By : Bams Nektar
Review Peralatan untuk
Pendaki.
Sebilah
pisau adalah separuh napas bagi pendaki atau petualang. Setidaknya itu slogan
saya pribadi. Kebayang bukan? Jika saat melakukan petualangan di alam bebas, kemudian
sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, misalnya tersesat di rimba raya,
tentunya sebilah pisau akan membuat sebuah perbedaan yang besar di antara hidup
dan mati.
Karena
itu, kemanapun kaki saya melangkah untuk suatu perjalanan, satu atau dua bilah pisau
itu tetap setia menemani. Baik itu perjalanan di hutan atau pegunungan, maupun
perjalanan harian di dalam kota. Tentu saja untuk aktivitas harian di dalam
kota, bilah yang saya bawa disesuaikan, baik dalam ukuran, warna dan
fungsionalitasnya.
Kebiasaan
membawa bilah ini sebenarnya berdasarkan asumsi saya pribadi. Yakni, peluang
timbulnya keadaan survival, lebih besar terjadi di perkotaan jika dibandingkan
di hutan atau di gunung. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan sebagian besar
waktu aktivitas kita dilakukan di lingkungan kita sehari- hari, yaitu di
perkotaan. Semakin banyak waktu beraktivitas kita di perkotaan, tentunya
semakin besar peluang kita untuk mendapatkan kondisi yang mengharuskan kita survive. Misal saja, bisa saja kita
terjebak di dalam sebuah mobil yang jatuh ke jurang atau terperangkap di sebuah
gedung yang runtuh akibat gempa Bumi. Siapa yang tahu?
Berdasarkan
pertimbangan- pertimbangan yang telah saya jabarkan di atas, saya malah terbawa
ke dalam hobby baru, yaitu mengkoleksi beberapa jenis bilah. Ada pisau multi
fungsi, pisau tracking (para traxx survival), pisau skinner sampai beberapa
jenis pedang.
Diantara
beberapa koleksi bilah yang saya miliki, akhir- akhir ini saya sangat suka
membawa sebuah bilah dengan ukuran sedang untuk menemani saya dalam perjalanan
ke hutan atau mendaki gunung. Pilihan itu jatuh pada bilah bushcraft yang “cantik”
berukuran panjang totalnya 220 mm, buatan tangan local maker dan dibuat dalam jumlah terbatas serta dimiliki oleh
hanya 43 orang saja di Indonesia, karena memang bilah ini merupakan official knife dari sebuah Forum Bilah
di Indonesia.
Spesifikasi
dari bilah ini antara lain; Blade 11cm, Handle 12cm dilengkapi dengan Burlap
resin epoxy, Bahan D2, Tebal 4 mm, Sheath
kulit, Maker by Aan Sup, alias “Semutnya
Hitam”.
Bahan
baja D2 sendiri merupakan baja unggulan dengan kadar karbon tinggi dan chromium
tinggi, kekerasan tertingginya max 64 Hrc. Walaupun cukup tahan, tapi masih
belum bebas karat. Bahan ini sangat digemari karena kekerasannya yang tinggi,
sehingga ketajamannya awet dan mudah diasah bila tumpul. Komposisi kimianya
adalah: C = 1.55%; Si = 0.25%; Mn = 0.35%; Cr = 11.8%; Mo = 0.80%; V = 0.95%.
Pertama kali muncul pada saat perang dunia II. Baja ini kadang disebut
semi-stainless.
D2
merupakan baja yang memiliki kekerasan yang tidak jauh berbeda dengan 01 Tool
Steel. Namun, karena kandungan Cr yang tinggi, maka baja jenis ini memiliki
ketahanan terhadap korosi yang lebih tinggi dibandingkan baja jenis 01.
Kelemahannya
adalah sedikit lebih liat ketika diasah saat tumpul. Kadar karbon yang tinggi
menjadikannya getas dan terkadang mudah patah. Jika ingin dilakukan hardening,
sebaiknya hanya pada sisi tajamnya saja.
Saya
suka bentuk bilahnya yang simple, yang
termasuk ke dalam kategori normal straight.
Sedangkan berdasarkan bentuk ujung point-nya,
bilah ini tergolong ke dalam tipe Straight-Back
Blade, tipikal pisau bushcraft. Handle-nya yang membulat di tengah dan
tekstur yang sedikit kasar menimbulkan efek genggaman yang penuh di tangan
sehingga terasa kesat dan tidak mudah terlepas dari cengkraman.
Namun,
tetap saja sebagus apapun, dan setajam apapun sebilah pisau, jika ia berada di
tangan orang yang tidak memiliki ilmu survival, tidak akan ada gunanya.
Sedangkan, sejelek apapun, setumpul apapun sebilah pisau, jika berada di tangan
seorang yang mengerti ilmu survival, akan sangat berguna untuk mempertahankan
“selembar” nyawa.
Tidak
salah dan memang benar pepatah yang menyebutkan, “Sedia payung sebelum hujan”,
dan juga Saya teringat sebuah adagium di kemiliteran yang berbunyi, “Lebih baik
mandi keringat pada saat latihan dari pada mandi darah pada saat pertempuran”. Nah,
bilah ini sudah menjadi “payung” saya sebagai persiapan di awal seandainya saya
nantinya menghadapi “hujan”.
Untuk
kasus- kasus pada “kaum pendaki” ini, adagium tersebut 1.000% berlaku.
Persiapan menentukan keselamatan nyawa kita di masa depan. Jargo-nya, “Prepare to day for survive tomorrow”. ( Bersiap hari
ini untuk bertahan hidup di esok hari )
Gunakan
Hati Saat Mendaki
Salam
satu jiwa
*
B4MS *
* * * *
*
Tulisan ini diikutsertakan di dalam
Kompetisi Menulis pada Kategori Review Peralatan Hiking yang diadakan oleh
salah satu toko outdoor sport ternama di Surabaya. Linknya dapat dilihat di sini
http://cadventura.com/review-pisau-survival/
No comments:
Post a Comment