By : Bams Nektar
Inspirasi bagi
Pendaki #03
Tulisan ini mungkin
sedikit konfrontatif. Judulnya sengaja saya sematkan yang beraroma agitatif.
Hal ini bukan untuk menimbulkan polemic di antara kita selaku pendaki/ penggiat
alam bebas. Ini semata- mata hanya mengajak kawan- kawan sekalian untuk
berfikir dan menganalisa lebih spesifik lagi tentang masalah ini, sehingga
membuka cakrawala berfikir kita lebih luas lagi. Atau setidaknya, judul tulisan
ini akan membuat pembaca tertarik untuk membaca goresan tulisan ini sampai pada
titik terakhir.
Nah,
untuk itu, tulisan ini sengaja saya susun dari perspektif yang berbeda, dari
sisi yang “sedikit” berseberangan dari “pandangan/ anggapan” para pencinta alam
kebanyakan.
Saya sendiri dalam hal ini berpandangan bahwa, sekecil apapun kegiatan kita di alam/
hutan/ gunung, cukup untuk mengakibatkan kerusakan alam, terutama di lokasi
kegiatan tersebut di konsentrasikan. Satu tapak jejak langkah kita di hutan/
gunung, juga berpengaruh terhadap kelestarian alam/ gunung tersebut. Langkah
pertama kaki kita dapat saja mematahkan tunas pohon yang dilindungi yang baru
tumbuh, langkah kedua kita mungkin saja
merusak biji pohon yang tersemai secara alami di tanah, sehingga biji tersebut
tidak dapat tumbuh. Bagaimana dengan langkah kaki ketiga kita? Mungkin saja menginjak dan mematikan hewan
kecil sebangsa belalang yang hampir punah. Terus,,, bagaimana dengan langkah
kaki kita yang keempat? Kelima? Keenam? Dan seterusnya….
Kawan,,,
hal ini tidak dapat kita pungkiri. Memang demikianlah adanya. Kita ikut andil
dalam kerusakan alam kita sendiri.
Secara
pribadi, saya tidak setuju dengan cara/ kegiatan KPA/ MAPALA/ KPG atau
organisasi lainnya yang mengadakan diksar dengan acara pembukaan jalur baru. Membuka
jalur pendakian baru berarti membuka peluang baru yang lebih besar untuk
kerusakan hutan/ alam. Setuju…? Sedangkan dengan mengikuti jalur pendakian yang
sudah ada, kita dapat dan berpotensi merusak alam seperti ilustrasi jejak
langkah yang saya ulas di atas, bagaimana lagi dengan pembukaan jalur baru?
Berapa banyak dan berapa ragam flora yang akan ditebas? Berapa banyak fauna
yang besar atau kecil yang akan kehilangan tempat tinggal dan tempat mencari
makan mereka. Maaf kawan,,,, jangan bangga menjadi pembuka jalur baru… ?
Namun,
dengan banyaknya resiko terhadap alam tersebut, kita juga tentunya tidak dapat
lepas dari hobby dan “jiwa” pendaki kita. Ibarat ikan yang tidak dapat lepas
dari air. Nah, setelah kita menyadari
bahwa kita para PENDAKI DAPAT MENJADI PERUSAK ALAM NOMOR 1 DI MUKA BUMI ini,
kita harus dapat “mengkondisikan” diri kita untuk MEMINIMALISIR dampak yang
akan terjadi terhadap alam sebagai efek samping hobby kita.
Mari
kita membedakan diri kita. Membedakan
untuk menjadi Pendaki yang PEDULI, atau menjadi Pendaki yang BODOH. Jadi,
inilah penjabaran tentang judul tulisan di atas. PARA PENDAKI ADALAH PERUSAK
ALAM. Pendaki yang bagaimana? Pendaki yang bodoh, yang tidak mau peduli akan
kelestarian alam. Pendaki bodoh yang tidak peduli terhadap konservasi.
Gunakan
Hati Saat Mendaki.
Salam
satu jiwa.
* * * *
*
Yang
membedakan di antara kita di gunung adalah sikap kita terhadap gunung itu
sendiri. Kawan,,, mari ,,, mari menjadi PENDAKI YANG PEDULI…
Semoga
jiwamu tercerahkan.
*B4MS*
* * * *
*
No comments:
Post a Comment