Terus
terang tulisan yang ini sebenarnya Saya dedikasikan buat saudari Saya dengan
nama FB Qey Rimba Jenggala. Dalam tulisannya beliau mewakili banyak Qey- qey
yang lainnya di seantero negeri tercinta ini, baik mereka berwujud pria ataupun
wanita, yang mempunyai impian untuk mendaki satu atau dua gunung yang sangat
diidam- idamkannya, namun karena suatu dan lain hal, pendakian tersebut dengan
terpaksa harus “delay / ditunda” dulu.
Kita
sebagai pendaki Saya yakin punya satu atau tujuh impian untuk mendaki gunung
yang kita inginkan. Alasannya dapat bermacam- macam, bisa karena jalurnya
seperti Gunung Raung, bisa karena reputasinya seperti Atap Sumatera Gunung
Kerinci, bisa karena keindahan danaunya seperti Gunung Rinjani dan Gunung
Semeru, atau bisa jadi karena hamparan edelweissnya seperti Gunung Gede. Banyak
alasan untuk itu.
Seperti
Saya sendiri mempunyai mimpi untuk menjadi Seven Summiter J. Paling tidak Seven Summiter versi
tujuh puncak tertinggi di Indonesia. Banyak sekali kendala yang Saya hadapi
untuk itu, bahkan hingga kini Tuhan baru mengizinkan Saya untuk menginjakan
kaki di tiga puncak tertinggi saja di Indonesia.
Kendala
tersebut macam- macam. Begitu ada duitnya, ternyata waktunya yang tidak ada
karena kesibukan bekerja biar dapur tetap ngebul. Pas tidak ada duit di
tabungan, malah waktunya yang banyak tersisa. Sulit sekali untuk mengumpulkan
dua hal itu secara bersamaan di dalam kantung saku carrier Saya.
Tahun
1995, karena keterbatasan Saya, tanpa sengaja Saya ditempatkan dalam posisi
harus menumpang tinggal sementara di kamar kecil berukuran 3 x 2,5 meter milik
seseorang yang tidak Saya kenal sama sekali, karena yang punya kamar sedang
pulang kampung. Begitu masuk ke kamar kecil tersebut, Saya dibuat terpesona
oleh dua buah foto ukuran 14 R yang ditempelkan di dinding.
Foto
itu milik si empunya kamar. Di salah satu foto dia berfose sedang berdiri lurus
menghadap ke lensa kamera, di medan berbatu- batu dengan membelakangi kawah sebuah
gunung yang asapnya sedang mengeluarkan letusan. Sumpah,,, menurut Saya itu adalah
dramatis dan indah sekali. Berdiri pada
jarak hanya beberapa puluh meter dari kawah Gunung berapi yang sedang meletus.
Tentu saja butuh nyali yang besar untuk berada di sana pada saat letusan
terjadi. Sempat terfikir, bagaimana caranya kawan itu menyelamatkan diri yah
??? Dan karena kecilnya pengetahuan Saya, Saya tidak tahu bahwa itu adalah
Puncak Mahameru.
Di
foto yang lainnya dia berfose sedang duduk di hamparan luasnya savanna dengan
background sebuah puncak gunung. Karena Saya terbiasa hidup di daerah
pegunungan hijau, dengan hutan hujan yang rindang, berada di tengah savanna Itu
juga adalah suatu kesempatan yang menurut Saya sangat eksotis. Serasa berada di
luar negeri, seperti di daerah Afrika sana. Dan kembali, karena kekerdilan
pengetahuan Saya, baru belakangan hari Saya baru tahu itu adalah Rinjani.
Sejak
saat itu fikiran Saya terus tertuju kepada dua gunung tersebut. Jujur,,, Semeru
dan Rinjani adalah obsesi awal Saya. Selalu saja timbul pertanyaan di kepala
Saya, kapan Saya dapat menapakan kaki di kedua gunung tersebut? Sejak saat itu
mungkin Saya lebih banyak memikirkan Semeru dan Rinjani ketimbang memikirkan para
kekasih Saya (setidaknya Saya jujur untuk masa lalu Saya :D ).
Akhirnya
saat itu tiba, Agustus 2013 yang lalu Saya mendapat kesempatan mengunjungi
Rinjani, dan bahkan untuk jangka waktu yang lebih dari cukup, yakni 7 hari di
Rinjani. Secara mengejutkan juga, empat hari setelah itu Saya sudah berada di
Puncak Mahameru. Untuk dua perjalanan pendakian ini betul- betul di luar nalar
Saya. Walaupun perjalanan itu menghabiskan waktu dua minggu di mana seharusnya
Saya dapat bekerja dan menghasilkan dolar Singapura di Batam, menghabiskan
budget tabungan Saya tanpa penyesalan, membuat Saya kehilangan hampir 5 kg
berat tubuh Saya, membuat bibir Saya pecah karena hawa dingin dan kulit wajah
serta kulit tangan Saya hitam legam serta mengelupas di sana- sini karena
sengatan hawa panas musim kemarau di Bulan Agustus. Tapi semua itu tidak
sebanding dengan kepuasan yang Saya peroleh dan Saya dokumentasikan dalam 2.250
frame foto.
Sampai
sekarang Saya masih tidak percaya bahwa Saya dapat mencapai dua puncak gunung
tersebut hanya dengan sekali jalan saja, setelah menghabiskan waktu 18 Tahun
memikirkannya. Yaaa,,, Saya dapat
mendaki dua puncak gunung tersebut KARENA TERUS MEMIKIRKANNYA selama 18 Tahun.
Lamanya
waktu penantian dan pengharapan tersebut mampu membuat Saya menangis di
Pelawangan Sembalun beberapa saat setelah kaki Saya menginjak Pelawangan yang
menghamparkan pemandangan spektakuler Danau Segara Anak dalam bayang- bayang
redupnya sunset pukul 18:00 WITA. Pemandangan yang sebelumnya hanya dapat Saya
nikmati di internet dan Saya koleksi di satu folder khusus di laptop Saya.
FOLDER TARGET RINJANI.
Bagi
Saya yang sudah mengidam- idamkannya selama 18 Tahun, berdiri di Pelawangan
Sembalun sambil menatap Danau Segara Anak yang memantulkan sunset berwarna
jingga adalah moment yang sejenak membuat Saya “terlupa” sedang berada di mana.
Ini betul- betul sekeping Tanah Surga. Teman seperjalanan menyebutnya “Efek Surga
Bocor” :D . Saya tidak bohong jika Saya mengatakan bahwa Saya betul- betul
menangis saat itu, padahal Saya sudah lupa bagaimana caranya untuk menangis. Dua
“rasa” yang membuat Saya menitikan air mata, yakni rasa haru karena Saya sudah
dapat meraih mimpi Saya, dan rasa sedih atas kekurangan dan ketidakmampuan
ekonomi Saya sehingga impian itu terpending cukup lama. Sebagian orang dapat
dengan begitu mudahnya naik ke Rinjani, bahkan dapat berkali- kali. Sedangkan
Saya harus menunggu 18 Tahun lamanya untuk dapat naik ke puncak tersebut.
Saya
pernah sekilas membaca tentang The Power of Thinking. Just Thinking, Not
Doing ….!!! Kekuatan dari pikiran. Pikirkan saja terus menerus, setiap
waktu, dan,,, simsalabim,,,, semuanya akan terwujud. Demikian juga seperti yang
disinggung oleh Agus Mustofa di dalam bukunya “Mengubah Takdir”. Kita dapat
mengubah takdir kita menjadi seperti apa yang kita pikirkan, dengan hanya
memikirkannya.
Dalam fisika, identifikasi gelombang umumnya dikaitkan dengan
panjang gelombang atau frekwensi-nya. Dalam gelombang otak ini yang akan kita
tinjau adalah fekuensi-nya. Apakah frekuensi itu? Ya, jumlah pulsa (impuls)
perdetik dengan satuan Hz (Hertz).
Ada beberapa macam gelombang otak yg
didasarkan pada tingkatan konsentrasi /focus pikiran kita sendiri atau kondisi
fisik kita, yakni ;
Gamma 31 – 100
berpikir dg keras sekali dan suasana tegang (stress )
Beta 14 – 30 hertz – aktif berpikir ( seperti menghitung/analisa )
Beta 14 – 30 hertz – aktif berpikir ( seperti menghitung/analisa )
Alpha 8 – 13,9
Hz – alam bawah sadar, imajinasi dan relaksasi
Tetha 4 – 7,9
Hz - intuisi
Delta 0,1 – 3,9
Hz – saat tidur
Danau Segara Anak, Gn. Rinjani 3.726 mdpl.
Nah,,, yang paling kuat resonansinya, adalah
gelombang otak Alpha dan tetha, namun paling susah juga untuk bisa kita
bangkitkan, dibanding gelombang beta yang kita gunakan saat berpikir sehari
hari , sebagaimana halnya susah untuk berkonsentrasi.
Dalam kisah perjalanan Saya ini, lontaran
gelombang otak Alpha dan Tetha dari pikiran Sayalah yang menyebar ke luar, merambat
melalui udara, sehingga menggerakkan partikel- partikel udara di sekeliling
Saya, mempengaruhi orang lain untuk merapat serta membentuk suatu koordinasi,
lalu melakukan hal yang Saya harapkan. Kemudian semuanya seperti sudah berada
di tempatnya masing- masing. Tiket pesawat yang terbeli, teman mapala yang
menyediakan sekretariatnya di Mataram untuk tempat berteduh. Padahal dua jam
sebelumnya Saya masih kebingungan selama empat jam lebih masa transit di
Jakarta tentang nasib perjalanan soloist Saya ke Lombok. Guide yang tiba- tiba
sudah tersedia, teman seperjalanan yang berasal dari Pasuruan yang tiba- tiba
datang malam hari sebelum esoknya kita berangkat ke Rinjani, yang di kemudian
hari malah menjanjikan Saya untuk menemani Saya ke Semeru jika Saya mau datang
ke Pasuruan setelah turun dari Rinjani. Seolah- olah alam semesta saat itu
berlomba- lomba menjadi pendukung Saya, sehingga Saya dapat menggapai mimpi
Saya yang terpendam selama 18 Tahun lamanya.
Mungkin
satu hal yang Saya sesali adalah, bahwa Saya di waktu lalu masih kurang sering
memikirkan pendakian ke Rinjani dan Semeru ini. Jika saja dan andai saja, Saya
lebih intents memikirkannya, bisa jadi Saya tidak perlu menunggu selama 18
Tahun lamanya. Mungkin dalam kurun waktu 10 Tahun, 5 Tahun atau lebih cepat
lagi Saya dapat mewujudkan mimpi Saya.
Penyesalan
Saya yang kedua adalah, kenapa selama 18 Tahun Saya hanya memikirkan dua puncak
gunung? Seharusnya Saya memikirkan tujuh puncak tertinggi di Indonesia dan tujuh
puncak tertinggi di 7 benua.
Kawan
Pendaki,,, jangan anggap remeh mimpimu, tetaplah bermimpi, tetap pikirkan
tujuanmu. Saya mampu menggapai dua puncak gunung dalam sekali jalan saja hanya KARENA TERUS MEMIKIRKANNYA. Dan Saya
yakin anda sekalian mampu memikirkan tiga, empat, atau tujuh puncak sekaligus
dan Saya yakin anda semua mampu meraihnya lebih cepat waktunya dibandingkan
waktu Saya yang 18 Tahun, suatu hari nanti hanya KARENA TERUS MEMIKIRKANNYA.
Keep
thinking, keep dreaming.
Salam
satu jiwa.
* * * *
*
Aduk
kopimu kawan, aduk juga mimpimu agar lebih manis.
Semoga
jiwamu tercerahkan.
Tulisan
ini juga Saya dedikasikan untuk teman- teman sejalur yang sangat luar biasa di jalur
Rinjani. Hamzan, Fikri (Lombok), Rizal, Iteng (Pasuruan), Oka, Oki
(Probolinggo), Eka, Pay, Satria (Salatiga), Bagus, Laura (Bogor), AKas, Fajar
(Surakarta), Sableng, Nita, Kiki (Surabaya), Yuxand, Haddar (NTB).
*B4MS*
* * * *
*
Bams
mengajak untuk :
“GUNAKAN HATI SAAT
MENDAKI”
Tulisan
ini adalah salah satu dari tulisan inspiratif bagi pendaki, yang pernah Saya
posting di FB grup Pendaki Indonesia, dengan link :
Tulisan
ini diikutsertakan dalam Kompetisi Menulis Artikel yang diadakan oleh
cadventura.com untuk kategori TIPS & TRIK. Dapat dibaca juga di link :cadventura.com - KARENA TERUS MEMIKIRKANNYA
No comments:
Post a Comment