Pendaki yang tidak mau malu harus
baca…
By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #22 – Edisi Ramadhan
Mendaki gunung adalah hobby dan
sekaligus merupakan olah raga “keras”. Terbukti bahwa di tahun 2013 yang lalu
saja, banyak kejadian fatality terjadi dalam pelaksanaan hobby ini.
Tiga kejadian terakhir di dalam kurun waktu satu minggu di
akhir Tahun 2013 adalah puncak dari akumulasi “terpuruknya” dunia pendakian di
Indonesia. Dimulai dari Tanggal 24 Desember 2013, siswi SMU Negeri 6 Bekasi
(16 tahun) tewas di Kandang Batu (2.220 mdpl) atau
pendakian menjelang puncak Gunung Gede, Cianjur, Jawa Barat. Kemudian Tanggal 25
Desember 2013, Sehari berikutnya, warga Sepanjang Jaya Rawa Lumbu, Bekasi, (53
tahun) dinyatakan meninggal saat mendaki Gunung Semeru. Korban dilaporkan
meninggal dunia sekitar pukul 18.00 WIB di Pos Waturejeng di ketinggian sekitar
2.300 mdpl. Lalu Tanggal 29 Desember
2013, seorang wisatawan asal Singaraja, Bali, (40 tahun) juga dinyatakan tewas
dalam pendakiannya ke Gunung Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur. Nyawa korban tak
terselamatkan saat dilarikan ke RS Blambangan yang berjarak 20 km dari pos
pendakian pertama Paltuding.
Bayangkan…!!! Tiga kejadian fatal dengan korban jiwa dalam
kurun waktu satu Minggu…. Menurut Saya ini sangat luar biasa…. Karena memang
belum pernah terjadi seperti demikian sebelumnya di Indonesia.
Saya sendiri mencatat, ada 10 orang
pendaki yang tewas di gunung di sepanjang Tahun 2013 yang lalu. Data
tersebut memang sengaja Saya kumpulkan dari berbagai media, hari demi hari. Hal
ini juga karena kebetulan sebagai bahan acuan Saya dalam menyusun satu materi
survival praktis untuk para pendaki. Mungkin ada data yang luput dari
sepengetahuan Saya di Tahun 2013 itu, dan jika hal itu memang terjadi, berarti
jumlah korban tewas di gunung lebih besar lagi dari angka yang Saya tuliskan di
atas.
Bagaimana dengan survivor yang hilang dan ditemukan selamat
atau dalam keadaan cedera? Di tahun 2013 tersebut, Saya mencatat ada 25 orang survivor yang telah ditemukan baik dalam kondisi
cedera atau selamat di gunung. Artinya, jumlah tersebut dua kali lipat
lebih banyak dari jumlah survivor yang tewas di gunung untuk kurun waktu yang
sama.
Sayangnya berita sedih itu
terus berlanjut sampai di pertengahan Tahun 2014 ini, sampai pada saat
tulisan ini Saya hidangkan untuk kawan- kawan sekalian di forum ini.
Saya mencatat sudah ada 9 orang pendaki yang meninggal di gunung- gunung
Indonesia. Padahal ini baru berjalan setengah tahun. Yang bikin Saya lebih miris
lagi, juga baru berjalan setengah tahun ini, sudah ada 32 orang pendaki yang hilang atau cidera atau dievakuasi oleh team SAR. Angka
tersebut sudah melewati jumlah kejadian di Tahun 2013 yang lalu. Padahal tahun
ini kita baru saja menjalaninya selama 7 Bulan.
Kawan- kawan pendaki… Ada apa dengan kawan- kawan pendaki
kita di luar sana ? Kenapa musibah ini bisa
terjadi sedemikian hebatnya ? Apa yang salah pada diri para pendaki saat
ini? Faktor pendaki-nya kah ? Atau faktor alam yang memang sudah tidak
bersahabat lagi?
Saya mengutip salah satu status FB
sahabat Saya beberapa waktu yang lalu, yakni saudari Eka (Kodok) Pujilestari , 9/6/2014.
“ Sekedar share aja.... Kemaren waktu di gunung ketemu
pendekar, naik cuma bawa makanan kecil sama air doang, senter aja ga bawa apa lagi
kompor tenda. Iya sih, di gunung kita semua saudara jadi harus saling
tolong-menolong. Alesannya gak kuat bawa berat, males repot. Hedehhh untung
ketemu rombongan kita, kalau gak,,,? Tau deh gimana... Saya sih sadar kapasitas
kemampuan fisik saya emang kurang, tapi Saya berusaha pasti bisa kok... Meskipun
harus jalan lemot dan sebagainya. Yang rombongan itu tanyakan, mbak naik berapa
orang? Loh cewek semua? Iya kita bertiga dan cewek semua. Kalau kita naik
bersembilan mbak, cowok semua...(dan parahnya gak bawa apa-apa,,, zzzzzzzz). Kita
bawanya air sama makanan kecil, paling yang penting pokoknya kita bawa kitab...
Oke sih bawa kitab... Salut Saya karena yang Saya tahu pasti agamanya baik. Cuma
pertanyaannya, apa kitab bisa buat nerangin jalan ?, bisa buat masak minimal
air ? Bisa bikin kalian hangat ? Bisa bikin gak kehujanan ? Hedehhh. Waktu Saya
tanya itu, mas-masnya cuma bisa senyum dan jawab, kan ada rombongannya mbak....
#zzzzzzzzzzz
“.
Saya sendiri sebagai audience yang membaca status tersebut
sempat terperangah dan geleng- geleng kepala. Bayangkan…!!! Sembilan orang
pendekar kanuragan bersenjatakan kitab ilmu tenaga dalam, mungkin juga masing-
masingnya punya simpanan keris kiyai kanjeng bulukan, ditolong oleh tiga orang
gadis desa nan ayu dan lugu, yang kebetulan saat itu sedang memanggul bakul
berisi logistik.
Apa kata dunia… ??? Yang Sembilan orang pendekar itu mukanya
mau ditaruh di manaaaaaaaaaaaaa…????
Jadi, begitulah potret generasi pendaki kita saat ini kawan.
Saya juga tidak tahu, apakah itu yang diajarkan oleh almamater mereka (jika
mereka punya), atau itu adalah efek bias dari film kilometeran dan milimeteran
yang pernah muncul di layar bioskop beberapa waktu belakangan ? Generasi yang
menyedihkan, bukan ?
Kawan, mengejek dan memaki kebodohan Sembilan pendekar
tersebut, Saya yakin tidak akan menyelesaikan masalah carut- marut musibah
pendaki di negeri ini, itu hanya akan memperparah keadaan.
Sekarang sudah saatnya bagi para pendaki di grup ini bersatu
padu untuk saling berbagi, bukan hanya cuma berbagi dalam aplut foto selfie
pendakian doank. Memangnya tidak boleh
aplut foto selfie di gunung ? Menurut Saya, Boleh saja…. Saya juga pernah
melakukannya. Itu khan haknya kawan- kawan di grup ini, Saya menghormatinya. Dan akan lebih bermanfaat lagi jika foto-
foto tersebut diaplut dengan disertai bersama ilmu, juga pengalaman yang
melekat padanya.
Misalnya, anda aplut foto yang sedang selfie di puncak
gunung, lalu anda sertakan keterangan fotonya tentang bagaimana cara mencapai
gunung tersebut, bagaimana kondisi cuaca dan jalurnya, tingkat kesulitannya,
biaya yang anda keluarkan, perizinannya, perlengkapan tambahan yang mungkin
dibutuhkan dalam perjalanan, dan lain sebagainya.Sertakan juga sedikit ilmu pendakian dan survival, juga trik- trik yang membantu pendakian tersebut.
Saya yakin, aplut yang kawan- kawan lakukan tersebut adalah
aplut yang sangat bermutu dan akan bernilai ibadah. Ada tiga ibadah yang akan
kawan- kawan dapatkan dari hal tersebut.
PERTAMA , kawan- kawan telah memberikan suatu ilmu untuk
pendaki lainnya. Ilmu yang bermanfaat, pahalanya akan mengalir terus ke si
pemberi ilmu, walaupun si pemberi ilmu
sudah meninggal dunia. Demikian menurut Hadist riwayat Muslim, “Jika seorang manusia mati,
terputus darinya ‘amalnya kecuali dari 3 (perkara) : Shodaqoh jariyah, atau
‘ilmu yang bermanfa’at, atau anak sholeh yang berdo’a baginya”. (HR. Muslim
14-(1631)).
KEDUA , kawan- kawan sudah mempermudah pendaki lainnya dengan
memberikan informasi pendakian, dan dengan demikian Tuhan juga akan mempermudah
urusan kawan- kawan, ammiiinnnn. Seperti Hadist Riwayat Muslim, dari Abu
Hurairah “Barang siapa yang
melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya
satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan
orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib
seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu
suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim).
KETIGA : kawan- kawan pendaki sudah menunjukan jalan kebaikan
dari informasi tersebut. Saya teringat akan suatu hadist, “Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka
baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala
mereka sedikit pun” (HR. Muslim).
Mungkin maksud dari sembilan pendekar itu mereka sudah
bertawakkal kepada Allah SWT, namun mereka lupa bahwa bertawakkal itu ada
rule-nya. Hadits riwayat At Tirmidzi; Ketika
Rasulullah saw., berada di
Masjid, ada seorang sahabat yang datang
untuk bertemu Rasul saw., dengan tidak mengikat untanya terlebih dahulu.
Kemudian Nabi saw., bertanya tentang untanya, sahabat menjawab, “Aku telah
bertawakkal kepada Allah”. Nabi saw., meluruskan kekeliruan tentang arti tawakkal dan bersabda: “Ikat dahulu (untamu)
kemudian bertawakkallah”.
Jadi, mari kita aplut sesuatu yang dapat membantu “pendekar-
pendekar” baru (baca : pendaki) yang mungkin ada di grup ini, agar menjadi
pendekar- pendekar yang mampuni, yang tidak hanya membawa kitab dan keris (keyakinan
dan tongkat) dalam mendaki, namun juga bisa
membawa kendi, bakul dan kasur (air, carrier dan tenda plus matras).
Dengan cara demikian Saya berharap, bahkan sangat berharap di
dalam keheningan doa saya, jangan ada lagi saudara- saudara pendaki Saya di
grup ini, atau di grup lainnya, atau di Indonesia yang tewas di dasar jurang
yang dalam, yang “tidur” di bawah bayang- bayang hipotermia, yang hilang
didekap pekatnya kabut gunung, atau cedera di cadas yang tajam.
Ini
semua karena Saya lebih menyukai tatapan mata saudara pendaki Saya saat mereka
menemani dan mendekap hangatnya cangkir kopi di samping api unggun kala malam
hari. Dan ini semua karena Saya tidak suka membaca plakat nama mereka di dalam
keheningan dan temaramnya kabut pagi, sambil membayangkan mereka berdiri di
sisi kiri.
Salam
satu jiwa…
* * * * *
Plakat
hanya menyiratkan satu arti, satu pendaki telah pergi, dan tidak akan berkumpul
bersama kita lagi…
Ikat dahulu “untamu”,
kemudian bertawakkallah.
Semoga jiwamu
tercerahkan.
*B4MS*
* * * * *
Bams mengajak
untuk :
“GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”
No comments:
Post a Comment