Rumah adat Suku Dayak biasanya dikenal
dengan sebutan Rumah Betang. Kali ini saya berkesempatan untuk melakukan
perjalanan ke pedalaman Kalimantan Barat dan mengintip kesahajaan yang mengiringi
aura Rumah Betang ini, langsung di salah satu perkampungan Suku Dayak di pedalaman
Kalimantan Barat, tepatnya Rumah Betang Suku Dayak Udanum. Suku Dayak yang
mendiami Dusun Rantau Malam, yang dapat dicapai dengan perjalanan selama tiga
hari dua malam dari Kota Pontianak, Ibu kota Kalimantan Barat.
Rumah Betang Suku Dayak Udamun di Dusun
Rantau Malam ini merupakan salah satu
rumah adat Suku Dayak tertua yang masih ada di Kalimantan Barat, dan yang masih
dihuni oleh Suku Dayak Udamun.
Rumah Betang di Dusun Rantau Malam ini
sudah berusia lebih dari 100 tahun. Tiang-tiang utamanya menggunakan kayu ulin,
atau disebut juga dengan kayu bulian atau kayu besi (Eusiderroxylon zwageri), merupakan jenis kayu hutan tropika basah
yang tumbuh secara alami di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Karena kekuatan
kayu ini sudah tidak diragukan lagi, kayu ulin ini dijadikan tiang utama Rumah
Betang oleh suku Dayak Udamun.
Tiang Rumah Betang dari Kayu Ulin.
Rumah Betang ini terletak tepat beberapa
meter dari pinggir sungai. Rumah adat ini juga dibangun menghadap ke arah sungai. Hal ini untuk memudahkan para
penghuninya dalam berinteraksi dan mengambil segala kebutuhan yang berhubungan
dengan air. Misalnya mandi, mencuci, dan mencari lauk dengan menangkap ikan di
sungai.
Rumah Betang ini berbentuk rumah panggung
dengan ketinggian lantai sekitar kurang lebih 2 m. Untuk menaiki Rumah Betang,
kita harus melalui tangga khas suku dayak yang terbuat dari sebatang pohon kayu
yang dibentuk dengan pahatan menjadi sepotong tangga berundak khas Suku Dayak,
serta disandarkan miring pada bangunan. Sesampai di atas Rumah Betang, kita
akan menjumpai beranda memanjang dengan lebar sekitar 3m. Di beranda memanjang
itulah berjejer pintu-pintu kamar berderat memanjang sebagai jalan masuk bagi
para penghuninya.
Bagian depan Rumah Betang.
Menurut salah seorang tetua Suku Dayak
Udamun, Bapak E. D. Otong, dahulunya Rumah
Betang ini mempunyai sebanyak 32 kamar. Semua
orang - satu suku - tinggal di Rumah Betang ini. Orang tua kadangkala tidak
rela dan tidak mengizinkan anak-anak mereka untuk pindah keluar dari Rumah
Betang, karena orang tua mengasihi dan menyayangi anak-anak dan cucu-cucu
mereka, dan ingin selalu berdekatan dengan mereka semua. Saat mendapatkan hewan
hasil buruan dari hutanpun, daging hewan buruan itu selalu dibagi rata ke
masing-masing pintu kamar tempat anak-anaknya berdiam. Maka tak jarang, sampai
si anak sudah memiliki buah hatipun, masih tetap tinggal bersama di Rumah
Betang.
Seperti
yang dilakoni oleh Pak Lasa. Beliau salah satu penghuni yang menempati satu
kamar di Rumah Betang bersama seorang istri dan dua orang anaknya yang berumur 5
dan 3 tahun. Di kamar berukuran sekitar 3 x 6 meter di Rumah Betang inilah
beliau berdiam dengan keluarga kecilnya. Kamar itu disekat menjadi dua ruangan,
sehingga salah satu sekat di bagian depan dapat dijadikan ruang tidur, dan sisa
di bagian belakang menjadi dapur.
Bagian belakang Rumah Betang.
Namun seiring berjalannya waktu, satu
persatu penghuni kamar Rumah Betang ini yang sudah dapat mandiri, mulai pindah
keluar dari Rumah Betang. Mereka yang sudah mandiri tersebut membuat dan
membangun rumah baru lagi untuk keluarga mereka. Jadilah dari 32 kamar yang ada
di Rumah Betang, saat ini hanya ada tersisa 11 kamar saja yang masih utuh dan
masih ditempati.
Tidak menutup kemungkinan, dikemudian
hari nanti, yang 11 kamar tersebut bisa berkurang lagi menjadi 7, lalu menjadi
3, dan kemudian menjadi hanya 1 kamar saja, untuk kemudian mungkin saja hilang,
seiring berpulangnya orang tua yang mengasihi dan menyayangi anak-anak mereka
yang pernah tinggal dan mendapatkan pembagian daging hasil buruan di Rumah
Betang.
Bagaimanapun,
Rumah Betang adalah wujud kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya. Tempat
mereka mendidik menyiapkan anak-anak sebelum mereka mandiri dan siap untuk
membangun keluarga mereka dan tinggal di rumah mereka sendiri.
Tangga naik ke Rumah Betang.
Kamu tertarik untuk menyelami budaya
Suku Dayak Udanum di Kalimantan Barat? Nih kita kasih rute bagaimana cara
mencapai dusun ini.
Dari Kota Pontianak yang terkenal dengan
Tugu Khatulistiwanya, kamu bisa menggunakan jasa taksi untuk menuju pusat Kota
Pontianak dan minta diturunkan di loket bus Damri. Beli tiket Damri menuju ke
Kota Nanga Pinoh di Kabupaten Melawi yang dapat ditempuh semalaman perjalanan
dari Pontianak. Bus Damri dari Pontianak ke Kota Pinoh dengan trip paling akhir
berangkat pada pukul 19:00 WIB, dan biasanya sudah memasuki terminal bus di
Pinoh sekitar pukul 4:00 WIB, dengan satu kali berhenti di jalan untuk
beristirahat bagi supir dan penumpang.
Dari stasiun bus Kota Pinoh, kita dapat
menggunakan jasa ojek menuju tepian Sungai Pinoh. Di tepian Sungai Pinoh ini
terdapat pelabuhan speedboat yang
nantinya akan membawa kita menuju Nanga Serawai, sebuah kota kecamatan yang
berada di tanjung daratan yang dibentuk oleh kelokan Sungai Melawi, di
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Perjalanan dengan menggunakan speedboat kecil berkapasitas 6 orang ini
akan menempuh jarak sekitar 200 km dengan waktu tempuh rata-rata 5-6 jam,
dengan sekali berhenti di daerah Nanga Nua untuk makan siang di atas rumah
makan terapung di tepian Sungai Melawi.
Pemandangan ke arah depan Rumah Betang.
Sesampainya di Nanga Serawai, kita harus
bermalam dahulu di sini, karena tidak ada kelotok (perahu) yang berlayar sore
atau malam hari ke Dusun Rantau Malam. Terdapat beberapa penginapan di Nanga
Serawai dengan pilihan budget 40 ribu sampai 200 ribu rupiah semalam. Keesokan
paginya, dengan menggunakan kelotok yang biasanya berkapasitas 10-20 orang,
kita dapat melanjutkan perjalanan ke Dusun Rantau Malam dengan menyusuri dan
menentang aliran sungai yang berkelok-kelok selama kurang lebih 4-5 jam, untuk
kemudian dapat menjejakan kaki di Dusun Rantau Malam.
Jangan khawatir perjalanan ini akan
membuat kamu bosan, karena rimba belantara Kalimantan punya mantra tersendiri
untuk membunuh kebosanan itu.
Bams @2019
No comments:
Post a Comment