By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #43
Tulisan ini membalik kisah seorang
mahasiswi yang belakangan menjadi terkenal karena foto di account media
sosialnya dengan kucing hutan yang telah mati. Kebetulan saja bersamaan dengan
lagi hebohnya kasus Tri Ida Susanti, mahasiswi Jember yang ditangkap polisi
gara-gara mem-posting foto tiga ekor Kucing Hutan (Felis
bengalensis) dalam
kondisi mati. Peran netizen sangat besar dan sangat vital, sehingga kasus
tersebut terungkap dan masyarakat mendapat edukasi bahwa satwa jenis tertentu
masuk spesies dilindungi.
Sedikit berbeda dengan cerita sedih di
atas, namun masih berkaitan dengan
masalah kucing ini, sekitar Bulan Februari 2015 yang lalu, seekor kucing
kampung berwarna keemasan tiba- tiba jadi sering bertandang di pintu gubug
saya. Saya sendiri tidak tahu siapa pemiliknya. Uda Rakan, anak Saya pernah
bertanya tentang, “Nama apa yang harus kita berikan buat kucing ini ya, Abi?” Saya
menjawab dengan jawaban seasalnya, “Kita kasih nama Miawati Kuningasari
Morningti Sepanjanghari saja, ya”
“Panjang sekali namanya, bi?” sambil
kebingungan dengan pandangan sudut mata menerawang menyamping ke atas khas si
bocah ini.
“Panggil saja dengan nama depannya,
MIAW !” Gampang bukan? Jawab Saya sambil tertawa. Si bocah juga ikut tertawa.
Jadilah si Miaw bagian dari hari- hari
kami selanjutnya. Ini karena ternyata si Miaw
mempunyai keterbatasan, kaki kanan depannya mungkin patah, jalannya
lambat terpincang- pincang, seolah- olah menahan rasa sakit. Patah kaki kanan
depannya tersebut mungkin tergilas roda sepeda motor, atau bisa jadi gilasan
roda mobil, dan dengan demikian dia berjalan hanya dengan menggunakan tiga
kaki. Kasihan… L
Tidak perlu diberi tahu, tidak perlu
diundang, si Miaw akan selalu ada di tiga waktu penting di depan pintu gubug
Saya. Dia akan berjalan terpincang- pincang di waktu sarapan pagi, lain waktu
dia sudah duduk manis di saat waktu makan siang, dan mata memelasnya sudah
terlihat di saat Saya tengah makan malam. Tepat waktu seperti biasanya.
Tentunya di tiga waktu makan tersebut Saya selalu menjamu si Miaw semampunya
Saya. Ikan, udang, ayam atau tahu tempe yang Saya suguhkan selalu habis
dilahapnya, kecuali nasi. Nasi tidak pernah dimakannya. Kucing yang aneh…
Kita tinggalkan sejenak si Miaw dengan
ketepatan waktunya yang menakjubkan. Bulan Agustus 2013, Alhamdulillah saya
mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Gunung Semeru di Jawa Timur. Itu
adalah saat- saat di mana musim kemarau bertahta dengan hawa dingin yang
menusuk tulang. Jalan setapak yang berdebu dengan rumput kering kerontang.
Kawan seperjalanan hanya bisa pasrah dalam selimut sleeping bag yang menghangatkan saat Saya tinggalkan dia terlena di
Kalimati. Melintasi lautan verbena
brasiliensis berwarna kuning keemasan karena kekeringan. Oro- oro ombo jauh
dari harapan Saya, berbeda 180 derajat saat Saya melihat foto- foto berwarna
lautan ungu milik sahabat Saya di kamarnya di Pasuruan sana. Nafsu serakah Saya
berbisik, “Saya harus datang lagi ke Oro- oro ombo ini suatu hari nanti untuk
melihatnya berhiaskan warna ungu. Harus…!”
Bulan Mei 2015. Sebuah diskusi kecil terjadi
di dalam kendaraan yang membawa Saya dan beberapa orang sahabat, termasuk di
dalamnya beberapa orang admin Grup Pendaki Indonesia, membahas tentang
pendakian ke Gunung Lawu dalam rangka operasi bersih gunung tersebut. Saat
kendaraan masih melaju di tol lingkar dalam Kota Jakarta, tidak tahu dari mana
mulainya, rencana ke Gunung Lawu malah berubah menuju Gunung Semeru.
Jadi, tanpa perencanaan sebelumnya,
kendaraan yang kami tumpangi malah “mbablas” ke Jawa Timur. Saya sih,
menyalahkan iklan rokok di sebelah kanan jalan tol di Jakarta yang kami lewati
sebelumnya sebagai penyebab melesetnya arah navigasi kami sehingga “tersesat”
dari tujuan awalnya yang mau ke Gunung Lawu namun “nyasar” ke Gunung Semeru.
Saat terjadi diskusi kecil tentang arah perjalanan dan menghasilkan keputusan
yang buntu, tiba- tiba saja lampu billboard
iklan rokok yang segede bagong di sebelah kanan jalan tol itu berkerlap-
kerlip. Kami menoleh ke arah iklan
tersebut, dan gambar Gunung Semeru terpampang jelas di iklan itu sebagai background seorang lelaki macho bintang
iklannya yang sedang memegang sebatang rokok di selipan jari- jari tangan
kanannya. Menurut Saya ini kode alam… Capsus deh Semeru!
Salah satu pertimbangan lainnya juga,
bahwa kegiatan di Gunung Lawu sudah ada beberapa admin Grup Pendaki Indonesia
yang mengkoordinirnya, sementara grup juga punya agenda untuk melaksanakan bakti
sosial di Gunung Kidul, Yogyakarta. Jadi, setelah turun dari gunung Semeru bisa
sekalian melakukan kegiatan bakti sosial tersebut. Jadi pertimbangannya agar dua kegiatan
tersebut dapat diselesaikan oleh dua team
yang dipisah.
Setelah melewati dua hari satu malam
perjalanan darat yang melelahkan, dihantam hujan deras dari pos satu sampai pos
tiga Gunung Semeru, terkapar sambil ngorok di pos tiga semalaman, keesokan
harinya Saya sudah berada di Oro- oro ombo yang sedang bersolek dengan warna
ungu-nya. Subhanallah, ini betul- betul pemandangan yang spektakuler. Wangi
tanah basah, semilir angin dari lembah, senyum tipis dari bibir si bocah.
Beberapa pendaki melintas di punggungan bukit sebelah kiri Oro- oro ombo,
kilatan blitz kamera kelompok pendaki lainnya bersahutan tidak jauh dari tempat
Saya berada, dan teman seperjalanan kali ini sedang terbaring di sana, namun
kali ini sedang asik menikmati panorama atau juga sedang melamunkan jodohnya
yang saat ini entah berada di mana? Saat itu hari kedua jalur Gunung Semeru
dibuka untuk umum.
Bagi sahabat yang bermukim di tanah Jawa apalagi di daerah Jawa
Timur, mungkin hal ini biasa saja. Sahabat bisa seminggu sekali mengunjungi
Ranukumbolo atau Oro- oro ombo. Namun bagi Saya yang berada ribuan kilometer di
seberang laut sana, bisa datang untuk kedua kalinya ke lokasi ini adalah suatu
nikmat yang tiada bandingnya. Dan Saya yakin, bahwa terpenuhinya “nafsu
serakah” Saya untuk kembali ke Semeru guna melihat Oro- oro ombo dalam bentuk
yang berbeda – saat musim hujan – adalah karena si Miaw yang tepat waktu duduk
bersimpuh di depan pintu dengan mata memelasnya.
Kuncinya? Setiap Saya memberikan
sebagian rezeki dari piring Saya kepada si Miaw, di dalam hati Saya selalu
berdoa, “Ya Allah, dengan sedekah hamba ini kepada makhlukmu, izinkan hamba
untuk kembali mengunjungi Oro- oro ombo”
Dan doa tersebut terkabul dalam masa tiga
bulan saja. Sederhana bukan?
Aamiin…
Gunakan hati saat mendaki.
Salam satu jiwa.
* * * * *
Sayangilah
makhluk yang ada di Bumi, niscaya yang ada di langit akan menyayangimu (HR.
Ath- Thabrani)
Semoga
jiwamu tercerahkan.
*B4MS*
* * * * *
Bams mengajak
:
“GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”
No comments:
Post a Comment