By
: Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #04
“Mengapa
suka naik gunung ?”. Kawan- kawan mungkin pernah atau sering kali ditanya oleh
teman, tetangga, atau orang tua, “Mengapa suka naik gunung ??? “. Jika
jawabannya “iya”, berarti kita senasib…. Seringkali jika ditanya dengan
pertanyaan seperti itu, Saya kadang juga bingung mau kasih jawaban apa yang
cocok untuk diutarakan yah ???
Sudah
menjadi kebiasaan bagi Saya untuk berbicara dengan orang lain menggunakan
bahasa yang “sesuai” dengan konteks umurnya, seperti yang biasa digunakan oleh
orang jawa dalam berbicara menggunakan Bahasa Jawa. Ada bahasa kasar, ada yang
halus. Menyesuaikan dengan konteks umur orang yang diajak bercakap- cakap, walaupun
sepanjang hidup saya dilahirkan dan besar di Sumatera yang kebanyakan
menggunakan bahasa padang, melayu atau batak. Kadangkala juga harus
menyesuaikan kepada background edukasi mereka. Jika ngobrol dengan anak esde,
Saya akan gunakan bahasa yang dapat dengan mudah difahami oleh mereka. Berbeda
dengan berkomunikasi dengan mahasiswa, orang kantoran dan yang pendidikannya
lebih tinggi, paling kurang mereka mengerti akan vokalisasi, definisi dan
sinonimisasi serta sasi- sasi yang lainnya.
Seperti
misalnya jika yang bertanya adalah anak kecil, untuk pertanyaan di atas, “Mengapa
suka naik gunung ?”. Kira- kira Saya akan menjawab “Kita dapat menikmati
pemandangan yang indah di sana dek, bla, bla, bla…. “. Dengan harapan si adek
mau mengikuti hobby Saya, menjadi seorang Pendaki.
Saya
akan menceritakan tentang hal- hal yang menyenangkan dalam perjalanan Saya,
teman- teman seperjalanan yang luar biasa, indahnya sunrise dan sunset di atas 3.000 mdpl, lembutnya daun edelweiss,
gemerisik cantigi yang ditiup angin, dan seribu alasan keindahan dan kesenangan
lainnya. Saya akan menggambarkan “Surga”
kepadanya. Tidak mungkin Saya akan menceritakan kegetiran selama di perjalanan
kepadanya. Beratnya beban di pundak, dingin yang menyayat kulit, terjangan
badai dan halimun gunung, atau pesta pora pacet, kalajengking dan ular yang
menyambut kedatangan pendaki. Ditambah pula bahaya hypothermia, dehidrasi atau
mountain sickness yang menghantui. Ntar dia langsung kabur, dan hilanglah satu
jiwa yang suatu hari nanti mungkin saja dapat dididik menjadi volunteer/ relawan
konservasi.
Jika
yang bertanya adalah teman sebaya, “Mengapa suka naik gunung ?”. Jawaban Saya
biasanya yang lebih “diplomatis”, seperti “Ikutlah denganku ke Gunung, maka kau
akan tahu kenapa Aku suka naik gunung”. Kadang- kadang jawaban ini berhasil
“meracuni” sang kawan, dan,,,, tentu saja dia ketagihan. Tambah satu lagi
pendaki di negeri ini. Jika temen cewek yang melontarkan pertanyaan ”Mengapa
suka naik gunung ?”, jawaban Saya biasanya “Aku mau latihan dulu mendaki
gunung, setelah itu Aku akan mendaki hatimu”…. Hallaaahhhh…. Modus…
Nah,
jika orang yang lebih tua umurnya dari Saya menanyakan hal yang sama, “Mengapa
suka naik gunung ?”. Jawaban yang paling aman yang sering saya berikan adalah
jawaban yang sedikit patriotis, meminjam kata- kata Hoek Gie, “Itu karena Saya
mencintai negeri ini. Bagaimana Saya dapat mencintai negeri ini jikalau Saya
tidak mengenal apa saja yang ada di negeri ini”. Untuk mencintai sesuatu, kita
harus mengenalnya lebih dekat…. Aseeeekkkk.
Dari
semua jawaban yang pernah Saya berikan, saya berfikir,,, Saya butuh satu
jawaban yang mampu menjawab 3 pertanyaan yang sama, dari 3 strata umur yang
berbeda. Suatu jawaban yang dapat terus disebutkan untuk siapapun yang
bertanya. Akhirnya, dari beberapa cerita yang digabungkan menjadi satu, menjadi
landasan jawaban Saya, jika Saya ditanya “Mengapa suka naik gunung ?”.
Nabi
Adam AS dan Hawa saat diturunkan di Bumi, diturunkan pada tempat yang terpisah.
Mereka saling mencari satu sama lainnya. Tak jarang mereka mendaki gunung yang
tinggi dengan harapan dari puncak gunung itu dapat melihat ke sekelilingnya,
untuk menemukan belahan jiwanya. Adam AS mendaki karena CINTA… Pada belahan
jiwanya…
Menurut
riwayat, akhirnya mereka bertemu saat sama- sama mendaki ke puncak Gunung Rahmah
(Jabal Rahmah) di kota Mekkah.
Siti
Hajar, ibundanya Nabi Ismail AS, juga seorang pendaki. Ketika dia dan anaknya
ditinggalkan oleh bapak para nabi, Ibrahim AS, Siti Hajar berlari kecil mendaki
ke Gunung Safa untuk mencari air bagi bayi mungil buah hatinya yang kehausan,
Ismail AS. Tidak menemukan air di gunung Safa, beliau berlari kecil kembali ke
Gunung Marwa guna mencari air. Begitu seterusnya sampai 7 x pulang balik. Saat
terakhir kali beliau melewati Ismail AS, ternyata ada mata air yang memancar
dari tanah di kaki Ismail AS. Itulah zam- zam, mata air yang tak pernah kering
dan menyembuhkan. Dan karena air itu, lembah yang dulunya kering menjadi sebuah
kota, Bakka (Mekkah saat ini). Siti /hajar mendaki karena CINTA… Pada buah
hatinya…
Yesus
(Isa AS) mendaki ke Gunung Golgota (tengkorak) sambil membawa salib di
pundaknya. Dan menurut umat Nasrani itu memang harus dilakukan untuk memenuhi
takdirnya. Yesus (Isa AS) mendaki kerena CINTA… Pada pengikutnya…
Rasulullah
Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi rasul juga suka, malah sering naik
gunung. Gunung Cahaya (Jabal Nur) yang ada di pinggir kota Mekkah, untuk
menyendiri di Goa Hira. Untuk lepas dari hiruk pikuk dunia, mencari ketenangan
guna menemukan esensi keilahian yang murni. Sampai suatu malam, Ruh yang mulia,
yakni Jibril, muncul di hadapannya dan memerintahkan Muhammad SAW untuk
membaca, “Iqra’… (bacalah…)”. Muhammad SAW mendaki karena CINTA… Pada Tuhannya…
Nah
itu dia… CINTA adalah jawaban yang universal buat Saya. Jika ada yang bertanya
Mengapa kamu suka naik gunung ?”, jawabannya , “AKU MENDAKI KARENA AKU CINTA…”.
Aku
cinta dengan negeri ini, sehingga Aku harus mendaki untuk mengenalnya. Aku
cinta dengan teman- temanku, sehingga Aku harus mendaki, untuk minum kopi
bersama mereka. Aku cinta pada Nabi ku, sehingga Aku harus mendaki karena mengikuti
jejaknya. Aku cinta kepadamu kekasih hatiku, sehingga Aku harus mendaki untuk
menggoreskan namamu di atas pasir gunung. Yaaa,,, AKU MENDAKI KARENA AKU CINTA…
Gunakan Hati Saat Mendaki.
Salam satu jiwa.
* * * *
*
Habiskan
nasi gorengnya sampai pada butir terakhir kawan. Untuk mendapatkan satu butir
nasi, petani kita menunggu sampai satu musim untuk memanennya.
Semoga
jiwamu tercerahkan.
* B4MS *
* * * *
*
No comments:
Post a Comment