Apa yang akan terjadi jika anda mati di gunung?
By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #46
Sore pukul 17:00 WIB pada Jumat
terakhir Bulan Mei lalu kawan- kawan dari PARI (Penjelajah Alam Kepri) sudah
berkumpul di area cargo Bandara Hang Nadim Batam. Sambil menunggu cargo yang
akan datang membawa jenazah Bang Agung Siregar, salah satu sahabat pendaki yang
meninggal dini harinya di Lombok. Beliau meninggal dunia di Mataram, karena
sakit, saat menanti kedatangan anggota
tripnya dari Malaysia yang akan naik ke Gunung Rinjani.
Bang Agung adalah seorang event
organizer untuk trekking gunung- gunung di Indonesia. Pasar bidikannya adalah
sahabat pendaki dari Malaysia dan Singapura. Rasanya baru kemarin Saya dan Bang
Agung bersama- sama melakukan pertemuan presentasi kepada para pendaki di
Malaysia di Gunung Nuang, Selangor, untuk memandu mereka pada trip trekking ke
Gunung Semeru. Setelah itu ada satu pertemuan lagi di Gunung Sisek, Kota Bahru,
Johor, yang Saya bantu untuk trip Bang Agung ke Gunung Semeru. Terakhir, Saya
sejalur dengan beliau di Bukit Tabur, Kuala Lumpur di akhir Tahun 2015 yang
lalu.
Pukul 18:30 WIB jenazah Sang Pendaki
mendarat di Bandara Hang Nadim. Beberapa teman petualang, penjelajah dan
pendaki lainnya sudah mulai ramai. Saya mengurus administrasi pengambilan
jenazah terlebih dahulu sementara para sahabat lainnya yang sudah tidak sabar,
langsung saja membawa peti mati Bang Agung keluar dari ruang cargo. Jangan
ditanya bagaimana raut wajah mereka di luar sana yang sedang mengerubungi peti
mati, di mana jasad seorang sahabat yang dua minggu lalu masih hammocking
bersama mereka, kini terbaring, terpisah hanya oleh selembar papan.
Tak berapa lama kemudian jenazah sudah
dalam iring- iringan ambulan dan pelayat menuju Pelabuhan Punggur di mana
sebuah ferry sudah menunggu untuk memberangkatkan Sang Pendaki ke Pulau Bintan,
Kota Tanjung Pinang, sekitar 1 jam perjalanan laut.
Malam itu Sang Pendaki langsung
dikebumikan di tanah pemakaman keluarga istrinya di Tanjung Pinang. Yang jelas,
bagi Saya sendiri, Saya telah kehilangan sahabat sejalur yang khusus untuk
pendakian di luar negeri dan pusara beliau berhak untuk Saya ikatkan satu
scraft sebagai tanda perpisahan, layaknya perpisahan antara dua orang pendaki.
Dua hari sejak penguburan Saya masih
memikirkan tentang proses pemulangan jenazah Bang Agung. Mulai dari pengurusan
di Rumah Sakit di Mataram, surat kematian, surat keterangan sudah diformalin,
surat bebas karantina, biaya pengiriman udara, biaya cargo di bandara, biaya
dan pengurusan ambulan, biaya dan pengurusan kapal, biaya dan pengurusan tanah
perkuburan. Ternyata untuk mati itu butuh banyak biaya dan pengurusan,
khususnya bagi Sang Pendaki yang mati di tanah yang dia daki. Apalagi Sang
Pendaki matinya di luar negeri. Bakalan tambah rumit pengurusan administrasinya
di negeri orang, biayanya tentunya akan lebih besar.
Biaya tersebut tentunya akan
membengkak lebih besar lagi jika Sang Pendaki hilang di gunung. Biaya SAR dan
mungkin biaya bagi keluarga yang ingin mengunjungi gunung tersebut untuk ikut
mencari.
Pikiran Saya sih sederhana, kasihan
sekali yah keluarga yang ditinggalkan, dalam keadaan bersedih, disibukan dengan
urusan- urusan yang banyak itu, trus harus mencari biaya sana- sini untuk
pemulangan jenazah.
Jadi malam tadi saat bermanja- manja
dengan istri, #hallaah… bermanja- manja… :D . Lagi ngobrol berdua, kepala Saya
rebahan di pangkuan istri, dan jika sudah seperti itu rambut Saya akan dibelai-
belai olehnya, skip…
Saya membahas tentang hal ini. Tentang
jika Saya hilang di gunung dan tidak ditemukan. Tentang jika Saya mati di
gunung dan jasad Saya ada atau ditemukan dengan kalimat penutup sebagai wasiat.
“Sayank, jika Mas Bams hilang di
gunung dan tidak ditemukan. Relakan !!! Jika Mas Bams mati saat di gunung dan
jasadnya ada, jangan minta dikembalikan. Suruh team SAR mandikan, shalatkan,
dan kuburkan jasad Sang Pendaki ini di sebelah jalur yang sering dilewati oleh
para pendaki, agar Sang Pendaki ini dapat mendengar derap langkah dan nafas
para sahabat yang melalui jalur tersebut. Agar para sahabat pendakipun masih
dapat menyapa atau sekedar melambaikan tangan, atau hanya sekedar menoleh ke
pusara Mas Bams…”
“Ingat, ini wasiat yah ! Harus
dilaksanakan !”
Ada linangan air bening di matanya.
Setelah itu tak ada lagi kata- kata. Kita hanya diam, larut dalam pikiran
masing- masing…
“Tapi jangan khawatir sayank, jika Mas
Bams tiada, dirimu nanti juga akan menjadi janda kaya raya. Gak terlalu susah
juga buat cari gantinya”
Meledaklah tawa kita… ha ha ha
Gunakan hati saat mendaki.
Salam satu jiwa.
* * * * *
Jika
kematian yang selalu memilih jalannya, tidak demikian dengan para pendaki.
Hanya pendaki yang memilih jalan dan cara kematiannya (Bams).
Semoga
jiwamu tercerahkan.
*B4MS*
* * * * *
Bams mengajak
:
“GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”
No comments:
Post a Comment