By : Bams Nektar
Inspirasi bagi Pendaki #40
Pagi- pagi di Bulan
Agustus dan September ini sebenarnya sangat indah. Terlepas dari bencana asap
yang menghantui Kota Batam tempat Saya berdomisili saat ini. Seperti tahun
lalu, asap kiriman dari terbakarnya – mungkin juga sengaja dibakar – hutan atau
lahan untuk perkebunan di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan sana. Setiap tahun, hampir di
waktu yang sama, masalah asap ini tetap terjadi. “Bulan kering” yang cocok
sekali untuk bermain api bukan?
Namun anehnya dari
bencana tersebut Saya menemukan keindahan lain, rupa indah dalam bentuk lainnya
dari alam sekitar Saya.
Saya sangat suka
Matahari, (kecuali saat dia berada di putaran jam dua belas siang) baik itu
saat dia terbit ataupun saat dia tenggelam. Bias dari pendarannya sinarnya
sangat indah. Bahkan jujur saja, dalam setiap pendakian, selain puncak dan
teman seperjalanan, sunrise dan sunset adalah hal yang sangat patut untuk Saya
perjuangkan.
Namun di saat musim asap
seperti ini, Saya makin sering menemukan keindahan Matahari. Bahkan setiap
hari!
Bencana asap yang
menyelimuti pulau industri ini ternyata memberikan bentuk keindahan baru pada
wajah Matahari. Sinarnya tersaring oleh asap dan Saya dapat memandang Matahari
dalam bentuk bulat kuning telur tanpa disilaukan oleh cahayanya. Mengikuti ruas
jalan yang lurus dengan pemandangan Matahari yang baru terbit di ujung jalan
seolah- olah kita berjalan keluar dari Bumi menuju ke bintang yang panasnya
konon mencapai 5.505 derajat celcius hanya di permukaannya saja.
Aneh yah, bencana ini
malah melahirkan bentuk keindahan lainnya.
Masih berhubungan dengan
bencana, beberapa pekan belakangan juga sama- sama kita ketahui telah terjadi
kebakaran di Gunung Ciremai dan di Gunung Merbabu, bahkan baru- baru ini
kebakaran juga terjadi di Gunung Lawu, dan di pertengahan September kebakaran
juga terjadi di Gunung Dempo di Sumatera Selatan dan Gunung Papandayan di Jawa
Barat. Di dalam media sosial malah hawanya lebih panas daripada hawa kebakaran
di gunung- gunung tersebut. Tudingan sana- sini dan bahkan pendapat sinis
terlontar dari pendaki satu ke pendaki lainnya. “Gesekan” panas tersebut bahkan
berpeluang menimbulkan “kebakaran” yang lebih hebat lagi di antara para
pendaki. Masing- masing mempertahankan pendapat dan egonya sendiri dengan
ribuan alasan- alasan yang dikemukakan. Sangat disayangkan… Di saat bencana
melanda, kita malah menciptakan bencana baru yang lebih besar, yakni bencana
perpecahan.
Saya sendiri tidak
melihat ke arah pendaki sebagai pemicu
kebakaran hutan tersebut, kecuali ditemukan bukti yang akurat ke arah tersebut. Banyak pemicu di alam yang
dapat menimbulkan kebakaran hutan, di antaranya sambaran petir di pohon kering
karena musim kemarau yang panjang, gesekan ranting pohon kering, pantulan
cahaya panas matahari, aktivitas vulkanis karena lahar atau awan panas dari
gunung, kebakaran di bawah tanah pada lahan gambut atau akibat gelombang panas
seperti yang terjadi di Washington, Oregon dan California di Bulan Agustus 2012
yang lalu. Kenaikan suhu sebesar tiga digit telah menyebabkan lebih dari 12
kebakaran di Amerika Barat, menghancurkan 60 rumah dan lebih dari 16.000 hektar
hutan serta menghantam 12.000 hektar perkebunan. Selain itu tentu saja
kebakaran dapat timbul dari tindakan ceroboh manusia, misalnya kegiatan
pembukaan lahan baru, kecerobohan karena puntung rokok, api unggun yang lupa dipadamkan, dan lain
sebagainya.
Bahkan dalam sejarah manusia, ada
bencana kebakaran yang disengaja dan menyebabkan apinya tidak pernah padam
sampai saat ini. Kebakaran tersebut terjadi di Turkmenistan yang merupakan
negara bekas Uni Soviet yang berada di perbatasan Iran dan tepi Laut Kaspia,
dengan populasi penduduk sekitar 5 juta jiwa. Salah satu fitur geografis
Turkmenistan adalah Gurun Karakum, yang merupakan salah satu deposit terbesar
minyak dan gas alam dunia.
Ketika itu, 1971, para insinyur Uni
Soviet melakukan pengeboran di Gurun Karakum untuk mengekstrak gas. Namun,
tanah yang berada di atas pengeboran runtuh dan membentuk sebuah kawah besar.
Meski tidak ada yang terluka namun, para ahli tersebut khawatir bila gas
beracun tersebut akan tersebar keluar kawah. Akhirnya, mereka memutuskan untuk
membakarnya.
Mereka berpikir gas akan terbakar
dalam hitungan pekan. Namun yang terjadi adalah gas tersebut tetap terbakar dan
terus menyala hingga tahunan. Bahkan, kobaran api raksasa itu telah menginjak
tahun ke- 44. Sejak itu pula, kawah Derweze dikenal dengan julukan “Door to
Hell” atau “pintu neraka”.
Lubang menganga berdiameter 70 meter
itu begitu populer. Terlebih, setelah tersebar luas lewat media sosial dan
telah menjadi tontonan wisatawan dari penjuru dunia.
Nah, khan… Bencana ini
tetap melahirkan bentuk keindahan lainnya.
Di sisi lain, kita harus
menyadari, bahwa alam mempunyai mekanisme
pemulihan dan regenerasi yang bersifat otomatis. Alam mengetahui tentang
“kecukupan” dan “jumlah yang tepat” dalam pola- pola yang teratur untuk
kesinambungan kelestariannya. Oleh karena itu, Saya sih, berpikiran positif
saja, bahwa kebakaran yang terjadi di gunung- gunung Indonesia ini adalah salah satu cara dari alam tersebut
untuk beregenerasi dengan cara yang hanya diketahui oleh alam itu sendiri.
Paling tidak, pikiran dangkal Saya menyangka bahwa dengan kebakaran ini
menyebabkan jalur pendakian dan sekitarnya akan bersih, karena sampah- sampah
yang ada di sana akan habis terbakar. Pohon dan rumput tua menguning juga akan
habis terbakar, dan nantinya akan digantikan oleh pohon dan rumput yang baru,
yang lebih hijau, lebih indah tentunya, dan…dengan cara yang aneh yah, bencana
ini tetap melahirkan bentuk keindahan lainnya.
Ingat dengan bencana
meletusnya Gunung Samalas bukan? Atau meletusnya Gunung Api Purba di Toba? Atau
meletusnya Gunung Tambora? Atau juga meletusnya Gunung Papandayan?
Semuanya menciptakan
tempat- tempat yang indah bukan? Danau Segara Anak yang mempesona, Danau Toba
dengan Samosirnya, Kawah luas di Tambora, dan Hutan Mati di Papandayan.
Sekali lagi, tetap saja
ada keindahan yang lahir dari sebuah bencana.
Gunakan hati saat
mendaki.
Salam satu jiwa.
* * * * *
Dan jika bencana ini
telah membuat kita kesulitan, bukankah setelah kesulitan ada kemudahan? Bahkan
ada dua kemudahan...
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Alam Nasyroh: 5 )
“Dan karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6)
Semoga
jiwamu tercerahkan.
*B4MS*
* * * * *
Bams mengajak
:
“GUNAKAN HATI SAAT MENDAKI”
Iya bener Mas Bams, matahari justru malah makin bulet cantik dan merah mirip merahnya telur bebek, apalagi Tanjung Uncang kalau sore sendu sekali. Sayang memory kamera full belum bisa motoin.
ReplyDeleteJangan simpan di memory kamera moment nya teh lina. Simpan di memory hati ajah... . Lebih awet hehehe
Delete