Monday, December 28, 2015

SAYA BENCI PLAKAT PENDAKI

Pendaki yang tidak mau malu harus baca…

By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #22 – Edisi Ramadhan

Mendaki gunung adalah hobby dan sekaligus merupakan olah raga “keras”. Terbukti bahwa di tahun 2013 yang lalu saja, banyak kejadian fatality terjadi dalam pelaksanaan hobby ini.

Tiga kejadian terakhir di dalam kurun waktu satu minggu di akhir Tahun 2013 adalah puncak dari akumulasi “terpuruknya” dunia pendakian di Indonesia. Dimulai dari Tanggal 24 Desember 2013, siswi SMU Negeri 6 Bekasi (16 tahun)  tewas di Kandang Batu (2.220 mdpl) atau pendakian menjelang puncak Gunung Gede, Cianjur, Jawa Barat. Kemudian Tanggal 25 Desember 2013, Sehari berikutnya, warga Sepanjang Jaya Rawa Lumbu, Bekasi, (53 tahun) dinyatakan meninggal saat mendaki Gunung Semeru. Korban dilaporkan meninggal dunia sekitar pukul 18.00 WIB di Pos Waturejeng di ketinggian sekitar 2.300 mdpl. Lalu Tanggal 29 Desember 2013, seorang wisatawan asal Singaraja, Bali, (40 tahun) juga dinyatakan tewas dalam pendakiannya ke Gunung Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur. Nyawa korban tak terselamatkan saat dilarikan ke RS Blambangan yang berjarak 20 km dari pos pendakian pertama Paltuding.


Bayangkan…!!! Tiga kejadian fatal dengan korban jiwa dalam kurun waktu satu Minggu…. Menurut Saya ini sangat luar biasa…. Karena memang belum pernah terjadi seperti demikian sebelumnya di Indonesia.

Saya sendiri mencatat, ada 10 orang pendaki yang tewas di gunung di sepanjang Tahun 2013 yang lalu. Data tersebut memang sengaja Saya kumpulkan dari berbagai media, hari demi hari. Hal ini juga karena kebetulan sebagai bahan acuan Saya dalam menyusun satu materi survival praktis untuk para pendaki. Mungkin ada data yang luput dari sepengetahuan Saya di Tahun 2013 itu, dan jika hal itu memang terjadi, berarti jumlah korban tewas di gunung lebih besar lagi dari angka yang Saya tuliskan di atas.

Bagaimana dengan survivor yang hilang dan ditemukan selamat atau dalam keadaan cedera? Di tahun 2013 tersebut, Saya mencatat ada 25 orang survivor yang telah ditemukan baik dalam kondisi cedera atau selamat di gunung. Artinya, jumlah tersebut dua kali lipat lebih banyak dari jumlah survivor yang tewas di gunung untuk kurun waktu yang sama.

Sayangnya berita sedih itu  terus berlanjut sampai di pertengahan Tahun 2014 ini, sampai pada saat tulisan ini Saya hidangkan untuk kawan- kawan sekalian di forum ini.

Saya mencatat sudah ada 9 orang pendaki yang meninggal di gunung- gunung Indonesia. Padahal ini baru berjalan setengah tahun. Yang bikin Saya lebih miris lagi, juga baru berjalan setengah tahun ini, sudah ada 32 orang pendaki yang hilang atau cidera atau dievakuasi oleh team SAR. Angka tersebut sudah melewati jumlah kejadian di Tahun 2013 yang lalu. Padahal tahun ini kita baru saja menjalaninya selama 7 Bulan.

Kawan- kawan pendaki… Ada apa dengan kawan- kawan pendaki kita di luar sana ? Kenapa musibah ini bisa  terjadi sedemikian hebatnya ? Apa yang salah pada diri para pendaki saat ini? Faktor pendaki-nya kah ? Atau faktor alam yang memang sudah tidak bersahabat lagi?

Saya mengutip salah satu status FB sahabat Saya beberapa waktu yang lalu, yakni saudari Eka (Kodok) Pujilestari , 9/6/2014.
“ Sekedar share aja.... Kemaren waktu di gunung ketemu pendekar, naik cuma bawa makanan kecil sama air doang, senter aja ga bawa apa lagi kompor tenda. Iya sih, di gunung kita semua saudara jadi harus saling tolong-menolong. Alesannya gak kuat bawa berat, males repot. Hedehhh untung ketemu rombongan kita, kalau gak,,,? Tau deh gimana... Saya sih sadar kapasitas kemampuan fisik saya emang kurang, tapi Saya berusaha pasti bisa kok... Meskipun harus jalan lemot dan sebagainya. Yang rombongan itu tanyakan, mbak naik berapa orang? Loh cewek semua? Iya kita bertiga dan cewek semua. Kalau kita naik bersembilan mbak, cowok semua...(dan parahnya gak bawa apa-apa,,, zzzzzzzz). Kita bawanya air sama makanan kecil, paling yang penting pokoknya kita bawa kitab... Oke sih bawa kitab... Salut Saya karena yang Saya tahu pasti agamanya baik. Cuma pertanyaannya, apa kitab bisa buat nerangin jalan ?, bisa buat masak minimal air ? Bisa bikin kalian hangat ? Bisa bikin gak kehujanan ? Hedehhh. Waktu Saya tanya itu, mas-masnya cuma bisa senyum dan jawab, kan ada rombongannya mbak.... #zzzzzzzzzzz “.
Saya sendiri sebagai audience yang membaca status tersebut sempat terperangah dan geleng- geleng kepala. Bayangkan…!!! Sembilan orang pendekar kanuragan bersenjatakan kitab ilmu tenaga dalam, mungkin juga masing- masingnya punya simpanan keris kiyai kanjeng bulukan, ditolong oleh tiga orang gadis desa nan ayu dan lugu, yang kebetulan saat itu sedang memanggul bakul berisi logistik.
Apa kata dunia… ??? Yang Sembilan orang pendekar itu mukanya mau ditaruh di manaaaaaaaaaaaaa…????
Jadi, begitulah potret generasi pendaki kita saat ini kawan. Saya juga tidak tahu, apakah itu yang diajarkan oleh almamater mereka (jika mereka punya), atau itu adalah efek bias dari film kilometeran dan milimeteran yang pernah muncul di layar bioskop beberapa waktu belakangan ? Generasi yang menyedihkan, bukan ?
Kawan, mengejek dan memaki kebodohan Sembilan pendekar tersebut, Saya yakin tidak akan menyelesaikan masalah carut- marut musibah pendaki di negeri ini, itu hanya akan memperparah keadaan.

Sekarang sudah saatnya bagi para pendaki di grup ini bersatu padu untuk saling berbagi, bukan hanya cuma berbagi dalam aplut foto selfie pendakian doank.  Memangnya tidak boleh aplut foto selfie di gunung ? Menurut Saya, Boleh saja…. Saya juga pernah melakukannya. Itu khan haknya kawan- kawan di grup ini, Saya menghormatinya.  Dan akan lebih bermanfaat lagi jika foto- foto tersebut diaplut dengan disertai bersama ilmu, juga pengalaman yang melekat padanya.

Misalnya, anda aplut foto yang sedang selfie di puncak gunung, lalu anda sertakan keterangan fotonya tentang bagaimana cara mencapai gunung tersebut, bagaimana kondisi cuaca dan jalurnya, tingkat kesulitannya, biaya yang anda keluarkan, perizinannya, perlengkapan tambahan yang mungkin dibutuhkan dalam perjalanan, dan lain sebagainya.Sertakan juga sedikit  ilmu pendakian dan survival, juga  trik- trik yang membantu pendakian tersebut.

Saya yakin, aplut yang kawan- kawan lakukan tersebut adalah aplut yang sangat bermutu dan akan bernilai ibadah. Ada tiga ibadah yang akan kawan- kawan dapatkan dari hal tersebut.

PERTAMA , kawan- kawan telah memberikan suatu ilmu untuk pendaki lainnya. Ilmu yang bermanfaat, pahalanya akan mengalir terus ke si pemberi ilmu,  walaupun si pemberi ilmu sudah meninggal dunia. Demikian menurut Hadist riwayat Muslim, “Jika seorang manusia mati, terputus darinya ‘amalnya kecuali dari 3 (perkara) : Shodaqoh jariyah, atau ‘ilmu yang bermanfa’at, atau anak sholeh yang berdo’a baginya”. (HR. Muslim 14-(1631)).

KEDUA , kawan- kawan sudah mempermudah pendaki lainnya dengan memberikan informasi pendakian, dan dengan demikian Tuhan juga akan mempermudah urusan kawan- kawan, ammiiinnnn. Seperti Hadist Riwayat Muslim, dari Abu Hurairah Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim).

KETIGA : kawan- kawan pendaki sudah menunjukan jalan kebaikan dari informasi tersebut. Saya teringat akan suatu hadist, “Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun” (HR. Muslim).

Mungkin maksud dari sembilan pendekar itu mereka sudah bertawakkal kepada Allah SWT, namun mereka lupa bahwa bertawakkal itu ada rule-nya. Hadits riwayat At Tirmidzi; Ketika Rasulullah saw., berada di Masjid, ada seorang sahabat yang datang untuk bertemu Rasul saw., dengan tidak mengikat untanya terlebih dahulu. Kemudian Nabi saw., bertanya tentang untanya, sahabat menjawab, “Aku telah bertawakkal kepada Allah”. Nabi saw., meluruskan kekeliruan tentang arti tawakkal dan bersabda: “Ikat dahulu (untamu) kemudian bertawakkallah”.

Jadi, mari kita aplut sesuatu yang dapat membantu “pendekar- pendekar” baru (baca : pendaki) yang mungkin ada di grup ini, agar menjadi pendekar- pendekar yang mampuni, yang tidak hanya membawa kitab dan keris (keyakinan dan tongkat) dalam mendaki, namun juga bisa  membawa kendi, bakul dan kasur (air, carrier dan tenda plus matras).

Dengan cara demikian Saya berharap, bahkan sangat berharap di dalam keheningan doa saya, jangan ada lagi saudara- saudara pendaki Saya di grup ini, atau di grup lainnya, atau di Indonesia yang tewas di dasar jurang yang dalam, yang “tidur” di bawah bayang- bayang hipotermia, yang hilang didekap pekatnya kabut gunung, atau cedera di cadas yang tajam.

Ini semua karena Saya lebih menyukai tatapan mata saudara pendaki Saya saat mereka menemani dan mendekap hangatnya cangkir kopi di samping api unggun kala malam hari. Dan ini semua karena Saya tidak suka membaca plakat nama mereka di dalam keheningan dan temaramnya kabut pagi, sambil membayangkan mereka berdiri di sisi kiri.

Salam satu jiwa…

* * * *  *
Plakat hanya menyiratkan satu arti, satu pendaki telah pergi, dan tidak akan berkumpul bersama kita lagi…

Ikat dahulu “untamu”, kemudian bertawakkallah.

Semoga jiwamu tercerahkan.

*B4MS*

* * * *  *

Bams mengajak untuk :

“GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”



BAMS2 photo BAMS2.jpg YULI2 photo OELIEL2.jpg ZAKI photo ZAKI.jpg RAIHAN photo RAIHAN.jpg RAKAN photo RAKAN.jpg KEENAN photo KEENAN.jpg

No comments:

Post a Comment