeluarkan
sumpah serapah seperti sahabat pendaki yang saya PHP-in di jalur Semeru.
Gunakan
hati saat mendaki.
Salam
satu jiwa.
* * * *
*
Doa adalah senjata yang tidak terlihat untuk masalah yang terlihat.
Tulisan ini juga didedikasikan buat saudara sejalur di
Kerinci dan Semeru ; Bang Erry, Febrino Satria Utama, Iteng,
*B4MS*
* * * *
*
Inspiratif.. izin repost bang bams...
ReplyDelete