Wednesday, September 9, 2015

GENERASI YANG BAHAGIA KATANYA

Orang banyak yang bilang, generasi yang bahagia itu adalah generasi yang lahir di antara Tahun 1970 s.d. 1990. Ups, jangan marah dulu bagi yang baca tulisan ini jika lahir di luar tahun itu yah.




Setidaknya ada alasan untuk “adagium” tersebut. Bisa dibayangkan bukan? Di zaman itu, generasi tersebut belum mengenal android atau game online. Oke, begini kira- kira urutannya jika Saya lewati kurun waktu tersebut.

Tahun 70-an, jika kita tinggal di kabupaten mungkin listrik sudah ada, namun belum merata. Bahkan jika adapun mungkin masih terbatas, hidup jam enam sore, trus mati di jam enam pagi, hiks…

Yang punya TV di tahun tersebut rasanya sudah wah banget… Jangan Tanya TV berwarna yah… Punya TV layar hitam putih saja, itu tetangga sudah berduyun- duyun datang ke rumah buat nonton bersama. Tontonan piala dunia sepak bola sekarang ajah masih kalah rame!

TV berwarna apalagi… Jangan bayangkan TV berwarna yang ada seperti saat ini, dengan layar datar dan enam belas juta warna, TV berwarna dulu itu yang berwarna yah kaca warna- warni yang diletakan di depan monitor TV nya. Jadi jangan heran jika ada film dengan seting hutan, warna hutannya bisa jadi warna merah atau biru. Warna yang muncul itu ngikutin posisi layar warna yang diletakan di depan monitor TV.

Hari Minggu akan sangat berarti bagi bocah- bocah dan orang dewasa. Apalagi jika tidak menunggu tayangan film “Si Unyil” bagi anak- anak dan itu tuh, si Bagong dan si Semar buat orang dewasa J

Karena TV nya model begituan, anak- anak lebih senang main kejar- kejaran di lapangan, main petak umpet, jak sin, lompat tali, mobil- mobilan dari kulit Jeruk Bali, nyebur bareng di empang dan lain sebagainya. Keakraban yang terjalin sangat luar biasa!

Tahun 80-an, TV berwarna – yang betulan berwarna seperti saat ini sudah mulai ada – menyebar bak kacang goreng, walaupun masih dalam bentuk TV tabung. Itu termasuk barang mewah di waktu tersebut. Listrik juga sudah hidup 24 jam.

Revolusi yang ditimbulkan oleh listrik juga berdampak terhadap mainan anak- anak. Gamebot, Nintendo atau akari mulai digandrungi. “Mainan kampung” yang tadinya sangat digemari, perlahan mulai ditinggalkan. Lebih asik duduk di depan TV dengan jari- jari di stik kontrol daripada mencari bamboo untuk membuat pistol- pistolan dengan peluru dari kertas yang dibasahkan. Hmm, namun bermain petak umpet dan kejar- kejaran masih sesuatu yang asik buat dilakukan.

Tahun 90-an, TV warna mulai menggunakan remote control, layarnya juga mulai melebar. Eh, mulai ada pasangannya. Video player, belakangan menyusul CV player dengan kaset cakram yang segede bagong gitu… Film- film pun mulai banyak yang menarik hati. Mulai dari Gaban, Sariban, Lionman, Satria Baja Hitam, dan segudang film jepang lainnya.

Anak- anak jadi lebih suka di depan TV daripada di depan pedati mainan yang terbuat dari pelepah pohon pisang. Yah, setidaknya mereka masih mengenal permainan kejar- kejaran dan petak umpet lah…

Kebahagian masa kecil mereka – masa kecil Saya – merasuknya sampai di hati yang paling dalam. Bahkan wajah teman- teman sepermainan di waktu kecil dulu sampai saat ini masih ada di pelupuk mata. Bayangan saat si Debi melemparkan tombak kayu yang menyebabkan tangan si Samsu terluka di kaki bukit, atau bayangan si Anto yang tititnya berdarah karena baru satu minggu setelah sunat sudah ikut kami main seluncuran di tanah miring dengan menggunakan pelepah pohon kelapa. Itu semua masih tersimpan dengan lucunya di kepala.

Tahun 2000-an, generasinya juga masih main petak umpet juga kok... Iyah, petak umpet juga, duduk di ruangan sepetak sambil ngumpet maksudnya… Ngumpetin diri dari teman- temannya sambil main play station.

Jelas saja doyan duduk di depan TV sambil main game online atau playstation seri terbaru, wong TV nya ajah udah layar datar dengan berjuta- juta warna dilengkapi kacamata tiga dimensi. Ukurannya juga fantastis sampe satu dinding bisa ditempelin TV semua. Suaranya jangan tanya, kualitas bioskop punya. “Mainan kampung” sudah tak dikenal lagi, bahkan lucu ajah jika melihat masih ada yang main mobil- mobilan kayu sambil ditarik seutas tali, secara mobil remote control sudah berserakan di mall sana.

Itu di kota besar katanya… Jika di pelosok negeri? Di pulau- pulau kecil? Ini foto yang Saya ambil di Pulau masih merefleksikan masa generasi yang bahagia. Bermain guli (kelereng), lompat tali, ayunan dari roda bekas dan gasingpun ada. Dan itu semua karena mereka tidak bergantung kepada TV ! Catet yah… Tidak bergantung kepada TV lho jeng…


Bams @2015


BAMS2 photo BAMS2.jpg YULI2 photo OELIEL2.jpg ZAKI photo ZAKI.jpg RAIHAN photo RAIHAN.jpg RAKAN photo RAKAN.jpg KEENAN photo KEENAN.jpg

3 comments: