Sunday, May 7, 2017

ALAM AKAN MENEMUKAN JALANNYA

By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #40

Pagi- pagi di Bulan Agustus dan September ini sebenarnya sangat indah. Terlepas dari bencana asap yang menghantui Kota Batam tempat Saya berdomisili saat ini. Seperti tahun lalu, asap kiriman dari terbakarnya – mungkin juga sengaja dibakar – hutan atau lahan untuk perkebunan di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan sana. Setiap tahun, hampir di waktu yang sama, masalah asap ini tetap terjadi. “Bulan kering” yang cocok sekali untuk bermain api bukan?


Namun anehnya dari bencana tersebut Saya menemukan keindahan lain, rupa indah dalam bentuk lainnya dari alam sekitar Saya.

Saya sangat suka Matahari, (kecuali saat dia berada di putaran jam dua belas siang) baik itu saat dia terbit ataupun saat dia tenggelam. Bias dari pendarannya sinarnya sangat indah. Bahkan jujur saja, dalam setiap pendakian, selain puncak dan teman seperjalanan, sunrise dan sunset adalah hal yang sangat patut untuk Saya perjuangkan.

Namun di saat musim asap seperti ini, Saya makin sering menemukan keindahan Matahari. Bahkan setiap hari!

Bencana asap yang menyelimuti pulau industri ini ternyata memberikan bentuk keindahan baru pada wajah Matahari. Sinarnya tersaring oleh asap dan Saya dapat memandang Matahari dalam bentuk bulat kuning telur tanpa disilaukan oleh cahayanya. Mengikuti ruas jalan yang lurus dengan pemandangan Matahari yang baru terbit di ujung jalan seolah- olah kita berjalan keluar dari Bumi menuju ke bintang yang panasnya konon mencapai 5.505 derajat celcius hanya di permukaannya saja.

Aneh yah, bencana ini malah melahirkan bentuk keindahan lainnya.

Masih berhubungan dengan bencana, beberapa pekan belakangan juga sama- sama kita ketahui telah terjadi kebakaran di Gunung Ciremai dan di Gunung Merbabu, bahkan baru- baru ini kebakaran juga terjadi di Gunung Lawu, dan di pertengahan September kebakaran juga terjadi di Gunung Dempo di Sumatera Selatan dan Gunung Papandayan di Jawa Barat. Di dalam media sosial malah hawanya lebih panas daripada hawa kebakaran di gunung- gunung tersebut. Tudingan sana- sini dan bahkan pendapat sinis terlontar dari pendaki satu ke pendaki lainnya. “Gesekan” panas tersebut bahkan berpeluang menimbulkan “kebakaran” yang lebih hebat lagi di antara para pendaki. Masing- masing mempertahankan pendapat dan egonya sendiri dengan ribuan alasan- alasan yang dikemukakan. Sangat disayangkan… Di saat bencana melanda, kita malah menciptakan bencana baru yang lebih besar, yakni bencana perpecahan.

Saya sendiri tidak melihat ke  arah pendaki sebagai pemicu kebakaran hutan tersebut, kecuali ditemukan bukti yang akurat ke  arah tersebut. Banyak pemicu di alam yang dapat menimbulkan kebakaran hutan, di antaranya sambaran petir di pohon kering karena musim kemarau yang panjang, gesekan ranting pohon kering, pantulan cahaya panas matahari, aktivitas vulkanis karena lahar atau awan panas dari gunung, kebakaran di bawah tanah pada lahan gambut atau akibat gelombang panas seperti yang terjadi di Washington, Oregon dan California di Bulan Agustus 2012 yang lalu. Kenaikan suhu sebesar tiga digit telah menyebabkan lebih dari 12 kebakaran di Amerika Barat, menghancurkan 60 rumah dan lebih dari 16.000 hektar hutan serta menghantam 12.000 hektar perkebunan. Selain itu tentu saja kebakaran dapat timbul dari tindakan ceroboh manusia, misalnya kegiatan pembukaan lahan baru, kecerobohan karena puntung rokok,  api unggun yang lupa dipadamkan, dan lain sebagainya.

Bahkan dalam sejarah manusia, ada bencana kebakaran yang disengaja dan menyebabkan apinya tidak pernah padam sampai saat ini. Kebakaran tersebut terjadi di Turkmenistan yang merupakan negara bekas Uni Soviet yang berada di perbatasan Iran dan tepi Laut Kaspia, dengan populasi penduduk sekitar 5 juta jiwa. Salah satu fitur geografis Turkmenistan adalah Gurun Karakum, yang merupakan salah satu deposit terbesar minyak dan gas alam dunia.

Ketika itu, 1971, para insinyur Uni Soviet melakukan pengeboran di Gurun Karakum untuk mengekstrak gas. Namun, tanah yang berada di atas pengeboran runtuh dan membentuk sebuah kawah besar. Meski tidak ada yang terluka namun, para ahli tersebut khawatir bila gas beracun tersebut akan tersebar keluar kawah. Akhirnya, mereka memutuskan untuk membakarnya.

Mereka berpikir gas akan terbakar dalam hitungan pekan. Namun yang terjadi adalah gas tersebut tetap terbakar dan terus menyala hingga tahunan. Bahkan, kobaran api raksasa itu telah menginjak tahun ke- 44. Sejak itu pula, kawah Derweze dikenal dengan julukan “Door to Hell” atau “pintu neraka”.

Lubang menganga berdiameter 70 meter itu begitu populer. Terlebih, setelah tersebar luas lewat media sosial dan telah menjadi tontonan wisatawan dari penjuru dunia.

Nah, khan… Bencana ini tetap melahirkan bentuk keindahan lainnya.

Di sisi lain, kita harus menyadari, bahwa alam mempunyai mekanisme  pemulihan dan regenerasi yang bersifat otomatis. Alam mengetahui tentang “kecukupan” dan “jumlah yang tepat” dalam pola- pola yang teratur untuk kesinambungan kelestariannya. Oleh karena itu, Saya sih, berpikiran positif saja, bahwa kebakaran yang terjadi di gunung- gunung Indonesia  ini adalah salah satu cara dari alam tersebut untuk beregenerasi dengan cara yang hanya diketahui oleh alam itu sendiri. Paling tidak, pikiran dangkal Saya menyangka bahwa dengan kebakaran ini menyebabkan jalur pendakian dan sekitarnya akan bersih, karena sampah- sampah yang ada di sana akan habis terbakar. Pohon dan rumput tua menguning juga akan habis terbakar, dan nantinya akan digantikan oleh pohon dan rumput yang baru, yang lebih hijau, lebih indah tentunya, dan…dengan cara yang aneh yah, bencana ini tetap melahirkan bentuk keindahan lainnya.

Ingat dengan bencana meletusnya Gunung Samalas bukan? Atau meletusnya Gunung Api Purba di Toba? Atau meletusnya Gunung Tambora? Atau juga meletusnya Gunung Papandayan?

Semuanya menciptakan tempat- tempat yang indah bukan? Danau Segara Anak yang mempesona, Danau Toba dengan Samosirnya, Kawah luas di Tambora, dan Hutan Mati di Papandayan.

Sekali lagi, tetap saja ada keindahan yang lahir dari sebuah bencana.

Gunakan hati saat mendaki.
Salam satu jiwa.

* * * *  *
Dan jika bencana ini telah membuat kita kesulitan, bukankah setelah kesulitan ada kemudahan? Bahkan ada dua kemudahan...

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5 )

“Dan karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6)

Semoga jiwamu tercerahkan.

*B4MS*

* * * *  *

Bams mengajak :

“GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”

No comments:

Post a Comment