Pk. 15:00 sore, ferry kami bersandar di Pelabuhan Jagoh. Saking
ramenya, butuh waktu sekitar 1 jam untuk bongkar muat barang dan penumpang.
Rombongan kami disambut oleh Ade, Yusuf dan Doni yang telah lebih dahulu sampai
pagi harinya setelah menghabiskan waktu sekitar 12 jam menaiki kapal roro dari
Batam ke Pelabuhan Jagoh. Dengan tiket seharga Rp. 70.000,- sebuah perjalanan
santai dapat dinikmati dari Batam menuju Dabo.
Ade, Yusuf dan Doni, team awal yang sampai di Pelabuhan Jagoh.
Bus sekolah yang menjadi transportasi kami sebagai bagian
fasilitas dari Disparprov Kepri sudah menunggu. Anggota team yang muslim
mengerjakan shalat dahulu di mushalla yang ada di Pelabuhan Jagoh sambil
menunggu sepinya parkir di sekitar pelabuhan agar bus dapat mendekati posisi
berkumpul kami. Area parkir Pelabuhan Jagoh memang agak sempit. Untuk keluar
masuk kendaraan di pelabuhan ini memang harus antri dan bersabar.
Makan rambutan rame- rame saat menunggu bus jemputan.
Pk. 16:00 sore bus yang membawa kami ke kota Dabo sudah mulai
jalan. Pemandangan pantai di sebelah kiri jalan cukup menghibur kawan- kawan di
rombongan ini.
Pemandangan laut pantai di kiri jalan.
Suasana di dalam bus menuju Dabo.
45 menit kemudian kami sudah sampai di Pelabuhan Dabo. Barang-
barang sudah diturunkan dan siap untuk pindah ke pompong yang sudah menunggu
kami. Rombongan kami menjadi tontonan masyarakat yang ada di pelabuhan ini,
mungkin juga karena ada 4 bule di antara kami. Mungkin mereka pikir ini adalah
rombongan yang unik :D
Menjadi tontonan warga di pelabuhan.
Foto bersama di Pelabuhan Dabo.
Tunggu punya tunggu, ternyata didapat informasi bahwa pompong
tidak dapat merapat ke Pulau Berhala dikarenakan sedang pasang surut di sana.
Akhirnya team memutuskan untuk menginap semalam di Kota Dabo menunggu pasang
naik keesokan paginya.
Sambil menunggu kepastian keberangkatan, Asrul salah satu awak media
dari Koran Sindo, mewawancarai Collin dan Leticia, bule yang ikut
dalam perjalanan ke Pulau Berhala ini.
Bang Peri sedang berdiskusi tentang kelaikan keberangkatan.
Untung saja rumah dinas Kapten Rusdianto yang sedang berada di
Tanjung Pinang sedang dalam keadaan kosong, sehingga dengan izin beliau melalui
telepon, kami dapat beristirahat di rumah dinas asram TNI tersebut.
Sore hari setelah berbenah di asrama TNI Dabo, kami mengunjungi
salah satu bukti sejarah peninggalan penjajahan Belanda berupa meriam yang
kebetulan letaknya tidak jauh dari asrama. Cuma berjarak satu kali panjang
lapangan bola kaki jaraknya, karena memang yang memisahkan asrama tempat kami
bermalam ke meriam tersebut adalah sebuah lapangan bola :D
Meriam peninggalan penjajahan Belanda di pusat kota Dabo.
Doni dan Ade berpose di meriam.
Bams @2016
No comments:
Post a Comment