Monday, November 17, 2014

SENDIRI TAK BERARTI SEPI DI MARAPI

Rabu, 19 Maret 2014. Matahari sedang di ubun- ubun kepala. Pk. 12:10 Waktu Pendakian. Di sinilah aku, duduk sendiri di pelataran luar kedatangan Bandara Internasional Minang Kabau (BIM), Kota Padang, Sumatera Barat. Butuh kurang lebih satu jam terbang dari Batam ke Padang ini dengan salah satu maskapai nasional hanya untuk melepas “dahaga” akan sebuah pendakian. Ini adalah perjalan seorang diri, mungkin perjalanan seorang diri yang untuk kesekian kalinya harus aku lalui dalam lembaran hidup ini. Aku lebih suka menyebutnya “perjalanan sanubari”.

Bandara Internasional Minangkabau.


Inilah nasib seorang pendaki yang bermukim di Pulau Batam, kota industry yang tidak ada gunung di sana. Untuk sekedar mendakipun harus mengeluarkan budget ekstra untuk transportasi dengan pesawat terbang atau menggunakan kapal cepat ke daerah terdekat yang ada gunungnya. Uang sejumlah Rp. 349.800,- pun harus keluar dari dalam dompet untuk mahar tiket pesawat tersebut.

Tak lama kemudian, bus Damri angkutan bandara-pun datang. Aku bergegas naik sambil membawa carrier kesayangan. Ini carrier terbaruku. Baru dipakai untuk satu pendakian sebelumnya di gunung negeri tetangga, Malaysia. Yah, Batam memang berbatasan langsung dengan Johor Bahru, Malaysia. Sesekali waktu, untuk melepaskan “dahaga” pendakian aku kadang mendaki ke negeri tetangga tersebut. Lumayan,,, tambah pengalaman dan tambah teman antar Negara.

Kondektur bus-pun mendatangi aku untuk mengutip ongkos. Sejujurnya aku tidak tahu berapa harga ongkos busnya. Aku hanya memberikan selembar uang Rp. 50.000,- dan dikembalikan sebanyak Rp. 35.000,- . Oh, jadi ongkos bus hanya Rp. 15.000,- rupanya. Sekalian juga aku berpesan ke kondektur untuk diturunkan di jalan raya Lubuk Buaya, tepatnya di bawah jembatan layang arah Bandara. Yah, dari sana nanti aku sudah harus mencari kendaraan lainnya ke arah Kota Bukit Tinggi yang terkenal dengan Jam Gadang-nya, namun aku turun di Koto Baru, sebelum masuk ke Kota Bukit Tinggi. Koto Baru adalah titik awal pendakian ke Gunung Marapi (2.981 mdpl).

Matahari mulai condong ke  arah Barat. Pk. 12:40 Waktu Pendakian. Aku turun di Jalan Raya Lubuk Buaya, tidak perlu menunggu lama untuk angkutan ke Kota Bukit Tinggi. Beberapa travel sudah menunggu di pinggir jalan, mereka sudah paham betul bahwa ada beberapa penumpang yang membutuhkan jasa mereka sehabis landing di Bandara. Sejak mulai turun dari bus tadi para supir travel sudah meneriakan jurusan yang akan ditempuh oleh travel mereka. Aku mendekati salah satu travel dan tanpa menunggu, sang supir membuka pintu bagasi belakang travelnya untuk menyimpan carrier di pundakku. Ini travel yang cukup menarik, mobil avanza yang dijadikan travel.

Begitu naik ke travelnya, si supir langsung memacu kendaraan tersebut menuju Kota Bukit Tinggi. Tidak begitu banyak penumpangnya, hanya lima orang termasuk aku.

Sekali lagi, ini adalah perjalanan sanubari. Jalanan ini pernah kutempuh terakhir kali untuk pendakian di Tahun 1998. Artinya kini sudah berlalu 16 tahun lamanya. Waktu yang cukup panjang untuk bernostalgia akan masa lalu.

Travel melewati Pasar Kota Lubuk Alung, aku berusaha mengingat kembali rumah seorang teman di pinggir jalan tersebut. Travel melewati Kota Sicincin, aku berusaha mengingat kembali di rumah makan mana dulunya pernah singgah untuk makan ikan bakar Sicincin yang terkenal lezatnya. Travel melewati Kota Kayu Tanam, kelebat wajah seorang mantan kekasih tiba- tiba muncul di sini. Yah, ini kampungnya :D . Travel melewati Lembah Anai dengan tempat wisata Air Terjun Lembah Anai-nya di pinggir jalan sebelah kiri, alur sungai jernih di sisi kanan jalan, hijaunya hutan hujan Sumatera dan pendakian yang curam sampai memasuki Kota Padang Panjang. Outlet Sate Mak Sukur di sebelah kiri jalan tetap seperti 16 tahun yang lalu, tetap menggoda selera…

Perlahan aku me-review kembali peralatan yang sudah masuk ke dalam carrier. Tenda, sleeping bag, peralatan memasak, survival kit, first aid, tripod untuk kamera, sepertinya sudah semua. Jangan sampai barang- barang itu ketinggalan. Ini pendakian soloist (seorang diri), tanpa teman sebagai pendukung. Jika terjadi sesuatu yang buruk nantinya di pendakian, paling tidak aku sudah memperlengkapi diri peralatan dan barang- barang tersebut. Selebihnya ? Aku serahkan kepada Tuhan dan takdir.

Dahulu aku pernah melakukan pendakian soloist juga ke Gunung Marapi ini. Itu pada masa kuliah di Kota Padang. Dua kali… Ya, dua kali soloist ke Marapi, dan ini adalah kali ketiga. Setidaknya aku menyimpan sedikit memory tentang jalurnya, medan pendakian dan cuacanya.

Matahari tak terlihat karena kabut di Koto Baru. Pk. 15:05 Waktu Pendakian. Travel berhenti di Pasar Koto Baru, aku turun di sana. Membayar ongkos Rp. 25.000,- dan mengedarkan pandangan ke sekeliling pasar. Masih pasar yang sama seperti 16 tahun yang lalu. Tidak ada perubahan…

Aku beranjak menuju Warung Uncu, warung di mana dulunya aku sering makan malam saat akan mendaki ke Gunung Marapi atau Gunung Singgalang. Namun ternyata warung tersebut sudah tutup. Kosong… Hanya ini yang berubah di Koto Baru, tutupnya Warung Uncu setelah 16 tahun lamanya tidak ke sini. Warung nasi lainnya sekitar 20 meter dari Warung Uncu, di sanalah aku membeli nasi bungkus untuk makan malam nanti, biar tidak ribet.
Jalur dengan jalan setapak berkabut.

Dan, pendakian ini akhirnya dimulai. Mengikuti rel kereta api yang sudah tidak terpakai, dan aku berusaha keras untuk mengingat  jalan setapak di sebelah pemukiman penduduk yang menuju ke atas, ke  arah Tower Marapi. Melewati perkebunan penduduk, di beberapa jalan baru yang telah terkena semenisasi aku terpaksa harus bertanya kepada petani yang ada di pinggir jalan, apakah jalan tersebut adalah jalan menuju tower? Soalnya jalan yang sudah disemen lebar tersebut seingatku dahulu adalah jalan setapak tanah yang sempit dengan semak belukar dahulunya. Ternyata benar, itu jalannya.

Matahari  masih tidak terlihat, Pk. 16:50 Waktu Pendakian, saat aku sampai di Tower Marapi. Ini adalah bangunan tower salah satu relay dari operator telepon selular. Ada beberapa warung dari bambu di depannya tempat pedagang berjualan dan tempat pendaki meregistrasi kunjungannya. Aku mengisi buku tamu dan membayar Rp. 5.000,- untuk uang registrasinya, dan melanjutkan perjalanan kembali menuju Pos BKSDA. Untuk mencapai pos ini aku harus mengikuti jalan berbatu yang membelah ladang penduduk. Luar biasa perubahannya. 16 Tahun yang lalu, ladang- ladang ini belum ada, hanya semak belukar, lalu masuk ke hutan petai liar, setelah itu memasuki hutan bambu.
Bersama pendaki dari Kota Bukit Tinggi.

Masih segar dalam ingatanku, saat terakhir kali melakukan pendakian soloist ke Marapi ini, di hutan bambu ini ada suara langkah kaki orang mengikuti perjalananku. Saat dilihat ke belakang, tidak ada siapa- siapa. Saat aku jalan kembali, suara itupun terdengar kembali, sayup- sayup namun jelas sekali terdengar di kupingku. Saat kulihat ke belakang lagi, tetap tidak ada siapapun di sana. Aku berhenti dan menduga- duga, siapa yang mengikutiku dari belakang ? Di dalam hutan ??? Atau jangan- jangan ??? Pikiran buruk tentang makhluk astralpun berkelebat. Cepat- cepat aku menepisnya. Aku memeriksa isi dalam carier, mengguncang carrier tersebut, ternyata suara yang sama persis ada di dalam carrier. Setelah kucermati lagi, ini dia sumber masalahnya, penempatan nesting yang longgar bergesekan dengan pisau serba guna (multi blade) di sebelahnya. Sehingga menimbulkan suara- suara mirip langkah kaki di atas ranting. Aku tertipu…

Pos BKSDA, Matahari masih entah di mana. Pk. 17:45 Waktu Pendakian. Beristirahat sejenak di sini, makan malam dan menyiapkan persediaan air untuk pendakian. Air dapat diambil dari pipa air yang bocor yang mengalir ke  arah tower. Pos ini batas akhir kebun penduduk. Terbuat dari kayu dengan lebar sekitar 4 x 4 meter dengan model panggung bercat hijau. Beberapa pendaki dari Kerinci, Jambi sudah ada di sana mendirikan tenda. Mereka rencananya akan memulai pendakian esok hari. Sementara beberapa pendaki dari Kota Bukit Tinggi sedang bercengkrama di Pos BKSDA.
Pos BKSDA.

Matahari sudah menghilang. Gelap lebih cepat datang di sini. Pk. 19:00 Waktu Pendakian. Langkah kaki pertamapun di mulai. Memasuki hutan hujan dengan jalan setapak yang mendatar, menyeberangi sungai dalam di atas jembatan bambu, dan akhirnya aku sampai di dataran yang dulunya pernah aku ingat sebagai tempat pendaki beristirahat dengan gubuk- gubuk bambu di sekelilingnya. Tapi sekarang, gubuk tersebut sudah tidak ada, digantikan oleh semak belukar.
Para pendaki dari Kota Kerinci.

Matahari entah di mana saat aku melihat jam tangan Pk. 22:30 Waktu Pendakian. Aku rasa sudah mencapai setengah perjalanan pendakian di jalur ini. Mungkin… Ya, mungkin saja, karena semua yang terlihat hanyalah gelap. Beristirahat sendirian di jalur pendakian dalam kegelapan malam adalah “sesuatu”. Kesunyian hanya ada di dalam pikiran ku. Sendiri tak berarti sepi di Marapi ini. Masih ada kicau burung malam yang menemani, desiran angin sepoi dan gemeretak patahan ranting kayu yang terjatuh dari dahan ke Bumi adalah metafora lainnya dari simfoni.

16 Tahun yang lalu beristirahat sendiri di jalur Marapi ini dalam gelap malam juga pernah aku lakoni. Bedanya saat itu adalah mendaki hanya dengan sebatang lilin di tangan kerena senter yang aku bawa saat itu tiba- tiba bermasalah setelah sesaat baru digunakan di pendakian tersebut, tiba- tiba tidak mau hidup. Alhasil, lilin adalah satu- satunya alternatif pengganti penerangan. Saat duduk melepas lelah di lebatnya hutan Sumatera ini dengan hanya berteman nyala sebatang lilin, kisah hororpun muncul. Angin yang bertiup perlahan ikut menggoyang nyala api di lilin. Api yang bergoyang menciptakan figur- figur aneh bayangan yang bergerak di sela- sela pepohonan, dan pikiran malah jadi ikut berimajinasi merekayasa bentuk- bentuk bayangan yang bergerak itu. Apakah yang sedang bergerak itu berbentuk genderuwo ? Buto ijo ?? Atau kuntilanak ??? Hiiiiiii….. Daripada tersiksa dengan pikiran sendiri, lebih baik lilinnya dimatikan saja. Gelap ternyata lebih baik.

Matahari saat ini mungkin ada di balik bumi dan jika ditarik satu garis lurus, mungkin berbanding lurus dengan telapak kakiku. Pk. 1:20 dinihari Waktu Pendakian. Dinginnya mulai menusuk tulang saat aku menjejakan kaki di batas vegetasi Marapi. Aku temukan sedikit lokasi dataran yang cukup untuk mendirikan satu tenda. Di sinilah tempat peristirahatan sebelum memulai summit attack beberapa jam lagi. Berusaha untuk menutup mata, sekedar untuk memulihkan tenaga yang terkuras selama enam jam belakangan.

Matahari sudah mulai mengintip, langit Timur yang merona adalah tandanya. Kamis , 20 Maret 2014. Pk. 6:00 Waktu Pendakian. Setelah menghabiskan dua potong roti, tujuh butir kurma dan segelas minuman berenergi, aku sudah memulai summit attack melewati batas vegetasi, menanjak ke cadas yang mempunyai jalur zig- zag. Perlahan saja, toh tidak lari gunung dikejar. Baru kusadari bahwa malam  tadi ada tenda pendaki lain di sekitar batas vegetasi Gunung Marapi ini. Tenda tersebut terlihat dari cadas, di dirikan sedikit menjauh dari jalan setapak menuju cadas. Tiga orang pendaki ada di sekitarnya.

Matahari mulai berkedip di balik awan. Pk. 7:10 Waktu Pendakian. Aku akhirnya mencapai Tugu Abel Tasman. Tugu untuk memperingati tewasnya seorang pendaki beberapa puluh tahun yang lalu karena pada saat dia mendaki di Marapi ini, tiba- tiba Marapi meletus pagi itu dan menghamburkan batu panas dari kawahnya yang menimpa si Abel Tasman. Aku teringat kembali kronologis cerita itu yang kebetulan diceritakan langsung oleh salah satu pendaki wanita saksi hidup kejadian itu yang saat ini berdomisili di Batam. Bekas goresan lava pijar yang dihamburkan oleh Marapi pagi itu di pipi kanan pendaki wanita itu adalah kenang- kenangan kisah kejadian horror pagi itu. Tak terlupakan.
Tugu Abel Tasman. 

Dari Tugu Abel hanya butuh waktu sekitar dua puluh menit perjalanan menuju Puncak Merpati, Puncak Tertinggi Gunung Marapi. Aku harus melewati lapangan pasir luas seukuran tiga kali lapangan bola sebelumnya dan sampai di pinggir kawah Gunung Marapi, baru kemudian memutar ke  arah kanan untuk naik ke Puncak Merpati. Di sebelah barat, lautan awan perlahan menggumpal mengelilingi Gunung Singgalang dan Gunung Tandikek di seberang sana, membuat mata dimanjakan dengan pemandangan ini. Indonesia sangat indah. Ini benar- benar sekeping tanah Surga. Singgalang seolah- olah menggodaku untuk kembali mencumbunya seperti waktu lalu. Ya, 19 Tahun yang lalu, tepatnya Tahun 1995 double visit ini secara soloist pernah aku lakukan. Naik ke Gunung Marapi sendirian, lalu turun dan langsung naik ke Gunung Singgalang juga masih sendirian. Pengalaman yang tak terlupakan. 
Gn. Singgalang (kanan) dan Gn. Tandikat (kiri) dilihat dari Gn. Marapi.

Tidak terlalu lama di lokasi ini aku bergegas untuk turun, masih khawatir akan gas beracun yang mungkin saja dilepaskan oleh kawah Marapi. Gunung ini masih sangat aktif dan sulit diprediksi seperti kejadian pada Abel Tasman. Aku tidak mau ada tambahan tugu peringatan di Marapi ini yang tertulis atas namaku.

Matahari sepenggalan naik. Pk. 8:50 Waktu Pendakian. Tenda sudah dipacking ke dalam carrier  dan perut sudah diisi lagi dengan beberapa cemilan. Ini waktu untuk turun kembali ke lembah. Aku membersihkan area di sekitar tendaku, mengumpulkan sampah yang ada, termasuk sampah- sampah yang tercecer bekas pendaki lainnya untuk dibawa turun, agar gunung ini tetap bersih, tetap lestari, tetap dapat dinikmati oleh pendaki lainnya di masa yang akan datang. Perjalanan turun ini terasa sedikit menyiksa, sedikit nyeri di lutut kanan menghambat kecepatan gerakku. Ternyata umur tidak bisa dibohongi :D .

Saat Matahari meninggi. Pk. 11:45 Waktu Pendakian. Aku berselisih jalan dengan para pendaki dari Kerinci yang kemarin aku jumpai di Pos BKSDA. Kami bertegur sapa dan ngobrol beberapa saat penuh keakraban, karena ternyata ada beberapa temanku yang juga menjadi teman mereka rupanya.

Matahari sudah di atas kepala. Pk. 13:15 Waktu Pendakian. Aku melaporkan diri di pos pendaftaran di area tower, bahwa aku sudah turun dengan selamat dan langsung turun kembali ke Pasar Koto Baru. Semalam saja di jalur Marapi sudah cukup menimbulkan rasa kangen pada bakso atau soto dan segelas teh botol dingin di lembah sana. 10 menit cukup untuk mencapai Koto Baru dengan ojek yang kebetulan naik ke tower mengantarkan seorang petani. Cukup ditukar jasanya dengan selembar Rp. 5.000,- .

Setelah mengisi perut di Koto Baru, aku menyetop sebuah travel yang menuju ke Kota Padang, dan terlelap di dalamnya untuk 2 jam kemudian. Kembali sepi di sini. Di dalam mimpi pada Marapi.    

Salam satu jiwa

* B4MS *
* * * *  *
Estimasi biaya pendakian :
Tiket pesawat menuju Kota Padang                  :    Fluktuatif, tergantung dari posisi kota kedatangannya si pendaki dan tergantung pada musim (Liburan atau hari biasa).
Airport tax                                                         :    Tergantung pada bandara tempat dimulainya penerbangan.
Logistik                                                              :    Menyesuaikan kebutuhan dan selera untuk pendakian 2 hari 1 malam.
Damri Bandara Minang Kabau – Jln. Raya       :    Rp. 15.000,-
Jln. Raya Lubuk Buaya – Koto Baru                 :    Rp. 25.000,-
Koto Baru – Tower                                            :    Rp. 5.000,-
Registrasi di Tower                                            :    Rp. 5.000,-
Total                                                                   :    Rp. 50.000,- Sekali jalan. (Kalikan dua untuk kembalinya ke Kota Padang).
* * * *  *

Estimasi Waktu Perjalanan & Pendakian :
Bandara – Koto Baru                                         :    ± 2 jam (Dengan travel).
Koto Baru – Tower Gn. Marapi                         :    ± 1 -1,5 jam hiking.
Tower Gn. Marapi – Pos BKSDA                     :    ± 1 jam hiking.
Pos BKSDA – Batas Vegetasi                          :    ± 6 jam hiking.
Batas Vegetasi – Tugu Abel Tasman                 :    ± 1 jam hiking.
Tugu Abel Tasman – Puncak Gn. Marapi          :    ± 20 – 30 menit.


* * * *  *
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis "Pengalaman Mendaki Gunung" yang diadakan oleh pendakigunung.org dan meraih nominasi JUARA 1. Tulisan ini juga dapat di lihat di pendakigunung.org – SENDIRI TAK BERARTI SEPI DI MARAPI 


BAMS2 photo BAMS2.jpg YULI2 photo OELIEL2.jpg ZAKI photo ZAKI.jpg RAIHAN photo RAIHAN.jpg RAKAN photo RAKAN.jpg KEENAN photo KEENAN.jpg

1 comment:

  1. http://beritamurnivip99.blogspot.com/2017/11/webseries-lost-in-jakarta-serunya.html
    http://beritamurnivip99.blogspot.com/2017/11/di-dunia-orang-indonesia-yang-paling.html
    http://beritamurnivip99.blogspot.com/2017/11/tak-disangka-ini-6-keuntungan.html
    http://beritamurnivip99.blogspot.com/2017/11/kurang-tidur-justru-menjauhkan-dari.html
    Tunggu Apa Lagi Guyss..
    Let's Join With Us At Dominovip.com ^^
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
    - BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
    - Skype : Vip_Domino
    - WHATSAPP : +62813-2938-6562
    - LINE : DOMINO1945.COM
    - No Hp : +855-8173-4523

    ReplyDelete