Dari
keseluruhan provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, hanya satu
provinsi yang harus Saya kunjungi – kembali - , setelah delapan belas tahun
yang lalu Saya sempat untuk menginjakan kaki ke tanah Sriwijaya dengan kisah
kerajaannya yang terkenal gilang gemilang itu. Kenapa Saya harus berkunjung ke Sumatera Selatan? Apa gerangan yang
membuat hati Saya tidak bisa jauh dari negeri yang berhiaskan Jembatan Ampera
sebagai icon utamanya tersebut? Tentunya semua berawal dari kisah yang Saya
alami delapan belas tahun yang lalu.
Tahun 1996, saat pulang kampung ke Kerinci, di dalam angkutan bus malam, Saya satu bus dengan beberapa pendaki dari Kota Padang. Karena merasa sehobby, kita ngobrol sepanjang perjalanan dan setelah tahu mereka baru pertama kali ke Kerinci, Saya menawarkan gubug Saya sebagai tempat singgah sementara untuk istirahat sebelum mereka melakukan pendakian, dan mereka menerimanya. Orang tua Saya hanya dapat menyediakan selembar tikar butut tempat berbaring dan sedikit jamuan sarapan dengan telur mata sapi untuk mereka. Karena saat itu memang hanya itu yang kami punya.
Dari kiri ke kanan; Dede, Bams, Arif, Zul, Herman.
Tahun
berlalu dengan cepat, menggilas semua kenangan persahabatan tentang kenangan
itu. Dua tahun kemudian, Bulan Maret Tahun 1998, dari Kota Padang Saya
berangkat melakukan pendakian solo ke Gunung Dempo di Pagar Alam, Sumatera
Selatan. Dalam perjalanan, Saya mampir ke Kota Jambi, di mana ada beberapa
teman di sana untuk dijumpai. Dengan sedikit rayuan, beberapa teman berhasil
Saya “racuni” sehingga akhirnya mereka ikut bersama Saya ke Gunung Dempo,
Sumatera Selatan, untuk melakukan
pendakian. Hasilnya? Rencana pendakian solo malah jadi pendakian dengan grup
beranggotakan 5 orang.
Berbekal
info yang sangat minim, tanpa guide
dan buta masalah jalur Dempo, akhirnya kami sampai di Kota Pagar Alam, Sumatera
Selatan. Mencari rumah Pak Anton, yang katanya sering dijadikan tempat
persinggahan para pendaki. Kami diterima sangat baik di sana. Keramahtamahan
keluarga Pak Anton mewakili wajah warga Sumatera Selatan yang sangat
bersahabat. Lepas magrib kami jalan- jalan sebentar ke sekeliling kampung yang
dikelilingi kebun teh dan berhawa dingin. Kami mampir di sebuah warung yang ada
di tepi jalan utama kampung tersebut untuk sekedar mencicipi rasa dan hangatnya
kopi di dinginnya udara kaki Gunung Dempo. Tanpa sengaja, di warung ini kami
ngobrol dengan salah satu pemuda desa, Arif namanya.
Setelah
tahu kami seperti orang buta di Pagar Alam ini, tanpa kami minta Arif
menawarkan diri untuk mengantarkan kami untuk naik ke Gunung Dempo, yang tentu
saja kami terima dengan sukacita. Bukan hanya mengantarkan saja, Arif juga
mengundang kami untuk makan malam di rumahnya. Kebaikan hati keluarga kecil ini
tidak bisa Saya lupakan. Makan malam sederhana yang disuguhkan Ibu Dar – ibunya
Arif – terasa sangat membantu mengurangi beban pengeluaran kami yang saat itu
masih mahasiswa yang pas- pasan, yang nekat- nekatan ke Sumatera Selatan dengan
dana anak kost yang terbatas.
Di depan pabrik pengolahan teh, Kota Pagar Alam.
Bukan
hanya itu saja kebaikan yang kami dapatkan dari keluarga Ibu Dar ini. Bahkan setelah
turun dari Gunung Dempo dua hari kemudian, kami juga masih disuguhi sarapan
pagi di rumahnya. Walaupun sarapan pagi yang sederhana dan Ibu Dar menyempatkan
diri untuk membuatnya sebelum beliau berangkat kerja untuk memetik teh di
perkebunan. Kebaikan demi kebaikan yang kami terima itu sampai saat ini,
setelah 18 Tahun, masih melekat erat di dalam ingatan Saya.
Untuk kenangan ini, Saya
pribadi sudah menganggap Ibu Dar sebagai ibu angkat Saya sendiri. Kebaikannya
yang telah Saya terima 18 Tahun yang lalu jelas tidak dapat Saya balas dengan
memberikan kemewahan yang ada saat ini.
Untuk itu, selain tempat- tempat yang ingin Saya kunjungi di
Sumatera Selatan, dari berpose di Jembatan Ampera atau mengarungi Sungai
Musi dan mendaki ke Gunung Dempo. Yang juga harus dilakukan di Sumatera Selatan dan tidak boleh terlewatkan adalah mencicipi
cita rasa makanan khas Sumatera Selatan yang beraneka ragam. Mulai dari
lezatnya pempek Palembang yang terkenal itu. Coba deh dimakan bersamaan dengan
kerupuk kemplang. Lezatnya gak kepalang. Jangan lupakan untuk mengecap rasa
dari kuah Tekwan atau kuah Model selagi kuahnya masih hangat. Dijamin kamu gak
bakalan bisa berhenti. Satu lagi, cari dan temukan kue Maksuba, kue khas
Sumatera Selatan yang melegenda. Dan dari semua, jangan lupakan lezatnya
Pindang Tulang dan Tempoyak serta Laksan. Semua itu adalah “pemanja selera”.
Kenangan bersama Ibu Dar.
Bagi Saya, kenapa Saya harus berkunjung ke Sumatera
Selatan adalah, untuk menjumpai
Ibu Dar. Saya ingin sungkem dan mencium tangannya. Tangan yang dulu pernah
membuatkan sarapan pagi buat Saya. Sehingga Saya yang jauh- jauh datang ke
Negeri Sriwijaya tidak terlantar dan tak merasa lapar.
Jika ditanyakan makna
“Wonderful Sriwijaya” kepada Saya saat ini, selain banyak tempat- tempatnya
yang memang wonderful, semua sudah sangat jelas. Di Bumi Sriwijaya Saya jumpai banyak
orang- orang terbaik, yang suka membantu dan menolong sesama. Di Bumi
Sriwijaya Saya yang pernah terlunta
telah dijaga. Dan hanya melangkahkan kaki ke Bumi Sriwijaya Saya mendapatkan seorang
bunda.
Wonderful Sriwijaya.
@Bams2016
Gunung Dempo masih impian. Padahal udah ada direct flight Batam-Palembang huhu
ReplyDeleteKeep dreaming teh lina. Sy doakan bisa menggapai puncak Dempo....
Delete