Sunday, July 5, 2015

TULISAN INI AKAN MERUBAH PENDAKI

TULISAN INI AKAN MERUBAH PENDAKI

Jika setelah membaca tulisan ini anda tidak memperbaiki diri, bisa jadi suatu malam yang membeku nanti, di dasar suatu jurang anda akan berteriak, “Bams Nektar, Saya menyesal mengabaikan tulisan anda…!!!”. Dan sangat mungkin itu adalah teriakan anda yang terakhir…

By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #16

Sepanjang pengalaman Saya dalam menjalani hobby mendaki gunung, memang tidak selalu mulus. Tidak mulus dalam artian bahwa tidak “semua baik- baik saja”. Akan menjadi suatu kebohongan jika Saya ungkapkan kepada saudara pendaki Saya di grup ini bahwa semua pendakian atau ekspedisi yang Saya lakukan tidak ada kendala sama sekali.


Kendala tersebut puluhan, bahkan mungkin ratusan banyaknya. Mulai dari yang kecil seperti kelupaan bawa sarung tangan, kehilangan senter, belum mengetahui sulitnya jalur (buta jalur), dan lain sebagainya. Sampai kepada kendala yang lumayan besar seperti teman satu team yang jatuh sakit atau kecelakaan.

Dari semua kendala tersebut, tentunya ada yang akhirnya terlupakan dilumat sang waktu yang sombong (by: Iwan Fals), namun ada juga yang mungkin tidak akan pernah terlupakan sama sekali. Biasanya hal tersebut karena sifatnya memang krusial dan berhubungan dengan keselamatan nyawa, yang membuat Saya mengambil pelajaran dan harus memperbaikinya agar di depan tidak terjadi lagi hal semacam itu.

Satu kebiasaan yang tercipta dari kendala tersebut, membuat Saya hari ini selalu membawa peralatan survival kemanapun Saya pergi. Kejadian itu membuat Saya menjadi ARTIS (Always Ready To Incident and Survive). Biasanya EDC (Every Day Carrie) di dalam tas sandang Saya selalu tersedia sebilah pisau, peluit, senter, water proof matches, alumunium blanket, Fire  Starter dan kompas,  atau jika membawa backpack, simple first aid juga akan Saya bawa. Saya tidak merasa “aman” jika keluar rumah tanpa membawa tools tersebut.

Kisah yang merubah kebiasaan Saya ini dimulai puluhan tahun yang lalu, tepatnya 31 May 1997, di Gunung Tandikat atau disebut juga gunung Tandikek atau Tandikai yang membentang di dataran tinggi Minangkabau Sumatra Barat, kira – kira 7.5 km dari kota Padang Panjang, Gunung ini membentang lebar kearah selatan, dan di sebelah barat berbatasan dengan Danau Maninjau, salah satu danau yang terkenal di Sumatera Barat. Sementara di sebelah utara gunung ini berdampingan dengan Gunung Singgalang, dan sebelah timur merupakan gugusan volcanic Tersier yang sudah tua.

Tandikat juga merupakan bagian dari 3 puncak gunung di Minangkabau yang dikenal dengan Puncak-puncak Tri Arga (yaitu Singgalang, Marapi dan Tandikat).

Gunung Tandikat tidak terlalu tinggi, puncaknya mencapai 2.438 mdpl, dan
mempunyai pemandangan yang sangat indah sebagaimana layaknya sebuah gunung api. Istimewanya di gunung ini, kita bisa turun ke dasar kawah gunung ini, di mana terdapat beberapa lubang kecil kepundan yang mengeluarkan asap belerang serta berbunyi menderu. Pada dasar kawah ini cukup luas dan bisa mendirikan tenda. Selain itu juga terdapat telaga kecil tapi airnya berasa belerang.

Di kawasan hutan lindung nya segala jenis hewan liar masih sangat mudah ditemui, rangkong, simpai dan siamang akan senantiasa menyertai perjalan mendaki gunung Tandikat, dan jika “beruntung”, Harimau Sumatera  (Panthera tigris sumatrae) yang saat ini diperkirakan berjumlah 400- 500 ekor, juga dapat kita jumpai.

Suatu Sabtu siang di 31 May 1997, dua orang pendaki yang tidak Saya kenal datang ke tempat Saya kos untuk meminjam perlengkapan mendaki atas rekomendasi teman pendaki lainnya,,, yang juga tidak Saya kenal, nah loohhh…

Namun karena sesama pendaki itu bersaudara, perlengkapannya Saya pinjamkan dengan catatan Saya boleh turut serta karena Saya juga belum pernah mendaki ke sana. Jadilah siang itu kami bertiga langsung berangkat ke target pendakian.

Sayangnya, setelah gelap tiba dan kami sudah tiga per empat perjalanan mendaki ke puncak, ternyata kami tersesat. Senterpun tiba- tiba berulah tidak bisa menyala. Betul- betul tersesat tanpa ada jalan dan di sekeliling kami hanya ada gelapnya hutan belantara Sumatera tempat habitat Harimau Sumatera berada.

Kepanikan tentu saja melanda Saya, apalagi setelah Saya interogasi dua orang teman pendaki yang mengiringi Saya tersebut, ternyata juga baru pertama kali ini ke Tandikat…. Ya Salam…. #tepuk jidat geleng-geleng kepala.

Saat- saat menerobos hutan rimba yang rapat, tanah gembur yang apabila diinjak maka kaki terbenam sampai ke paha, ranting yang penuh onak berduri, tanpa bantuan cahaya, adalah saat- saat dramatis yang sulit untuk dilupakan. Perasaan takut, khawatir dan dekat dengan kematian dan mungkin sebentar lagi akan berjumpa dengan Tuhan, sulit untuk diabaikan. Melihat dan menyentuh jejak Harimau di tanah basah, kemudian lari terbirit- birit sambil ngos- ngosan juga merupakan pengalaman yang menegangkan.

Untukmu kawan, yang pernah menjadi Survivor, Saya paham dan mengerti bagaimana kecamuk “rasa” itu.

Sejak kejadian tersebut, Saya bertekad untuk tetap selalu siap sedia untuk keadaan kritis yang mengharuskan Saya survive. Survival tidak harus selalu dilakukan di hutan. Di kotapun keadaan survival itu sangat mungkin dapat kita jumpai. Terperangkap di gedung yang roboh karena gempa bumi ataupun terjebak pada kecelakaan di mobil yang terjun ke jurang mungkin saja diprediksi. Jadilah kemana- mana Saya seperti “paranoid” yang selalu ditemani survival kit tersebut.
Luar biasanya, hal menyepelekan masalah survival ini melekat hampir pada semua pendaki. Mungkin mereka berpikir, “Saya tidak berencana untuk tersesat atau melakukan survival”. Saat itu Saya juga tidak “berencana” untuk tersesat, tapi rencana Tuhan rupanya mendahului rencana Saya. Jadilah akhirnya Saya menjalani rencana Tuhan terlebih dahulu.
Tersesat kok direncanakan… Justru karena kita tidak berencana tersebutlah, kita harus bersiap diri. Pelajari materinya, lengkapi peralatannya. Jika tiba- tiba terjadi kepada kita, setidaknya persentase peluang untuk hidup kita lebih tinggi, dibandingkan jika kita tidak mempunyai ilmu survival dan tidak mempunyai perlengkapan apapun. Benar..???
Mari kita kaji salah satu status di grup ini , Tanggal 28/05/2014, diposting oleh saudara kita dengan nama FB Risal Suba.
“ Dapat dari status teman, foto tidak dibagikan untuk melindungi privasi korban. melihat foto- fotonya membuat Saya cukup merinding, kelopak mata kanan bagian bawah sobek, wajah memar dengan kondisi tertidur terlentang di panas terik jalur puncak ke arcopodo.”

“ Must Read .... !!! Aku menemukan pendaki baru ini terjatuh ketika sedang menuruni puncak Mahameru, kira- kira 120 meter dari puncak pada hari Sabtu kemarin, Tanggal 24 mei 2014, pada jam 10.00 siang, dengan luka sobek di kantung mata dan wajah memar- memar, dan kulit wajah hampir separo mengelupas serta badan memar- memar  juga. Dengan tanpa persiapan air maupun logistik sedikitpun, dan untuk turun ke kalimati tentu masih membutuhkan waktu sekitar 4 jam lebih dengan kondisi seperti ini. Mereka berangkat dari kalimati hanya berbekal kamera... Dan tanpa peralatan P3K sama sekali... Coba bayangkan deh !!! Beruntung mereka bertemu dengan rombongan kita, karena kita adalah rombongan terakhir yang tengah turun dan penuh dengan logistik serta obat- obatan dan peralatan P3K.
NB : (1.) Kamera hanya untuk mengabadikan moment dan tentu saja kalo kita lapar, kamera sudah tidak ada artinya.. !!! (2.) Jam 10 pagi di atas gunung itu sudah teramat panas. (3.) Harap cek kembali barang bawaan ketika mau berangkat seperti air mineral, logistik, P3K yang cukup untuk summit. (4.) Minta panduan orang yang ahli biar kita aman di perjalanan. ‪‎Just Info, semoga bermanfaat”.

Percayalah kawan, Saya sudah melihat foto- fotonya di grup pendaki lainnya, dan insiden ini termasuk yang terparah. Parah dari luka- lukanya, parah karena Survivor tidak punya fist aid kit, dan lebih parah lagi dia tertinggal sendiri oleh kelompoknya di barisan paling belakang. Untung ada kelompok terakhir di belakangnya. Seandainya kelompoknya adalah kelompok yang terakhir ? Dan dia adalah orang yang terakhir di kelompok itu ? Jelas dia akan menjadi orang yang pertama yang bikin panik isi satu gunung hari itu.

Tidak salah dan memang benar pepatah yang menyebutkan, “Sedia payung sebelum hujan”, dan juga Saya teringat sebuah adagium di kemiliteran yang berbunyi, “Lebih baik mandi keringat pada saat latihan dari pada mandi darah pada saat pertempuran”.

Untuk kasus- kasus pada kaum kita, kaum pendaki ini, adagium tersebut 1.000% berlaku. Persiapan menentukan keselamatan nyawa kita di masa depan. Jargo-nya, “Prepare to day for survive tomorrow”. ( - Bersiap hari ini untuk bertahan hidup di esok hari - )

Persiapkan dirimu dari sekarang kawan, selagi sehat dan selagi sempat. Pelajari ilmunya, perlengkapi peralatannya. Jika setelah membaca tulisan ini anda tidak memperbaiki diri, bisa jadi di suatu malam yang membeku nanti, di dasar suatu jurang anda akan berteriak, “Bams Nektar, Saya menyesal mengabaikan tulisan anda…!!!”. Dan sangat mungkin itu adalah teriakan anda yang terakhir…

* * * *  *
Bukanlah spesies terkuat yang dapat bertahan hidup, bukan juga spesies yang terpintar yang dapat bertahan hidup. Yang mampu bertahan hidup adalah yang paling mampu beradaptasi terhadap perubahan. ( - Charles Darwin - ).

Berubahlah kawan, jika tidak berubah? Punah….

Semoga jiwamu tercerahkan.

*B4MS*

* * * *  *

Bams mengajak untuk :

 “GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”


BAMS2 photo BAMS2.jpg YULI2 photo OELIEL2.jpg ZAKI photo ZAKI.jpg RAIHAN photo RAIHAN.jpg RAKAN photo RAKAN.jpg KEENAN photo KEENAN.jpg

No comments:

Post a Comment